Keponakan yang Malang

686 Kata
“Apa yang kau lakukan di sana?” suaranya tajam, seperti suara baja yang beradu. Mata hijaunya berkilat di bawah cahaya lampu yang redup, mencerminkan ketegasan dan ketidakpercayaan yang membara. Dante berdiri seperti patung, memandang Sera dengan tatapan tajam dan penuh evaluasi, seolah ia adalah burung elang yang mengamati mangsanya. “Kau mengupingku?!” bentakannya memecah keheningan, bergema di ruangan yang sepi. Sera terkejut, tubuhnya menegang seperti rusa yang ketakutan. Dalam keadaan tergagap, ia menggelengkan kepalanya dengan cepat, matanya membesar dalam ketakutan yang jujur. “Tidak! Aku tidak—” suaranya terputus, tenggelam dalam badai emosinya sendiri. Ia bahkan tidak tahu apa yang sedang dibahas oleh pria di depannya ini, namun wajahnya yang pucat semakin menegaskan kecurigaan Dante. Dante menyipitkan matanya, tatapannya menelusuri Sera dari kepala hingga kaki dengan cermat, seperti detektif yang mencoba memecahkan teka-teki yang rumit. “Lantas apa yang kau lakukan di sini?” tanyanya, suaranya seperti embun beku yang menyelimuti pepohonan di pagi hari. Kecurigaan itu menetes dalam nadanya, membuat Sera merasa seperti terjebak dalam jerat yang tak terlihat. Ia tidak tahu harus menjawab apa, seolah kata-kata yang tepat telah menguap dari pikirannya. Dengan putus asa, Sera berbalik untuk pergi, berharap dapat melarikan diri dari situasi yang menyesakkan ini. Namun, langkahnya segera terhenti oleh cengkraman Dante yang kuat di lengannya. Pria itu bergerak cepat, seperti bayangan yang membuntuti mangsa, menghalangi jalannya. “Jelaskan,” desaknya, suaranya berubah menjadi bisikan yang penuh dengan ancaman terselubung. “Aku tidak ingin misiku gagal karena ulahmu, gadis bodoh!” Ada sesuatu yang gelap dalam suaranya, sesuatu yang membuat jantung Sera berdegup lebih cepat. Sera menelan ludah. Tidak terima disebut sebagai gadis bodoh oleh pria di depannya ini. “Aku ... aku tidak peduli dengan urusan orang lain. Mengurus hidupku saja belum bisa, untuk apa aku mengurus hidup orang lain?” suaranya gemetar, namun ada keteguhan yang tak terduga dalam nadanya. Ia merasa terpojok dan marah, meskipun sebagian dari dirinya tetap takut pada sosok di depannya. Dante mendengarkan, wajahnya tetap tanpa ekspresi, namun matanya menyiratkan keengganan untuk percaya. "Aku melihatmu masuk ke dalam ruang kerja James," ujarnya, suaranya datar namun menekan. Kecurigaannya semakin dalam, membingkai Sera dalam sudut yang semakin sempit. “Apa yang kau lakukan di sana? Dan ada hubungan apa kau dengan pria tua itu?” tanyanya lagi. “Aku ... aku keponakan Paman James,” akhirnya Sera mengakui, suaranya hampir tidak terdengar. Matanya menatap lantai, tidak sanggup menahan tatapan tajam Dante. Pengakuannya membuat mata Dante membesar, kejutan dan kecurigaan bercampur menjadi satu. "Jadi kau memata-mataiku?" suaranya menggelegar, seperti guntur yang menggema di langit malam. Sera menggelengkan kepalanya lagi, kali ini lebih keras. “Aku bukan mata-mata!” tegasnya, suara itu kini penuh dengan tekad. Ia merasa dihina dan diperlakukan tidak adil. Namun sebelum Dante sempat berbicara lagi, Sera memberanikan diri untuk bertanya, “Kau mau membunuh pamanku, kan?” Sontak, Dante meremas bahu Sera dengan kekuatan yang membuat wanita itu meringis kesakitan. “Akh! Sakit!” Rasa sakit yang tiba-tiba dan intens itu membuat Sera terengah-engah, mencoba melawan cengkeraman Dante yang semakin kuat. “Lepaskan aku! Sakit!” serunya, suaranya penuh dengan kepanikan dan ketakutan. Namun, Dante tampaknya tidak tergerak oleh permintaan itu. Ia hanya memandang Sera dengan mata yang penuh dengan kemarahan yang terpendam. "Jadi, kau benar-benar menguping pembicaraanku, huh?" Dante menyeringai, namun senyumnya tidak mengandung kebaikan sedikit pun. “Sudah kukatakan berulang kali jika aku tidak menguping!” ucap Sera masih membela diri. "Atau mungkin, kau sebenarnya ingin menjadi tumbal pamanmu? Bisa saja," lanjutnya dengan nada sinis. Ketegangan di ruangan itu terasa begitu nyata, seolah bisa dipotong dengan pisau. Sera merasa jantungnya berdetak kencang, ketakutan yang mencengkeramnya semakin kuat. "Aku tidak tahu apa-apa! Aku hanya berada di tempat yang salah pada waktu yang salah!" Ia mencoba berbicara dengan lebih tenang, tetapi suaranya bergetar. “Aku tidak ingin terlibat dalam urusan kalian. Tolong, lepaskan aku.” Namun, Dante tidak mendengarkan. Ia mendekatkan wajahnya ke Sera, membuatnya merasa semakin terintimidasi. "Tidak dengan James yang kubunuh," Dante berkata pelan, seolah mengucapkan ancaman itu hanya untuk dirinya sendiri, namun cukup keras untuk didengar Sera. "Keponakannya yang bodoh ini pun bisa kujadikan sebagai tumbal atas kematian ayahku!"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN