Follow, sekaligus jangan lupa masukkin ke perpustakaan kalian, ya.
Begitu Faraz tiba di kafe yang telah diberitahukan oleh Sarah tempat mereka bertemu karena Sarah akan mengatakan hal penting yang entah barangkali mengenai perkembangan hotel atau hal yang lainnya. Sarah adalah perempuan yang paling dipercayanya untuk mengurus semuanya. Bukan hanya karena hotel. Tetapi dia juga mempercayakan kepada Sarah seorang perempuan yang pernah dia rusak waktu itu karena perbuatan bodohnya ketika mabuk.
Faraz keluar dari mobilnya dan melihat Sarah yang terlihat berekspresi tegang waktu itu dan dia langsung menghampiri perempuan yang duduk di meja pojok dekat dengan jendela. Faraz meninggalkan acara makan malam bersama dengan keluarga Bianca. Biarlah urusan itu Bianca dan juga keluarganya yang menyelesaikan. Dia sudah tidak ingin lagi membahas mengenai pernikahan, apalagi tentang semua yang menyangkut antara dirinya dan juga Bianca. Hatinya sudah terlalu dalam kecewa karena perbutan kedua manusia itu yang sudah menorehkan luka yang begitu dalam untuknya.
Faraz merasa dikhianati oleh kakaknya sendiri. Dia yang tidak percaya dengan hal itu bisa terjadi antara kekasih dan juga kakak kandungnya sendiri. Selama ini dia menjaga baik hubungannya dengan Bianca dan tidak pernah macam-macam. Bagaimana mungkin tiba-tiba Bianca melakukan hal itu dengan alasan Faraz yang tidak pernah ada waktu. Setidaknya Bianca harus bicara dulu dengannya, bukan justru bermain diebalakang Faraz dengan cara licik seperti yang dilakukannya dengan Rasya.
Ketika dia tiba disalah satu meja tempat Sarah menunggu, perempuan itu menyambutnya dengan senyuman. Sekalipun senyuman yang diperlihatkan oleh Sarah, tapi dari ekspresinya yang datar itu membuat Faraz mengerti, barangkali terjadi sesuatu yang belum bisa dibicarakan oleh Sarah karena harus menunggu waktu yang tepat dengan suasana hati Faraz. Perempuan yang bsia memahaminya dengan baik, maka dari itu dia tidak salah mempercayakan hotelnya kepada perempuan ini.
"Pak," panggilan Sarah pun terdengar sangat parau yang barangkali ini adalah kabar buruk yang akan didengar oleh Faraz. Karena dia juga sangat penasaran dengan apa yang akan dikatakan oleh Sarah. "Bapak jangan terkejut ya!"
Faraz menghela napas panjang, bersiap-siap mendengar kabar mengenai apa yang akan disampaikan oleh Sarah. "Memangnya kenapa?"
"Bapak harus segera tanggung jawab! Nila hamil,"
Faraz menarik-narik kerah kaosnya merasa gerah dan mengambil napas beberapa kali dengan kasar karena ucapan Sarah tadi sangat mengejutkannya. Suatu hal yang belum juga selesai, masalahnya dengan Nila, itu adalah masalah paling besar yang pernah dihadapi oleh Faraz.
"Kamu yakin?"
"Saya sudah ke rumah dia karena perintah kakaknya, jadi mau bagaimana sekarang? Apa Bapak bakalan tetap tanggung jawab?"
Faraz menarik gelas jus apel yang dipesankan oleh Sarah untuknya. "Bagaimana mungkin saya menghindar kalau sudah terlanjur seperti ini,"
"Tentang orang tua Bapak bagaimana?"
"Biar saya yang ngomong," Faraz berusaha meyakinkan. Karena dia tahu bahwa kejadian itu barngkali akan membuahkan hasil dari perbuatannya yang sudah sangat keterlaluan. Faraz sendiri mengakui itu adalah hal yang salah. Dia langsung bersandar pada sandaran kursi itu dan menatap Sarah yang masih terlihat tegang. "Sekarang apalagi yang kamu risaukan?" ucap Faraz dengan tenang. Karena dia bakalan tetap tanggung jawab kepada Nila yang sudah terlanjur mengandung anaknya.
Sarah sebenarnya ingin mengakhiri pembicaraan ini karena dia takut jika bosnya ini menolak tanggung jawab setelah tahu keadaan Nila yang tidak bisa bicara. Tapi apapun hasilnya nanti, dia harus bisa menerima dan akan tetap mengatakan jika Nila tidak bisa bicara kepada bosnya yang ada didepannya yang bahkan tanpa ada beban sedikitpun ketika Sarah jujur tentang Nila yang hamil.
Haruskah dia bicara? Itulah yang sedang menjadi beban pikirannya kali ini. Semua mengamuk dipikirannya, termasuk apakah dia harus jujur atau tidak.
"Ada yang menganggu pikiranmu? Hotel baik-baik saja?"
"Ja-jadi begini, Pak. Tentang Nila, dia nggak bisa ngomong?"
Faraz terkejut ketika mendengar penurutan Sarah. "Nggak bisa ngomong? Maksud kamu bisu?"
Sarah mengangguk dan langsung meminum jus yang ada di depannya untuk bersiap-siap mendengar ucapan Faraz nantinya. Karena bagaimanapun juga dia harus tetap menyampaikan kejadian yang sebenarnya, kecuali tentang Nila yang dulunya bisa bicara. Karena itu adalah pengecualian yang dimohon-mohonkan oleh Nila waktu itu. "Iya, Pak. Dia bisu,"
"Jangan bercanda Sarah? Kalau cuman sekadar hamil, saya bisa tanggung jawab. Tapi, punya istri bisu? Bagaimana saya bisa ngomong sama orang-orang?"
Ekspresi Sarah langsung terlihat panik, harusnya tadi dia membawa Arkan untuk memaksa Faraz tanggung jawab jika pria ini menolak untuk tanggung jawab tentang Nila yang tidak bisa bicara itu. "Ini udah diperjanjian Bapak mau tanggung jawab,"
"Tapi, bagaimana mungkin saya batal nikah sama Bianca terus tiba-tiba ditertawakan sama orang hanya karena milih nikahin perempuan bisu kayak dia?" ucap Faraz sambil tertawa geli dengan kenyataan itu. Tapi Sarah tidak akan pernah menyerah mengenai tanggung jawab itu. Bagaimanapun juga bosnya harus tanggung jawab kepada Nila dan harus menikah dengan perempuan itu. Karena anak Faraz sudah terlanjur tumbuh di dalam perut Nila.
"Saya nggak peduli dengan pandangan orang lain terhadap Bapak. Perjanjiannya adalah Bapak sudah sanggup tanggung jawab sama dia, Bapak sendiri yang ngomong tadi," tegas Sarah. Sebenarnya dia juga sudah merekam pembicaraan mereka berdua jika suatu waktu Faraz menolak untuk menikahi Nila. Itu semua sudah dia persiapkan. Andai Faraz menolak itu.
"Sarah saya nggak bisa,"
"Pak, ini karena Bapak memperkosa dia ya. Kalau seandainya dia lapor polisi bagaimana?"
"Oke, saya sadar kalau saya memang perkosa dia. Tapi nggak gini juga kan?"
Sarah tersenyum ketika pengakuan Faraz seperti itu, berarti dia dengan mudahnya mengancam Faraz nanti ketika pria itu tidak mau bertanggung jawab. "Pak, bukannya saya nggak mau bantu atau apapun itu, tapi Bapak juga harus ingat dong kalau itu adalah darah daging Bapak sendiri, mengenai Bapak yang batal nikah sama pacar Bapak itu urusan Bapak, jadi yang saya mintai tanggung jawab di sini adalah untuk Nila, bukan untuk Bianca itu. Jadi, saya minta tolong dengan sangat, Bapak harus tetap nikahi Nila,"
"Nggak bisa, orang tua saya mana mungkin terima dia,"
"Oke, kalau memang Bapak nggak mau tanggung jawab. Biar saya datangi Ayah anda,"
Faraz tetap tertawa sinis, "Silakan lakukan, bagaimana nanti saya bisa jelaskan sama orang tua saya dengan kejadian ini? Kita bicara seperti atasan dan bawahan ya. Di sini saya adalah bos kamu,"
"Saya rela kehilangan pekerjaan, Pak. Daripada saya harus buang orang karena kesalahan Bapak,"
"Terserah,"
"Bapak nggak mau tanggung jawab?"
Faraz menggeleng, "Nggak,"
"Bapak punya perasaan kan?"
"Sarah, mau taruh di mana harga diri saya sih? Mana mungkin saya menikahi perempuan bisu? Kamu aneh-aneh saja,"
'Yang buat dia bisu itu adalah Bapak' ucap Sarah di dalam hatinya. Sengaja Sarah merekam agar dia dengan leluasa datang kepada Ayah Faraz nanti untuk menjelaskan semuanya. Karena jika orang tuanya yang bicaran. Tidak mungkin Faraz akan melawan. Sarah tahu Ayah Faraz itu adalah orang yang paling baik. Bahkan dia juga tidak pernah menyangka jika Faraz akan melakukan hal bodoh seperti yang membuat Sarah kesal.
Faraz beranjak dari tempat duduknya. "Saya pergi,"
"Bapak serius nggak mau tanggung jawab?"
"Silakan datang ke orang tua saya kalau mereka percaya, karena mereka bukan orang tua yang mudah terpengaruh tanpa bukti. Jadi kamu mau apa aja terserah. Intinya saya nggak mungkin batal nikah dan milih perempuan bisu. Yang benar saja kamu."
Sarah menundukkan kepalanya ketika mendengar Faraz bicara seperti itu. Siapa yang mau menjadi bisu? Siapa juga yang mau hamil diluar nikah apalagi karena diperkosa. Sungguh, itu adalah hal yang membuat Sarah miris dan kesal karena seharusnya bosnya tidak melakukan hal bodoh itu. Tapi justru Faraz menghindar tidak mau bertanggung jawab.