Tahu Hera hanya menginginkan satu jambu saja, Igor kembali ke bangku dan duduk. Hera duduk di atas pangkuannya.
"How we eat it, Igor? Do we need to peel the skin. Perlu dikupas ya kulitnya?" tanya Hera sambil mengamati jambu merah yang dia pegang.
"Just bite it. Gigit saja."
Igor hampir saja memasukkan jambunya. "Ups. we need to wash them."
Igor hendak bangkit dari duduknya. Tapi Hera menahannya.
"No. Biar aku yang cuci," usul Hera sambil meraih jambu dari tangan Igor. Tidak lupa dia titipkan Daisy ke d**a Igor. Lalu Hera berlari kecil menuju keran yang berada di tengah-tengah taman.
Lagi-lagi Igor takjub melihat tubuh Hera yang terduduk mencuci jambu. Dia perhatikan tangan mungil Hera yang cekatan mencuci jambu. Igor menggigit bibirnya membayangkan memiliki anak perempuan seperti Hera.
Igor menggelengkan kepalanya. Tidak ada yang seperti Hera sepertinya. Hanya ada satu Hera.
Tak lama kemudian, Hera berlari kecil menuju dirinya yang duduk santai. Hampir saja Hera ingin duduk di samping Igor, Igor dengan cepat meraih tubuhnya dan langsung memangkunya.
"No no. Sit here. Itu bangkunya keras, Hera."
Hera lalu menyerahkan jambu ke Igor.
"Oh my ... kita lupa ambil satu untuk Daisy, Hera," ujar Igor sambil menggerak-gerakkan Daisy.
Hera tertawa kecil. Giginya sangat rapih terlihat dari balik bibirnya.
"Forget it, Igor. She doesn't like water apple. Dia hanya butuh baju. Iya kan, Daisy?" balas Hera disertai cekikikan yang menggemaskan.
Lalu keduanya menggigit jambu air masing-masing.
"Hm. Nice. I like it. Fresh and juicy. Hm."
Hera terus mengunyah jambu airnya yang ukurannya lumayan besar itu hingga habis. Igor juga menghabiskan jambunya.
Setelahnya, Hera dekap lagi barbienya.
"Kapan adik kamu lahir, Hera?" tanya Igor sambil membelai rambut Hera perlahan.
"Mungkin dua minggu lagi," jawab Hera. Dia tampak sangat tenang duduk di pangkuan Igor. Lalu dia amati mata Igor yang terus mengamati rambutnya.
"You are sad," gumam Hera dengan wajah seriusnya.
Igor terperangah. Dia teguk pelan ludahnya. Matanya mengerjap menahan sesak di dadanya, karena kembali mengingat foto mamanya yang terbaring di rumah sakit semalam.
Igor mencoba mengatur deru napasnya yang memburu.
"Nggak lagi kok. Karena kamu ada di sini denganku," balas Igor pelan.
Hera tersenyum. Tangan mungilnya perlahan mendarat ke pipi Igor. Menangkupnya erat-erat.
"You're still sad," gumam Hera lagi. Dia tatap mata Igor yang mulai berair.
"Hera..." Igor menggeleng membantah.
"If you're happy, you didn't sit here alone."
Igor tak kuasa menahan tangisnya. Sejak semalam dia memang terus menahan tangis. Dia tidak ingin menampakkan sedihnya di hadapan istri dan anaknya.
"Heraaaa..."
Igor biarkan tangisnya tumpah di hadapan Hera yang masih memegang dua pipinya.
"My Mom is sick. Very very sick. Aku sedang memikirkannya. Takut kehilangannya," isak Igor.
"Go to see her," ujar Hera pelan. Dia tenang sekali.
"She lives in Colombo."
"Where is it?"
"Srilangka. A name of a country."
Hera menarik tangannya seiring tangis Igor yang mulai reda. Dia masih menatap wajah Igor yang sedih.
"We shouldn't be afraid of losing. It is a life. Some dies, some are born. We die too in the end."
Igor gemetar mendengar tutur kata Hera, bahwa dia tidak seharusnya takut kehilangan. Ada yang meninggal, ada yang lahir. Pada akhirnya kita juga meninggal. "Who taught you to talk about life?" tanyanya takjub. Igor benar-benar tidak menangis lagi.
"None. I just...." Bola mata Hera berputar-putar seperti memikirkan sesuatu. "Think and see things deeply," gumamnya. Lalu dia usap-usap kepala Daisy.
"Take a deep breath, Igor. And let things happen. Then think about what you need to do."
Igor tersenyum. Dia jawil hidung Hera.
"Easy peasy," ucap Hera.
Igor menangguk-anggukkan kepalanya. Hera memang luar biasa.
Tiba-tiba...
"Dad?"
Sebuah suara mengejutkan mereka berdua.
Mata Hera sontak memicing saat mengamati seorang anak laki-laki yang menegur Igor dengan sapaan Ayah. Dia majukan tubuhnya seakan ingin turun dari pangkuan Igor. Tapi Igor malah menahan tubuh mungilnya.
"Your son?" ucap Hera bertanya kepada Igor sambil terus menatap Idris yang juga menatapnya dengan ekspresi bingung.
"Ya," jawab Igor tersenyum.
Idris berjalan pelan menuju Daddynya yang masih memangku Hera. Ada senyum tipis di wajahnya ketika melihat wajah serius Hera.
Hera terlihat gelisah, dia ingin sekali turun dari pangkuan Igor. Dia tidak ingin Idris cemburu karena dia berada di pangkuan Igor.
Hera sekarang setengah memaksa turun sambil terus mendekap Daisy erat-erat.
Igor pasrah. Akhirnya dia biarkan juga Hera turun dari pangkuannya.
Tanpa berkata apa-apa, Hera cepat melangkah hendak memasuki bagian dalam rumah Said.
Tapi Idris dengan cepat mencekal tangannya.
"I am Idris," ucap Idris cepat.
Hera terperangah. Dia balikkan tubuhnya dan menghadap Idris yang tersenyum lebar ke arahnya. Hera amati senyum Idris. Matanya bergerak-gerak mengamati seluruh wajah Idris, seolah ingin mengetahui apa makna senyuman Idris kepadanya.
"I am Hera," balas Hera akhirnya. Matanya mengerjap ketika menatap mata abu Idris yang sangat memukau.
Igor senyum-senyum melihat tingkah anaknya dan Hera. Tidak menyangka Idris memperkenalkan dirinya terlebih dahulu kepada orang yang baru dia temui. Idris tidak pernah memulai. Sepertinya ada yang menarik bagi Idris terhadap diri Hera.
Idris masih memegang tangan Hera. Dia kagum dengan penampakan Hera. Terutama rambut keriting Hera yang menggemaskan. Matanya bergerak cepat dan tangannya ikut bergerak seakan ingin memegangnya dan memainkannya.
Idris menarik Hera untuk kembali ke pangkuan daddynya. Entah kenapa Hera menurutinya.
"You're not jealous?" tanya Hera hati-hati ketika tangan Igor kembali memeluknya. Idris yang duduk di samping daddynya mengangguk mantap. Dia tampak senang dengan kehadiran Hera.
"Why?" tanya Hera.
"You'd made him calm. I can see from his eyes. He likes being with you here," jawab Idris sambil menggoyangkan dua kakinya pertanda dia senang.
"Her accent's different, Daddy," gumam Idris tiba-tiba. Igor tersenyum mendengar pendapat Idris.
"She speaks French. She's born in Caen, France," Igor menanggapi penilaian Idris akan aksen Inggris Hera yang berbeda.
Mata Idris membula besar. Bertambah-tambahlah kagumnya terhadap diri Hera.
Hera tertawa cekikikan melihat wajah Idris.
"Where were you born?" tanya Hera masih dengan tawanya.
"Tangerang city," jawab Idris semangat.
"But you speak English."
"Cause My Mom dan Dad speak English with me."
"Aku bisa bicara Indonesia juga," ucap Hera bangga dengan kepala mendongak.
"Wow. Aku juga bisa. Tapi kaku," balas Idris. Juga dengan perasaan bangga.
Bersambung