Mulut Kotor Menyebalkan

879 Kata
Sera perlahan membuka matanya, merasakan dingin yang menggigit dan keheningan yang mencekam. Kepalanya masih berdenyut setelah hampir satu jam tak sadarkan diri. Sontak, ia terkejut saat mendapati dirinya berada dalam ruangan yang gelap gulita. Tak ada cahaya sedikit pun, hanya bayangan hitam yang mengelilinginya, menciptakan rasa takut yang merayap dalam hatinya. “Aku di mana ini?" gumam Sera, suaranya terdengar parau dan penuh kecemasan. Ia meraba-raba sekeliling, merasakan dinding-dinding kasar yang dingin. Ketakutan mulai menjalar, membuat jantungnya berdebar kencang. Ia mencoba berteriak, meminta pertolongan, namun suaranya hanya menggema dan kembali kepadanya seperti cermin suara yang kejam. "Tolong! Siapa pun di luar sana! Tolong aku!" serunya, tetapi ruangan itu tetap sunyi, seakan menelan suaranya dalam kegelapan. Kecemasan Sera semakin memuncak. Di mana dia? Mengapa dia dibawa ke tempat ini? Tak lama setelahnya, suara langkah kaki terdengar mendekat. Pintu berat di ruangan itu berderit terbuka, membiarkan sedikit cahaya masuk dan menampilkan siluet beberapa pria yang berdiri di ambang pintu. Sera mencoba memfokuskan pandangannya, tetapi cahaya yang tiba-tiba menyilaukan matanya yang baru saja terbiasa dengan kegelapan. Salah satu pria itu melangkah maju, dan Sera mengenali seragam khas yang dikenakan oleh anak buah Dante. "Diamlah, jika kau masih ingin hidup," ucap pria itu dengan suara dingin dan tegas. Kata-katanya seperti pisau yang menusuk langsung ke dalam hati Sera, menegaskan bahwa situasinya jauh lebih buruk dari yang ia bayangkan. Sera berusaha menenangkan napasnya, meskipun jantungnya terus berdebar keras. Ia menatap pria itu dengan penuh kebencian, meski tahu bahwa kemarahan tidak akan membantunya keluar dari situasi ini. "Kenapa kalian melakukan ini? Apa yang kalian inginkan?" tanyanya dengan suara bergetar, namun berusaha tetap tegar. Pria itu tidak menjawab, hanya menatapnya dengan pandangan yang dingin dan tanpa emosi. Sera bisa merasakan tatapan mereka seolah menghakiminya, membuatnya merasa seperti binatang yang terjebak. Perasaan tidak berdaya membuatnya ingin melawan, namun ia sadar bahwa melawan hanya akan memperburuk keadaan. Sementara di sebuah gedung pencakar langit di sebuah kota, Dante menatap lurus ke depan, tanpa sedikit pun teralihkan oleh keramaian yang menghiasi lobi gedung itu. Setelan serba hitam yang dikenakannya, begitu rapi dan mewah, seolah menjadi perisai bagi identitas aslinya. Langkah kakinya yang mantap dan berirama menggemakan lantai marmer yang dingin. Di tangannya, dia menggenggam erat sebuah koper hitam – simbol dari kekuatan dan ketamakan yang menyesakkan. Koper itu bukan sekadar alat transportasi, melainkan sebuah kunci menuju transaksi gelap yang akan segera disaksikannya. Ketika Dante memasuki lift, dia merasakan desakan adrenalin yang memacu detak jantungnya. Dinding-dinding logam yang memantulkan bayangannya tampak seperti saksi bisu dari berbagai rahasia yang dibawa para penghuni gedung ini. Setiap lantai yang terlewati terasa seperti lapisan demi lapisan dari konspirasi yang makin dalam. “Masuk,” suara berat dari dalam ruangan itu terdengar jelas. Dante membuka pintu dan melangkah masuk. Di hadapannya, John, rekan kerja James duduk dengan sikap tenang di belakang meja kerjanya yang besar, dikelilingi oleh berbagai dokumen dan laptop yang terhubung ke dunia maya yang penuh dengan rahasia. “Dante,” sapa John dengan senyum yang mencerminkan kepercayaan diri dan rasa superioritas. “Apakah kau membawa apa yang kuminta?” Dante mengangguk pelan, lalu meletakkan koper hitam itu di atas meja. Ketika John membuka koper tersebut, tumpukan uang tunai yang tersusun rapi di dalamnya memancarkan kilau yang memukau di bawah cahaya lampu meja. “Luar biasa,” John berucap sambil menutup koper itu kembali. “Kau memang bisa diandalkan.” Dante hanya mengangguk singkat, tanpa sepatah kata pun keluar dari mulutnya. Matanya menatap ke arah John yang tersenyum penuh kepuasan. Di hadapan mereka, Dante menyaksikan transaksi ilegal yang tengah berlangsung. Di layar laptop, grafik saham yang melonjak dan menurun seolah menari dalam irama yang hanya mereka pahami. Mereka baru saja menyelesaikan transaksi jual beli saham gelap yang akan menjebak banyak orang dalam jurang keputusasaan yang paling dalam. Tawa mereka menggema di ruangan itu, tawa dari dua pria yang baru saja memenangkan rencananya yang penuh tipu muslihat. Suara tawa itu menusuk telinga Dante, menciptakan rasa muak yang tak terkatakan dalam hatinya. ‘Tsk! Para b*****h gila ini benar-benar membuatku muak!’ gumamnya dalam hati, matanya memandang tajam pada dua pria yang berbicara di depannya. John, seorang pria paruh baya dengan penampilan rapi dan sikap angkuh, terus mengamati Dante dengan pandangan yang penuh minat. "Dari mana kau dapatkan bodyguard se-sempurna ini, James?" tanyanya dengan nada yang nyaris kagum, seakan Dante adalah sebuah barang berharga yang ingin dimilikinya. James, yang duduk santai di kursinya, menyunggingkan senyum licik di wajahnya. Dia merasa senang dengan perhatian yang diberikan pada Dante, seolah mendapatkan pengakuan atas pilihannya. "Kau ingin memilikinya? Kau harus membayar dengan cukup mahal, John. Dia adalah milikku. Maka sampai kapan pun, Dante akan tetap menjadi ‘jongos’-ku," jawab James dengan nada merendahkan, seolah Dante hanyalah sebuah barang milik yang bisa dipindahtangankan. Kata 'jongos' yang keluar dari mulut James membuat tangan Dante mengepal keras. Rasa marah dan emosi meluap dalam dirinya. Betapa ia ingin melepaskan semua amarahnya dan menghancurkan pria di depannya. Namun, ia menahan diri, sadar bahwa kemarahan yang tidak terkendali bisa merusak rencana yang sudah disusunnya dengan matang. Dalam hatinya, Dante berjanji pada dirinya sendiri bahwa ia akan membalas dendam atas penghinaan ini. 'Lihat saja, para b*****h gila! Kalian lah yang akan kujadikan jongos setelah ini!' tekadnya dalam hati. Dia tahu bahwa saat ini dia harus tetap tenang dan berperan sesuai peran yang telah ditentukan dalam misi ini.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN