Andai Kubisa Pergi

735 Kata
"Sera!" teriak Dena dari ruang tamu, suaranya yang tajam menusuk telinga. "Ya, Bibi," jawab Sera cepat sambil berlari kecil menuju ruang tamu. Dia tahu betul bahwa keterlambatan sedikit saja bisa membuat bibinya marah besar. "Bawa bekal makan siang ini ke kantor suamiku. Jangan sampai terlambat," perintah Dena dengan nada otoriter. Dena menyerahkan sebuah kotak bekal berisi makanan yang sudah disiapkan. Sera mengangguk patuh, menerima kotak bekal itu dengan tangan yang sedikit gemetar. "Baik, Bibi." Di sebuah rumah megah dengan pilar-pilar besar dan taman yang selalu tertata rapi, tinggal seorang wanita muda bernama Serafina Beatrice. Pada usia dua puluh lima tahun, Sera telah mengalami kerasnya hidup yang jarang dialami oleh mereka yang seusianya. Yatim piatu sejak usia lima belas tahun, Sera tinggal bersama Dena, bibinya yang tak pernah berhenti mengingatkannya bahwa tempatnya di rumah itu hanyalah sebagai beban. Dena, adik kandung Tiara, ibu Sera yang telah meninggal dunia, selalu memastikan bahwa Sera merasakan penderitaan setiap hari. Sera tidak lebih dari seorang pembantu di rumah yang seharusnya menjadi tempat perlindungannya. Setiap pagi, Sera akan bangun lebih awal, membersihkan rumah, menyiapkan sarapan, dan melayani keluarga bibinya yang kaya raya namun sombong. Di perjalanan menuju kantor James, suami Dena, pikiran Sera melayang. Keinginannya untuk terbebas dari cengkeraman keluarga kaya yang selalu merendahkannya semakin kuat. Namun, dia tahu bahwa dunia di luar sana tidak ramah bagi seorang wanita muda tanpa keluarga dan tanpa arah tujuan. Sera sering kali merasa terjebak dalam penjara yang tak terlihat, terkurung oleh nasib yang tidak adil. Sesampainya di gedung pencakar langit tempat James bekerja, Sera merasa gugup. Gedung itu begitu besar dan megah, memancarkan aura kekuasaan yang menakutkan. Dengan langkah ragu, dia memasuki lobi dan langsung menuju lift yang akan membawanya ke lantai di mana James berkantor. Lift itu penuh dengan orang-orang berpakaian rapi, semuanya sibuk dengan urusan masing-masing. Sera merasa seperti orang asing di tengah keramaian, tak seorang pun memperhatikannya. Pintu lift terbuka di lantai yang dituju, dan Sera melangkah keluar, mencari-cari ruang kerja James. Namun, nasib mempertemukannya dengan seseorang yang tidak pernah dia duga. Di lorong menuju ruang kerja James, Sera bertabrakan dengan seorang pria tinggi dan berwibawa, Dante. Dalam kepanikan dan keterburu-buruan, kotak bekal yang dibawa Sera terjatuh dan tumpah, membuat makanan yang dibawa Sera berceceran ke lantai dan mengenai baju hitam Dante. “Argh!” Sera terkejut dan membungkuk cepat untuk membersihkan kekacauan itu. "Maaf, maafkan saya," ucapnya tergesa-gesa, wajahnya memerah karena malu dan takut. Dante, yang kaget dan marah karena pakaiannya kotor, langsung memaki Sera dengan kasar. "Apa kau tidak bisa melihat? Apa kau tidak punya mata? Sialan! Lihat apa yang kau lakukan pada bajuku!" Sera terdiam, tubuhnya gemetar mendengar makian Dante. Air mata mulai menggenang di matanya, tapi dia berusaha keras menahannya. "Saya benar-benar minta maaf, Pak. Saya tidak sengaja." Dante tidak peduli dengan permintaan maaf Sera. Dia melihat wanita muda di depannya itu hanya sebagai pengganggu yang tidak berguna. "Pergi dari sini! Sebelum aku benar-benar kehilangan kesabaran!" bentaknya, membuat Sera semakin ketakutan. Sera berlari kecil menjauh, hatinya terasa hancur. Tidak hanya karena penghinaan yang baru saja diterimanya, tapi juga karena rasa putus asa yang terus menggerogoti semangatnya. “Astaga. Siapa pria itu? Menakutkan sekali. Kenapa Paman James mempekerjakan pria seram seperti dia?” Bahkan bulu kuduk Sera berdiri ketika melihat postur tubuh Dante yang tinggi, memiliki mata tajam dan rahang yang tegas. Sangat tidak cocok sekali bekerja di gedung seperti ini. “Ya. Dia cocoknya jadi ketua gangster,” pikir Sera di sela-sela membersihkan makanan yang tumpah barusah. “Paman, maafkan aku karena beberapa makanan tadi tumpah di luar.” “Apa katamu?!” James menatap tajam yang dicampur dengan marah mendengar ucapan Sera tadi. “Aku tidak sudi memakan makanan yang sempat tumpah, Sera! Kau memang tidak pernah becus dalam bekerja! Kalau bukan karena kau bukan anak dari kakak iparku, sudah kubuang jauh-jauh! Pergi! Aku tak ingin melihatmu di sini.” Sera benar-benar membuat James emosi. Dengan langkah lemas, ia akhirnya keluar dari ruang kerja milik pamannya itu. “Jika ada orang yang dengan senang hati menolongku, aku akan pergi sekarang juga dari keluarga itu. Mereka sangat jahat padaku!” Sera memeluk tangannya sendiri sembari memikirkan nasibnya yang sudah ‘sial’ sejak lahir. “Ya. Aku sudah berhasil masuk ke gedung milik si k*****t gila itu! Aku pastikan dalam waktu dekat, pria itu akan mati di tanganku!” Mata Sera sontak membola mendengar percakapan seorang pria melalui panggilan. “It—itu … itu, kan ….”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN