Jangan lupa untuk follow dan juga tetap dukung author ya. Ditunggu kelanjutannya.
Suasana tegang ketika makan malam di kediaman keluarga besar Danendra. Nampak juga keluarga Bianca yang sengaja diundang oleh orang tua Faraz. Pria itu masih enggan mengkonfirmasi mengenai alasan dia membatalkan pernikahan tersebut dengan Bianca. Apalagi ketika melihat tingkah kakaknya yang sepertinya tanpa berdosa dan Bianca juga yang menunduk ketika Faraz menatapnya.
Pria itu menjadi dingin dan tidak peduli dengan apapun.
Suasana tegang yang ketika Faraz menatap kakaknya dengan santainya menyantap makanan yang disajikan. Begitupun juga dengan Bianca yang terlihat santai. Tapi tidak dengan orang tua mereka yang terlihat begitu tegang.
Faraz menyangga sikunya diatas meja kemudian menyatukan kedua telapak tangannya, "Kok tegang?"
Dewi—mama Faraz yang waktu itu langsung menatap Faraz dengan tatapan yang terkejut karena melihat ekspresi Faraz yang kali ini sedang tidak bersahabat. "Raz, ah kamu kenapa ngomong gitu?" ucap mamaya dengan gugup. Tapi Faraz tidak peduli dengan menghormati calon mertua yang sudah resmi dia batalkan.
Ayah Bianca yang waktu itu sedang menikmati makan malamnya langsung tersedak. "Apa aku salah ngomong?" ucapnya sambil menepuk tangannya pelan dan menatap orang-orang yang ada di ruang makan tersebut.
"Faraz, kamu apa-apaan sih? Nggak baik kamu bicara seperti itu!" ucap Papanya yang tak kalah tegangnya ketika melihat Faraz yang tiba-tiba bersikap seperti itu. Dia memang awalnya tidak ingin melanjutkan pembicaraan itu lagi ketika dia resmi membatalkan pernikahannya dengan Bianca. Tapi waktu itu Bianca tidak mengatakan apapun ketika Faraz membatalkan. Hanya saja orang tuanya yang tidak terima dengan semua ini.
"Itu tidak baik? Kenapa?" Faraz menarik tisu lalu membersihkan mulutnya dan hendak pergi dari sana. dia sudah tidak betah lagi ketika melihat dua pasang manusia pengkhianat sedang pura-pura tidak terjadi apa-apa.
"Mau ke mana kamu?" tanya mamanya ketika dia hendak berdiri.
Orang tua Bianca justru menatapnya dengan tatapan tidak suka. Faraz yang biasanya sangat sopan. tapi kali ini justru memperlihatkan sikap yang benar-benar sudah keterlaluan.
"Ma, aku ada perlu,"
"Perlu? Orang tua kamu sudah kamu bikin malu di depan semua orang karena pembatalan pernikahan kamu itu,"
Faraz tertawa sinis mendengar mamanya. Dia langsung melirik kearah Bianca yang menunduk dan juga Rasya yang nampaknya begitu tenang. Kakaknya yang seharusnya menjaga perasaannya dengan baik apalagi Bianca adalah calon istrinya.
Drrrt drrrtt
Faraz merogok saku celananya dan mengeluarkan ponselnya ketika bergetar tadi. Ketika itu dia menerima pesan dari Sarah, "Bisa kita bertemu malam ini di kafe yang sebentar lagi akan ku kirimkan alamatnya," Faraz menaikkan sebelah alisnya.
"Siapa? Sampai kamu terlihat penasaran gitu?" tanya papanya.
"Ada urusan, Pa. aku permisi dulu, aku pamit, Om, Tante," ucap Faraz menundukkan kepalanya tanda dia menghormati semua orang di sana.
Baru saja dia keluar dari rumahnya, Bianca mengejarnya dan menarik lengan Faraz. "Aku bisa jelasin, Faraz. Sampai kapan kamu bakalan menghindar seperti ini?"
Pria itu berbalik dan menatap Bianca yang berekspresi sedih. Faraz yang menarik Bianca agar sedikit menjauh dari pintu utama dan mengajak Bianca ke garasi. Setelah tiba di sana, Faraz melihat kedua tangannya di depan d**a dan tersenyum melihat kekasihnya—lebih tepatnya mantan tunangannya.
"Bianca, kenapa nggak kamu jelasin ke orang tua kamu mengenai pembatalan itu? Atau aku yang ngomong sama mereka?"
Bianca menggeleng dan memohon agar Faraz tidak melakukan hal yang konyol seperti itu. "Aku mohon jangan, Raz,"
Faraz memainkan lidahnya hingga membuat pipinya mengembung, kemudian ia menatap bawah lalu mengangkat kepalanya menatap Bianca. "Apa yang kamu lakukan itu tidak bisa dimaafkan,"
"Raz, aku lakuin itu—"
"Kenapa? Aku sudah berusaha jaga kamu dengan baik. Ngelihat kamu bersetubuh dengan Rasya itu sangat menjijikkan. Kamu tahu, aku ngelihat kamu itu seperti seorang perempuan murahan. Berapa kali kamu lakuinnya sama Rasya?"
Bianca menunduk dan menangis, tapi Faraz tidak menyerah. Kemudian dia mengguncang pundak Bianca. "Jawab aku, Bianca!" Faraz sepertinya sudah habis kesabaran karena selama ini dia yang disalahkan atas batalnya pernikahan itu. Dia tidak mungkin menceritakan mengenai dia yang patah hati karena melihat Bianca tidur dengan Rasya. "Satu kali?"
Bianca menggeleng, "Raz, dengerin aku dulu!"
"Bianca, aku tanya sekali lagi. Sudah berapa kali?"
Bianca justru menangis, tapi dia tidak akan pernah iba melihat perempuan itu menangis. Jika dulu dia menjaga air mata Bianca agar tidak jatuh. Tapi sekarang ini dia tidak peduli lagi dengan air mata yang diteteskan oleh Bianca. "Kumohon, aku tanya sama kamu. Berapa kali, Bianca? Kamu nggak tahu gimana sakitnya aku ngelihat orang yang aku sayang kayak gitu sama saudaraku sendiri,"
"Raz, aku tahu kalau aku salah,"
"Kamu sadar kalau kamu salah tapi kenapa kamu tega lakuin ini sama aku? Pernah nggak sih kamu mikir gimana sakitnya perasaan aku?"
"Aku sudah minta maaf,"
Faraz menjauhkan dirinya dari Bianca karena mengingat bahwa dia memiliki janji dengan Sarah. "Kesalahan kamu nggak bisa aku maafin, Bianca. Alangkah lebih baiknya kamu ngaku ke orang tua kamu biar Rasya nikahin kamu. Karena nggak baik kalau kamu sudah terlanjur melakukannya justru Rasya nggak mau nikahin kamu. Kamu tahu sendiri sampai dia seusia segitu dia nggak mau nikah karena sering main perempuan. Aku nggak mau jelek-jelekin saudara sendiri, tapi aku lagi berusaha buat kamu sadar. Nggak semua laki-laki mau nerima perempuan yang pernah dijamah," Faraz tersenyum kepada Bianca. Tapi hatinya terasa begitu berantakan.
"Aku marah sama dia, dan kami nggak saling tegur,"
"Jangan konyol Bianca, karena dia sudah sentuh kamu, dan seperti yang aku bilang tadi kalau kamu nggak bakalan pernah dapat kesempatan dari aku. Mungkin iya aku bisa maafin, tapi tidak untuk sama-sama lagi,"
"Aku sama Rasya ketemu dua sampai tiga kali dalam seminggu. Aku yang kadang ke apartemen dia, dan dia juga selalu datang begitu kamu pulang antarin aku,"
Faraz yang hendak membuka pintu mobilnya berhenti begitu saja dan tersenyum sinis, "Sudah berapa lama kalian melakukan hubungan bodoh itu?" Faraz berbalik.
"Delapan bulan,"
Faraz memukul kaca mobilnya dan langsung mendekati Bianca. "Selama delapan bulan kamu khianati aku sama Rasya?"
"Ini karena kenyamanan, Raz. Kamu selalu sibuk, kamu yang nggak pernah ada waktu. Aku sama Rasya udah dekat dari dulu. Tapi kami jadian delapan bulan lalu,"
"Rasya yang pertama sentuh kamu?" Faraz menatap Bianca dengan tatapan jijiknya.
"Iya, dia yang pertama,"
"Kamu konyol. Terus untuk apa kamu mau nikah sama aku?"
"Karena aku sayang sama kamu, Faraz,"
"Alasan yang nggak masuk akal, Bianca. Bagaimana mungkin aku tetap menikahi kamu, sedangkan kamu adalah perempuan yang sudah pernah dijamah oleh Rasya. Bayangin kamu bercinta sama Rasya aja udah sakit buat aku, Bianca. Bagaimana mungkin aku bisa lanjutin ini sama kamu. Pakai otak kamu sebelum kamu bertindak, dan Rasya udah rusak kamu. Kalian sudah melakukan hubungan suami istri yang seharusnya nggak kalian lakuin karena kamu nggak tahu apa-apa tentang Rasya. Dia pria yang nggak pernah puas dengan satu perempuan. Setiap kalian bertemu dua atau tiga kali dalam satu minggu itu kamu kasih dia jatah?" rasanya kali ini Faraz benar-benar dipermainkan oleh kakak dan juga mantan tunangannya itu.
"Iya, dan aku nyesel. Waktu itu pertama kali ketika kita berantem. Tapi lama kelamaan Rasya terus ngajakin. Kalau nolak, dia bakalan bilang sama kamu,"
"Sebodoh itu kamu, Bianca. Itu kehormatan kamu, dan kamu sudah kasih semuanya ke Rasya dan sekarang minta pernikahan kita dilanjutkan? Pikir lagi, Bianca! Oke, kalau kamu memang mau lanjutkan pernikahan kita kalau kamu malu karena orang tua kamu juga sangat malu dengan kejadian ini. Tapi, satu hal yang nggak bisa kamu larang dari aku. Yaitu kamu bakalan lihat dengan sendiri juga aku bakalan bawa perempuan, ah tidak lebih tepatnya seorang istri kedua yang bakalan kamu lihat di depan mata kamu sendiri,"
"Raz, please!!"
"Iya, aku memang maafin. Tapi seperti yang aku bilang tadi. Aku bakalan nikah sama kamu, tanpa ada sentuhan apa pun. Karena nggak mungkin aku sentuh kamu sama sekali. Jangan mimpi, dan kamu jangan larang aku nikah lagi,"
"Kamu tega," Bianca menangis dan memukul d**a Faraz.
Faraz memegang tangan Bianca dan menjauhkan perempuan itu dari hadapannya. "Kamu bahkan bertingkah gila, Bianca. Harusnya kamu pikirkan hal itu sebelum kamu minta aku untuk nikahin kamu. Sekarang kamu boleh pergi dari hadapan aku! Aku bakalan ngomong sama Mama dan juga Papa. Aku juga bakalan ngomongin pernikahan kamu sama Rasya. Jadi tenang aja, kalau kamu ngotot nikah sama aku. Lihat saja! Kamu nggak bakalan bahagia, jadi nikah sama Rasya yang di mana kamu bakalan bahagia karena dia yang sudah menghancurkan masa depan kamu. Aku, nggak bisa terima kamu, demi apapun. Justru aku ngerasa jijik, ngebayangin kamu yang sudah pernah disentuh sama Rasya, itu benar-benar membuatnya muak, Bianca. Aku jijik, berada di dekat kamu juga membuatku ingin muntah, puas?"
Faraz menjauhkan dirinya dari Bianca kemudian masuk ke dalam mobilnya dengan cara membanting pintu mobilnya dengan keras karena ia masih tersulut emosi.