Bab 8. Papa dan Mama Hera

1185 Kata
"Where do you live?" "BSD, not really far from here." Idris melemparkan pandangannya ke luar jendela. Dia tatap rumah Bagas yang di depannya dipenuhi tanaman-tanaman indah. "What about you?" "I don't know. I've just come here this morning from Caen. My Mom said that we will live here and not come back there. My Papa said we live in an apartment. But I don't know where." Hera tentu saja masih tidak tahu di mana dia akan tinggal. Dia baru saja tiba di Jakarta. "An apartment? I live in an apartment too in BSD." Hera tersenyum lebar. "Oo. I wish I live in BSD." Hera jadi berharap ingin tinggal dekat Idris. Idris tertawa senang. Namun perhatiannya kembali tertuju ke Daisy. Dia bolak balik tubuh Daisy. "Well. Your Dad promised me to make new clothes for her. Dia bilang mamamu perancang busana." Idris mengangguk. "You got sister or brother?" tanya Hera. Idris menggeleng. "My Dad doesn't want kids anymore. Only me." Hera menganggukkan kepalanya. "What about you, Hera?" "I am going to have a sister." Idris tersenyum. "That is good. You will have a friend to play with." "Kamu main sendiri?" "Sometimes. And I often played with my Dad. He likes spending time with me. Share many things." "You want brothers or sisters?" Idris mengangkat bahunya. "I don't know." Lelah. Hera merebahkan tubuhnya di atas karpet. "Oh. I haven't cleaned my body since this morning," gumam Hera. Idris amati wajah dan tubuh Hera yang terbaring di hadapannya. "You're tired," gumamnya. "Yeah ... very tired. Hope my life will be normal soon." Idris ikut merebahkan tubuhnya di sisi tubuh Hera. Dia letakkan Daisy di atas dadanya. "You went to school?" "Yes. I am in grade three ... you?" "My Mom said I will be in Kindy." Idris tertawa kecil. "I think you'd better in grade three like me." "I am still five." "But look like eight as me." Hera mengerlingkan matanya. Idris berlebihan menurutnya. Entah merasa sangat nyaman atau letih, mata Hera tertutup dengan sendirinya. Idris sebentar menoleh ke Hera yang terlihat sangat lelah. Dia sentuh rambut Hera takut-takut sambil menatapnya penuh rasa kagum. Tak lama kemudian, Idris pun ikut tertidur. *** Mata Igor tiba-tiba tertuju ke seorang perempuan bertubuh tinggi berbadan dua yang sedang mengambil semangkuk sup daging di meja yang penuh dengan makanan. Tubuhnya berbalut baju longdress dan selendang tipis yang menutupi kepalanya, sehingga kucir rambut kecil terlihat dari tengkuk lehernya dari balik selendang tipisnya. Igor mendekati perempuan yang dia yakini adalah Mama Hera. Sebelumnya Hera bercerita kepadanya bahwa mamanya sedang mengandung adiknya. Igor kaget. Tinggi perempuan itu ternyata hampir sama dengan tingginya. Yang lebih membuatnya kaget kedua kalinya adalah, lengan perempuan itu dipenuh tato. Dia sepintas melirik ke leher perempuan itu. Ada tato juga di sana. Dahi Igor tampak mengernyit. Dia ragu apakah perempuan ini adalah mamanya Hera? Jika iya, luar biasa sekali neneknya Hera, memiliki seorang menantu nyentrik seperti ini. Igor lalu mengingat sikap Hera yang sama sekali tidak menunjukkan rasa takut atau segan kepadanya. Igor menghela napasnya. Pantas saja Hera bersikap biasa saja saat berdekatan dengannya. Rupanya Hera sudah terbiasa dengan orang-orang berpenampilan seperti dirinya. Dilihat dari perawakannya, Igor yakin, tato yang berada di kulit tubuh perempuan ini jauh lebih banyak dari tato yang ada di tubuhnya. "Hm. Ibu mamanya Hera?" tanya Igor ramah. Dia pura-pura ikut mengambil makanan. Padahal dia sendiri tidak lapar. Perempuan itu menghentikan gerakan tangannya yang sedang mengambil kuah sup daging. Dia amati wajah Igor. Igor terperangah lagi, ada tindik di hidung dan di mulut perempuan itu. "Ya. Saya mamanya Hera. Bapak kenal Hera?" Igor tersenyum mengangguk. Entah kenapa, tiba-tiba dia merasa sangat lapar. Dia ambil sebuah piring kosong dan mengambil beberapa makanan untuk dia makan. Igor pilih potongan-potongan ikan berbalut tepung dan beberapa kentang goreng. "Iya. Saya baru saja menghabiskan waktu bersamanya di kebun," jawab Igor. "Jadi Ibu menantu Ibu Febyola?" tanya Igor cepat. "Ya." Igor tersenyum lebar. Hari ini tiba-tiba berubah sangat menyenangkan baginya. "Saya Igor. Suami Gema, sepupu Said ... hm ... suami Ayu." Perempuan itu tersenyum lebar dengan kepala manggut-manggut. "Saya Renata. Panggil saya Rena." Rena alias Tata membalas tatapan hangat Igor. Pertanda dia menerima perkenalan Igor. "Gema ... yang merancang pakaian bersama Mama saya?" "Ya." "Oh. Bapak suaminya?" "Ya." Tata terlihat antusias dengan penampakan Igor. Sebelumnya dia juga berkenalan dengan Gema melalui mamanya. Gema adalah sosok perempuan sopan dan sangat alim. Tata tidak menyangka bahwa Gema yang alim dan berkerudung itu malah memiliki seorang suami yang penampakannya hampir mirip dengannya. "Saya tadi ngobrol-ngobrol dengan Hera di taman. Dia cerita bahwa dia akan segera memiliki adik ... perempuan ... hm ... Crystal." Tata menggeleng tertawa. Ada-ada saja si Hera. Baru hari pertama di Jakarta dia sudah berkenalan dengan pria bertato. Dia perlahan duduk di atas kursi yang tidak jauh dari posisi meja makan. Igor dengan sigap membantunya duduk dengan memegang lengan kiri Tata. "Thank you ... thank you," ucap Tata senang. Igor duduk di sampingnya. "Hera ... is a great girl," ujar Igor. Dia mulai mengunyah makanannya. "Ya. Tapi dia agak keras kepala." Tata mulai menikmati sup daging. "Baru tiba dari Caen?" "Ya. Tadi pagi. Melelahkan. Tapi senang melihat suasana keakraban di sini." Igor melirik perut Tata yang besar. "Kapan akan melahirkan?" "Kurang dari tiga minggu." "Another girl," decak Igor kagum. "Ya." "That is good." Tata tersenyum senang karena sikap ramah Igor. "Ibu tinggal di mana?" "Apartemen di Sudirman." "Wow. Dekat dengan tempat Akhyar." "Ya. Kami sekeluarga akan tinggal di sana. Hanya beda gedung. Hm ... Bapak kenal Akhyar?" "Very close ... like Tom and Jerry." Mata Tata terbelalak. "Really?" ucapnya tak percaya. Dia tertawa membayangkan Igor dan Akhyar seperti Tom dan Jerry. "Ya. I knew everything about him. Hidupnya penuh dengan keberuntungan." Tata manggut-manggut memahami apa maksud dari kata-kata Igor. Tak lama kemudian, Farid muncul di hadapan mereka berdua. Tata senang dengan kehadiran Farid di tengah obrolannya bersama Igor. Baru saja dia ingin memperkenalkan Igor dan Farid, Igor langsung menyambut Farid dan memeluknya hangat. "Farid. Kita ketemu lagi nih," ujar Igor sambil mengacak rambut keriting Farid. Tata benar-benar terperangah melihat keakraban mereka berdua. Tapi dengan cepat dia mengerti karena sebelumnya pasti keduanya saling mengenal di saat pernikahan Ola dan Akhyar di rumah kerabat Akhyar. Saat itu Tata tidak menghadiri acara tersebut, hanya Farid yang pulang ke Jakarta. "Gila. Belum gue kenalin udah duduk di samping bini gue aje nih," celetuk Farid sambil merangkul Tata dan mengusap-usap bahunya. "Gue malah ketemu dan ngobrol duluan ma anak lu." "Hera?" Igor mengangguk. Farid tampak kebingungan. "Di mana dia sekarang? Gue nyariin dia nyuruh dia mandi dulu." Igor terbahak. "Main ama anak gue." "Oh. Idris." "Ya. Nggak tau mereka main di mana." Farid menghela lega. Dia tidak khawatir lagi. Sementara Tata tampak masih dengan ekspresi kagetnya dengan keakraban antara Igor dan Farid. "Udah ketemu Niko?" Farid menggeleng. "Kayaknya belum datang. Kalo dia datang pasti hebohlah." Igor tertawa kecil, membenarkan ucapan Farid. Maklum, penampakan anak kembar Niko yang lucu-lucu itu selalu menjadi perhatian keluarga besar. Apalagi jika ada yang menyapanya, satu kata sapaan saja buat si kembar, si kembar akan menanggapinya dengan panjang lebar. Kehadiran mereka memang menyenangkan banyak orang. Bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN