"Mas, kamu yakin gak ada yang mau disampaikan ke aku?" tanyaku saat kami kembali beriringan jalan santai menuju rumah.
"Apa? Gak ada, tuh! Kenapa, Sayang?" Mas Galih memperhatikan raut murungku yang memang sejak berbincang dengan Bu Citra.
"Tidak ada. Ya sudah kalau gitu." Aku tidak mau mendesaknya untuk jujur karena aku sendiri yang akan mengungkap kebohongan demi kebohongan yang dilakukan suamiku dan juga Esti di belakangku. Aku yakin sekali mereka punya hubungan gelap.
Begitu sampai di rumah, aku pergi ke dapur. Memperhatikan Esti yang sedang menyiangi sayur. Tidak ada yang aneh. Pakaian yang ia kenakan pun selalu pakaian panjang dan longgar. Pembantuku ini sama sekali belum pernah bekerja menggunakan daster. Selalu saja setelan baju kaus. Aku belum pernah melihat bajunya kekurangan bahan.
Wajahnya juga tidak cantik, biasa saja dengan kulit coklat. Tidak manis juga dan benar-benar beda jauh jika dibandingkan denganku.
"Bu, apa ada yang bisa saya bantu?" aku tersentak.
"Tidak ada. Masak apa hari ini?" aku berusaha bersikap biasa saja. Aku berjalan mendekati bungkusan kresek yang belum semua dirapikan Esti ke dalam kulkas dan juga rak bumbu.
"Bapak bilang mau ikan pesmol. Jadi saya masak ikan pesmol."
"Loh, suamiku gak bilang. Emang suamiku bilang langsung sama kamu?" ingin sekali aku mencakar wajah sok polos Esti, tetapi aku belum punya bukti cukup kuat untuk menghajarnya habis-habisan.
"Oh, i-itu, iya, Bu. Sebelum Ibu keluar untuk olah raga tadi, Bapak ke dapur dan bilang masakin pesmol."
"Oh, oke kalau gitu." Aku bergegas masuk ke kamar. Suamiku baru saja keluar dari kamar mandi dengan handuk yang menggantung di pinggang. Ia tersenyum amat sangat manis, tetapi bagiku palsu. Mungkinkah senyumannya ia berikan juga pada Esti? Kenapa selera Mas Galih begitu rendahan?
"Mas, kita udah satu bulan gak berkeringat di ranjang. Aku lagi pengen nih!" Kataku berpura-pura menggodanya. Aku ingin tahu reaksinya dan aku sangat yakin kalau dia menolak. Seratus persen dia pasti akan menolak, sama persis dengan n****+ yang pernah aku baca. Suami mendadak tidak berselera dengan istri karena sudah ada yang baru yang lebih legit.
"Oh, iya, Sayang? Baiklah, bagaimana kalau kita berkeringat di kamar mandi aja? Sekalian kamu juga mandi he he he ...." mau menolak percuma karena prediksiksiku malah salah. Mas Galih sudah menggendongku ala bridal untuk masuk ke kamar mandi. Ia juga mendaratkan ciuman di bibir ini hingga aku seketika lupa akan emosi yang tadi sempat membuncah karena aneka praduga perselingkuhan suamiku.
Aku disentuh tanpa ampun hingga akhirnya aku kalah hingga tiga kali, sedangkan Mas Galih belum juga. Ia mulai lelah dan langsung mengguyur tubuhnya.
"Kamu gak papa, Mas?" tanyaku tidak enak hati.
"Gak papa. Mungkin tadi terlalu lelah berolah raga, jadi aku gak fokus. Kamu lanjutkan mandi ya, aku duluan ganti baju. Dingin juga dua kali mandi he he he ...." Mas Galih keluar dari kamar mandi, sedangkan aku masih berdiri dengan kedua kaki yang lemas. Aku tidak ingin melewatkan sedikit pun Mas Galih lepas dari pandanganku, untuk itu aku pun segera membilas tubuh ini. Tunggu, perutku mendadak mulas. Sial!
Aku punya masalah sembelit. Jika sudah seperti ini, maka aku bisa setengah jam di kamar mandi. Setengah jam kemudian aku keluar dan tidak mendapati Mas Galih di kamar. Mereka pasti melakukan sesuatu. Aku pun memakai baju dengan asal-asalan. Kaki ini setengah berlari mencari suamiku ke seluruh ruangan.
"Mas, kamu dari mana?" tanyaku terheran karena suamiku baru saja masuk dari pintu belakang.
"Ada tikus. Tadi aku mengejarnya dan Esti aku suruh pergi beli racun tikus di warung depan. Ya ampun, padahal aku ingin sekali makan mie rebus, malah harus nguber tikus. Kamu bisa buatkan aku mi rebus, Sayang?"
Pasti ada sesuatu, aku yakin sekali. Setelah membuatkan mi rebus untuk Mas Galih, aku menemani suamiku makan. Esti belum juga pulang dari membeli racun tikus.
"Esti beli racun tikus di mana? Udah setengah jam belum pulang," tanyaku dengan dingin.
"Esti bukan cuma aku suruh beli racun tikus, tapi juga papan perangkapnya. Kenapa, Sayang, kamu aneh banget deh!" Mas Galih menatapku heran.
"Justru aku yang heran di rumah ini, Suamiku. Kamu jujur, Mas, kamu gak sedang naksir pembantu kita'kan?"