"Aku harus kabur dari sini. Aku tidak mau mati di tangan pria jahat itu."
Namun, langkahnya terhenti ketika mendengar sepasang dua insan sedang berbagi peluh. Erangan itu semakin kuat terdengar di telinga Sera.
Ia melangkahkan kakinya perlahan, mencari tahu sumber suara penuh desahan itu. Lalu, matanya membola ketika melihat dua orang yang sedang dimabuk cinta.
"Ah! Kau memang nikmat, Sayang," erang pria itu.
Sera menutup matanya. Namun, melihat adegan yang membahana itu membawa Sera untuk pergi dari tempat itu. Seolah mendapat celah untuknya kabur dari sana.
**
Sera terengah-engah, mencoba mengatur napasnya yang memburu. Dalam kegelapan malam yang pekat, ia berhasil melarikan diri dari gedung kosong yang menjadi penjaranya.
Namun, saat keluar, dia disambut oleh hamparan hutan belantara yang luas, tanpa tanda-tanda kehidupan manusia di sekitarnya. Ketakutan merayap ke dalam hatinya, tetapi dia tahu bahwa menyerah bukanlah pilihan.
“Argh! Sial! Aku tidak memikirkan ulang jika tempat menyeramkan ini sudah pasti dikelilingi oleh hutan belantara,” lirih Sera mengeluh.
Namun, dia harus meninggalkan tempat ini sebelum menjadi mangsa orang-orang yang tidak dikenalnya. Alarm yang berbunyi dari arah gedung semakin membuatnya panik. Itu pasti pertanda bahwa mereka menyadari pelariannya.
“Oh, Tuhan. Mereka langsung menyadarinya”
Dia tidak memiliki waktu untuk beristirahat atau merasa takut; satu-satunya fokusnya adalah terus bergerak dan menemukan jalan keluar.
Meskipun tubuhnya terasa lelah akibat efek obat bius yang masih menyisakan jejaknya, Sera bertekad untuk tidak berhenti.
Kakinya terasa berat, seolah-olah setiap langkah menjadi lebih sulit dari sebelumnya. Namun, dia memaksakan diri untuk terus bergerak, mengabaikan rasa sakit dan kelelahan yang melanda tubuhnya.
Di antara bayangan pohon-pohon besar yang menjulang tinggi, Sera berusaha menemukan jalan keluar dari hutan yang seolah tak berujung ini.
Setiap kali dia berpikir sudah dekat dengan pemukiman, dia kembali disambut oleh pemandangan hutan yang tak ada habisnya. Keputusasaan mulai merayap masuk, namun dia menolak untuk menyerah.
“Ke mana aku harus pergi?” lirihnya sembari menoleh ke kanan dan kiri.
Setelah berlari tak tentu arah dalam waktu yang terasa seperti selamanya, Sera merasakan tubuhnya mulai menyerah. Napasnya tersengal-sengal, dan seluruh tubuhnya terasa lemah. Dia tahu dia tidak bisa terus berlari tanpa henti.
Akhirnya, dengan kelelahan yang memuncak, Sera memutuskan untuk berhenti sejenak. Dia memilih sebuah pohon besar, memutuskan bahwa itu adalah tempat terbaik untuk bersembunyi dan mengumpulkan tenaga.
Bersandar pada batang pohon yang kasar, Sera menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan detak jantungnya yang berdebar kencang.
Di sekitar pohon, dedaunan tebal memberikan sedikit perlindungan dari pandangan luar. Meski tempat ini jauh dari aman, setidaknya dia bisa beristirahat sejenak, berharap tidak ada satu pun yang menemukannya di sini.
**
“Argh! Bodoh! Kalian memang bodoh! Menyandera satu wanita saja tidak becus!” pekik Dante ketika mendapat kabar jika tawanannya telah kabur.
Dante berdiri di depan gedung kosong itu, wajahnya terlihat tenang namun penuh ketegangan. Di tangannya, sebuah vape terangkat, dan ia menghirup dalam-dalam asap yang keluar dari perangkat itu.
Asapnya berputar di udara malam yang dingin, seolah menambah aura misterius di sekelilingnya. Di hadapannya, pasukan anak buahnya bersiap, menunggu perintah.
"Wanita itu tidak mungkin pergi jauh," kata Dante dengan suara rendah namun penuh otoritas. Matanya menatap tajam ke arah hutan yang membentang luas, gelap dan penuh rahasia. "Di luar sana terlalu gelap, dan dia tidak punya arah. Kita harus menemukannya sebelum dia menemukan jalan keluar."
Dante memikirkan betapa Sera telah menunjukkan keberanian yang luar biasa dengan melarikan diri. Dalam hati, ia merasa terkesan, bahkan sedikit kagum.
Wanita itu bukan hanya sekadar seorang tawanan; ada sesuatu yang lebih di dalam dirinya, sesuatu yang membuat Dante ingin tahu lebih banyak.
“Keberanian wanita itu cukup membuatku mengacungkan jempol,” pikirnya, meskipun ia tidak akan pernah mengakuinya di depan anak buahnya.
Dengan suara yang tenang namun penuh dengan otoritas, Dante memberikan instruksi kepada pasukannya.
"Sebar ke seluruh penjuru hutan. Jangan biarkan dia lolos. Laporkan setiap jejak atau tanda yang kalian temukan." Anak buahnya mengangguk, menyebar dengan cepat ke dalam kegelapan, menyisir hutan dengan senter dan peralatan lain yang mereka bawa.
Dante memandangi hutan yang kini dipenuhi dengan sinar-sinar senter yang berkedip di antara pepohonan. Dia menghisap vape sekali lagi, merasa sensasi nikotin yang menenangkan sarafnya.
Dalam pikirannya, ada rencana yang perlahan terbentuk. Dia tahu bahwa menemukan Sera hanyalah langkah pertama; langkah selanjutnya adalah memastikan bahwa wanita itu tidak akan mencoba melarikan diri lagi.
Tanpa menunggu lebih lama, Dante memutuskan untuk ikut serta dalam pencarian. Dia tahu bahwa dengan keterlibatannya secara langsung, peluang menemukan Sera akan meningkat.
Selain itu, Dante memiliki ide yang ingin dia coba, sesuatu yang akan membuat Sera semakin terikat padanya.
Dante bergerak dengan tenang, mengikuti jejak anak buahnya ke dalam hutan. Dalam kegelapan yang menyelimuti, ia merasa dirinya seperti pemburu yang mencari mangsa.
Namun, kali ini mangsanya adalah seorang wanita yang, secara aneh, telah menarik perhatiannya.
Sera adalah teka-teki yang ingin dia pecahkan, dan dalam proses itu, dia juga harus menjaga agar tidak terjerat dalam emosi dan keinginan yang mulai merambat dalam dirinya.
“Argh! Sial! Bisa-bisanya aku memikirkan nasib wanita sialan itu!” pekiknya sembari menjambak rambutnya.
Pikiran tentang Sera yang terluka atau dalam bahaya membuatnya merasa tidak nyaman. Dia tahu bahwa tugasnya adalah menangkapnya, tetapi ada dorongan yang lebih dalam, sebuah keinginan untuk melindungi.
Dante tersenyum tipis, hampir tidak sadar akan perubahan kecil dalam dirinya. Mungkin ada sesuatu yang lebih dalam pertemuan ini, sesuatu yang belum dia pahami sepenuhnya.
“Tuan. Wanita itu telah berhasil ditemukan,” kata anak buah yang melihat Sera tengah tertidur pulas di sebuah pohon besar.
Dante menyunggingkan senyum ketika melihat wanita itu tidak sadar jika kini berhasil ditemukan lagi olehnya.
“Aku tahu apa yang harus aku lakukan agar wanita ini tidak kabur lagi,” ucapnya kemudian mencengkeram bahu Sera sampai membuat wanita itu membuka matanya dan langsung terbelalak usai melihat siapa pria yang ada di depannya ini.
“Mau lari ke mana, wanita bodoh?” Dante--dengan seringai di bibirnya, membuat mata Sera membulat sempurna menatapnya.