Ada yang bilang bahwa pernikahan merupakan salah satu hal yang pasti dilakukan oleh manusia. Entah menikah di usia muda ataupun di lanjut usia, ada yang melakukannya satu kali, dan ada pula yang lebih.
Kenakalan remaja memang memang luar biasa. Banyak hal yang ingin kita coba dimasa itu, rasa ingin tahu menggebu begitu dalam dari hati. Lingkungan yang mendukung menjadikan keinginan terwujud.
Terjerumus di kelab malam di usia masih sangat muda, minuman alkohol, narkoba, wanita. Seolah ketiga hal itu tidak bisa dipisahkan dari tempat penuh maksiat itu, menjadikan anak muda semakin leluasa melampiaskan nafsu yang menggebu di d**a. Kenikmatan semalam mengakibatkan tanggungan seumur hidup.
Mark muda saat itu terlalu stres hingga ingin berniat mengakhiri hidup. Mengamuk bagaikan hewan liar karena mendapati dia telah menghamili salah satu perempuan di klub malam tersebut. Rasa takut, marah, kecewa berkumpul menjadi satu. Anak pertama dari pemilik perusahaan ponsel ternama itu kalut, tidak tahu harus berbuat apa. Haruskah dia membunuh kedua orang itu? Lagipula bukan dia yang salah.
“Pak.”
Lamunannya buyar, matanya menatap datar sang bawahan yang tidak lain dan tidak bukan adalah sekretarisnya. “Ada apa?”
“Sepuluh menit lagi rapat dimulai Pak.”
“Ya, saya akan kesana.”
Jawaban singkat dari sang bos membuat perempuan cantik yang selalu menyanggul rambutnya di atas itu berdecak pelan. Sudah lebih dari 2 tahun dia bekerja disini, dan tida ada perubahan berarti dari sang bos. Jadwal yang selalu berubah-ubah, bolos kerja kapanpun dia mau, dan jangan lupakan kejadian saat rapat dengan rekan kerja dari China, bosnya itu dengan seenak hati membatalkan karena alasan sang anak ingin berlibur ke Sydney.
Perempuan bernama Hera itu menghela nafas.
“Kalau gajinya nggak tinggi, udah resign gue dari tahun kemarin.”
Ya benar, Hera bertahan karena gaji yang besar dan bonus dadakan dari sang bos yang sedang dalam mood baik. Bukan rahasia umum di kantor ini jika sang bos sudah memiliki anak, tapi hanya dia dan orang-orang terdekat yang mengetahui hubungan renggang antara ayah dan anak itu.
“Selamat siang Pak.”
“Mari Pak.”
Sapaan halus dari para pegawai hanya ditanggapi dengan anggukan kecil. Kakinya melangkah lurus ke arah ruang rapat, tidak sengaja matanya menatap perempuan berhijab panjang yang sedang beragumen dengan perempuan lain. Memang di gedung ini sudah banyak pegawainya yang memakai hijab, tetapi baru ini dia mengetahui bahwa ada yang memakai hijab sepanjang p****t. Dia ingin bekerja atau ingin mengaji?
Kakinya melangkah mendekati perempuan itu, tetapi dengan cepat sang sekretaris menghalangi jalannya dan memohon agar segera datang ke ruang rapat.
“Saya mohon Pak, langsung ke ruang rapat. Semuanya sudah menunggu,” ucap Hera dengan menangkupkan kedua telapak tangan di depan d**a.
Mark berdecak pelan, kenapa perempuan ini begitu cerewet?
Baiklah, dia akan mencarinya nanti.
“Dia bagian mana?” tanya Mark dengan dagu menunjuk ke arah perempuan berhijab tadi. Hera mengikuti pandangan.
“Saya tidak tahu Pak, tetapi nanti setelah rapat ini saya akan cari tahu.”
Hera mengenal sekali tabiat sang atasan, setelah ini dia akan kembali mendapat tugas tambahan sebagi detektif. Memang inilah hidup, semua dilakukan dengan peluh keringat yang menetes.
Rapat berjalan dengan lancar, walaupun ada sedikit cacian dari sang bos karena presentasi terlalu kaku, tidak ada pencerahan yang bagus. Hingga pakaian sang bawahan pun dia beri komentar.
“Makan siang Pak.”
Mark menatap remeh Hera, benarkah dia memakan makanan ini?
Hera yang paham tatapan sang atasan akhirnya berbicara. “Makanan sudah dipesan pas Pak, dan untuk pegawai yang bapak tanya tadi, dia bukan pegawai. Dia pemilik katering baru kita, karena yang lama telah tutup usia.”
Mark hanya menganggukkan kepala, bahkan dia tidak tahu bahwa makanan yang selalu dipesannya di kantor ini adalah katering. Lalu untuk apa kantin di lantai bawah itu?
“Ini Pak.”
Hera kembali menyerahkan sesuatu yang membuka Mark menghentikan kegiatan dengan sang ponsel. “Kau ingin mengundurkan diri?” tanya Mark menatap surat di depannya.
Hera menggeleng dengan cepat. “Bukan Pak, bukan. Saya mengambil cuti saya selama setahun ini, besok saya menikah. Ada undangan buat Bapak, syukur Bapak mau datang ke pernikahan saya,” Hera menyodorkan undangan, “Bapak tenang aja karena selama seminggu ke depan tidak ada acara penting di jadwal Bapak.”
Mark menganggukkan kepala, tidak dia sangka bahwa Hera akan melangkahinya.
Melihat sang atasan yang hanya diam, membuat suasana canggung. “Baik Pak saya permisi.”
“Hera.”
Sang sekretaris menghentikan langkah dan berbalik. “Iya Pak?”
“Selamat.”
Hera hanya menganggukkan kepala pelan. Tidak menyangka sang atasan akan mengucapkan selamat kepadanya, benarkah sang bos yang terkenal tak acuh terhadap orang itu memberikannya ucapan selamat?
Ah entahlah, rambutnya bisa memutih jika memikirkan sang bos.
Sedangkan Mark menatap undangan tersebut dengan iri. Kapan dia akan menyusulnya? Kapan sang anak mendapatkan sosok sang ibu?
Menghela nafas pelan, tangannya perlahan membuka kotak makan dan mulai menelitinya. Dari penampilannya cukup bagus, lauk di tata dengan rapi dan seperti higienis. Karena perut juga lapar, dengan sedikit nasi dan lauk Mark mulai menyuapkan ke mulutnya.
“Not bad.”
Bohong. Bibir dan hatinya tidak berbicara sama. Dia akui bahwa makanan ini sangat lezat dengan bahan yang pas. Tidak terlalu berat dan tidak terlalu ringan, memang lidahnya belum terbiasa dengan makanan rempah khas Indonesia. Tetapi ketika memakan ini, seolah lidahnya menerima.
Dahinya terlipat ke dalam mengingat siapa yang membuat makanan ini. Tidak terlalu jelas, tetapi yang dia tahu bahwa sang pemilik katering masih muda dan cantik. Siluet tubuhnya masih terlintas jelas. Dengan hijab panjang berwarna merah muda dan kacamata putih yang bertengger cantik di hidung mancungnya.
Ah, kenapa dia memikirkan seorang perempuan tadi?