Setelah selesai makan, Idris melangkah gontai ke sink dapur. Dia lalu membersihkan alat-alat makannya. Idris memang sudah diajarkan mandiri oleh Gema dan Igor. Dia sudah bisa mencuci piring dan pakaian sendiri di usianya yang masih delapan tahun. Biar terbiasa, ucap Igor kepada Gema suatu hari. Gema tidak tega melihat Idris yang harus mandiri di usia belianya. Tapi sepertinya Idris malah menikmati rutinitasnya. Dia merasa bangga dengan dirinya yang sudah bisa melakukan pekerjaan-pekerjaan orang dewasa.
Gema ikut berdiri di samping Idris.
"You don't like her?" tanya Idris pelan. Dia raih alat-alat makan mommynya.
Gema sedikit mendelik.
"Daddy said you don't like her hair," Idris membantu Gema membersihkan piring-piring.
"I like her. But I don't like her hair," tanggap Gema pelan. Dia harus mengakui dan tidak mau berbohong.
"You should forget about the past, Mommy. We live in the present, not in the past."
Gema sedikit mencebik. Ucapan Idris memang benar sekali. Tapi dia memang tidak bisa menyukai rambut keriting. Rambut yang persis seperti rambut mantan kekasih sang suami, yang kini sudah menikah dan tinggal jauh di Hongkong. Tapi Gema menyadari hal yang dia rasakan adalah sebuah kekonyolan. Gema pun akhirnya tidak mempermasalahkannya.
Gema awalnya tidak begitu menanggapi serius tentang kedekatan Idris dan Hera. Sama halnya dengan Tata, dia menganggap kedekatan mereka hanya main-main saja. Mungkin keduanya sudah merasa nyaman bermain bersama. Tapi semakin lama diperhatikan, Gema tidak lagi menganggap kedekatan itu hal sepele. Terutama menyaksikan sendiri kegalauan Idris malam ini. Idris tidak pernah segalau sekarang ini. Ah, padahal Idris baru beberapa hari mengenal Hera.
Idris sudah menyelesaikan pekerjaannya. Dia tatap wajah sendu mommynya.
"I love her ... I know I am too young to feel this feeling. Being close to her is my happiness."
Gema rangkul pundak Indris pelan.
"Kamu mau hubungi dia?"
Idris mendelik. Dia tatap wajah mommynya dengan seksama, ingin memastikan kerelaan mommynya.
Idris mengangguk pelan.
Gema bergegas menuju meja makan dan meraih ponselnya.
Baru saja dia hendak memanggil suaminya ingin mengetahui nomor kontak Farid, suaminya muncul ke dapur dengan santainya.
"Hera wants to talk to you," ucap Igor sambil menyerahkan ponsel ke Idris. Matanya sekilas melirik ke arah Gema yang terlihat kaget.
Gema dan Idris saling pandang. Lalu keduanya tertawa kecil.
"Go," decak Gema dengan senyum hangatnya.
Idris malu-malu meraih ponsel dari tangan daddynya. "I need a privacy," ucap Idris dengan gaya soknya.
Kali ini Gema dan Igor yang saling lempar senyum. Mereka berdua lalu melangkah bersama meninggalkan Idris di dapur sendirian.
***
Igor dan Gema duduk santai di ruang tengah. Mereka duduk berangkulan sambil menonton pertandingan olah raga tenis kegemaran Igor.
"Padahal aku baru aja mau manggil kamu, Gor. Mau tau nomernya Farid."
"Oh ya?"
Igor memindahkan tangannya ke pinggang Gema, merangkulnya erat.
"Nggak papa dengan rambut Hera?" sindir Igor dengan tawa kecilnya. Sebelumnya Gema sempat mengeluhkan rambut Hera yang mengingatkannya kepada seseorang yang tidak dia suka.
"Yah. Gimana. Orang emang nggak suka. Tapi aku nggak terlalu mikirin lagi kok. Sekarang tuh aku lagi kepikiran Mama Uwung."
Igor usap-usap pinggang Gema.
"Aku sadar, Gor. Ini konyol. Seharusnya aku nggak ungkit-ungkit lagi karena kenyataannya kita sudah lama menikah dan kamu emang setia kepadaku. Hanya saja...." Gema tak meneruskan kata-katanya.
Igor mencium pipi Gema lembut. Dia raba pipi Gema dengan satu telunjuknya. Sikap Igor membuat Gema terdiam.
"Aku juga sadar. Walaupun kejadian itu sudah lama, aku yakin pasti melekat terus di hati dan pikiranmu," ucap Igor. "Ck. Mereka masih kecil. Jangan anggap serius ... siapa tahu di masa depan masing-masing mereka mungkin berubah haluan. Ini awal-awal saja."
Gema hela napasnya. "Gimana aku nggak anggap beneran. Idris galau minta ampun. Nggak biasanya dia begitu."
"Yah. Namanya juga permulaan ... kamu waktu jatuh cinta sama aku galau minta ampun juga kan?"
Gema lirik wajah suaminya itu. Dia merasa aneh dengan sikap santai Igor. Igor yang awalnya semangat mendekatkan Hera dan Idris, kini malah menganggap kedekatan mereka hanya candaan.
Terdengar tawa Idris dari arah dapur. Gema dan Igor pun saling pandang.
"Jadi besok jalan-jalan ke mall?"
Gema mengangguk kuat-kuat. Perasaannya langsung hangat seketika.
***
Begitu suara Idris terdengar di telinganya dan menyapa, Hera langsung menyatakan maafnya. "I am sorry," ucapnya.
Terdengar helaan lega dari Idris. Hera pun ikut lega.
"I am sorry too, Hera."
Hera tersenyum lebar saking senangnya.
"My Mom asked me to call you, but you called me first."
"Really?"
"Yes."
"You don't lie?"
"I don't."
"Wow, I am so glad to hear that. I think your Mommy doesn't like me,"
Terdengar helaan berat di ujung sana.
"What makes you think my Mommy doesn't like you?"
"I don't know. I just ... I don't know."
"Hm, she likes you. But she doesn't like your hair."
Hera memejamkan matanya sejenak. Ini sulit, pikirnya. Rambut ini yang sangat disukai mamanya. Rambut yang selalu mamanya bangga-banggakan.
"Why?"
"My Dad's ex girlfriend has such kind of hair."
Hera tertawa kecil. "Your dad has another girlfriend?"
"His ex."
"Oh. I understand."
"Your Dad has an ex girlfriend?" tanya Idris.
"I don't know. My dad never told me about his past. He just told me that he married my Mom when he was eighteen years old."
"Hm. It's too young I think. May be your Mom is his first love."
"You are my first love."
"You are my very first one."
Hera tertawa bahagia. Dia mainkan ujung rambutnya sambil membayangkan Idris memainkannya.
"How is my Daisy?"
"She is good. I hug her when I sleep at night."
"Ooo, I am jealous, Idris."
"Don't worry. I think of you when I hug her. You don't need to be jealous."
Hera terkikik mendengar ucapan Idris kali ini.
"I am happy hearing your giggle."
"I am so happy, Idris."
"One thing you have to know, Daisy got three new clothes."
"Woaaaa."
"I'll send the pictures of them to you later."
"Oooo."
Hera tidak bisa berkata-kata membayangkan boneka lusuhnya sudah memiliki pakaian baru.
"My Mom showered her before get dressed. Too many marks of markers."
"I am sorry, Daisy...." Hera menyadari kesalahannya tidak merawat Daisy dengan baik selama ini.
"My Mom said you're naughty cause you never clean her."
Hera bukannya merasa terpojok, dia tertawa lebar.
Bersambung