Hidup di Dalam Kematian

1498 Kata
"Kau tidak perlu menatap kami seperti itu! Jaga matamu agar tidak membuat Rosy ketakutan!" Moris menyeret Sella ke arah ruangan tengah, agar Rosy bisa nyaman memakai lagi pakaiannya. Dia tidak akan membuat perempuan berwajah cantik dan terawat itu tersakiti oleh istrinya. Mau bagaimanapun, Rosy telah memenuhi kebutuhannya sebagai laki-laki yang memiliki fantasi liar dalam urusan ranjang. Sangat berbeda dengan Sella, yang baginya terlalu kalem dan membosankan. Dia tetap akan melindungi sahabat istrinya itu, meskipun artinya harus berhadapan dengan Sella. "Lepaskan, sakit! Ini rumahku!" teriak Sella, merasa sangat kesakitan saat tangannya dicengkeram Moris. Pria itu sama sekali tidak memikirkan, yang dilakukannya sangat melukai Sella lahir dan batin. Moris menghempaskan Sella ke lantai, Dia memberikan tatapan tajam pada perempuan yang telah dia nikahi selama tiga tahun itu sambil berdiri bersedekap tangan. "Kenapa kalian tega melakukan ini padaku? Apa salahku pada kalian?" raung Sella dalam tangisan. Sella tidak menyangka, pria itu benar-benar berbeda dengan Moris yang dikenalnya selama sepuluh tahun ini. Kini, suami yang berdiri angkuh di hadapannya tidak ubahnya hanya manusia kotor—yang tertangkap basah sedang berselingkuh dengan sahabat baiknya. "Kenapa kau tidak mati saja tanpa membuat kegaduhan?" ucap Moris, berhasil membuat Sella tercenung. Bahkan, satu kali pun dia tidak pernah membayangkan suaminya akan berkata seperti itu padanya. Apalagi, di depan sahabatnya yang kini telah selesai berganti pakaian. Ditatapnya dua orang yang kini berdiri menjulang di hadapannya. Rosy hanya diam, Sella sendiri tidak paham apa yang sebenarnya dipikirkan Rosy, sampai tega menjalin hubungan gelap dengan suaminya. "Kukira kita teman baik, Ros. Tapi, ternyata ...," lirih Sella, sambil mengusap dadanya yang mulai terasa sesak. "Kita selamanya teman baik. Aku menjaga dan membantu memenuhi kebutuhan suamimu, selagi kau sakit. Seharusnya kau berterima kasih padaku, Sella. Bukan malah menghardikku," ujar Rosy, menundukkan tubuhnya hingga menyamai Sella yang bersimpuh di lantai. "Aku harus berterima kasih pada perempuan murahan yang tega berselingkuh dengan suamiku dan berencana untuk mencelakaiku, Ros?" Sella menatap sinis, lalu meludah ke arah keduanya. Moris berjingkat menjauh, tetapi ludah semerah darah itu tetap saja mengenai kakinya. Tindakan itu pun membuatnya murka. "Kau sangat menjijikkan!" bentak Moris. Pria itu bereaksi keras dengan menampar pipi Sella, hingga menyebabkan perempuan itu terjerembab ke lantai. "Rasakan itu!" seru Rosy sambil tertawa. "Kenapa kau tidak mati saja! Hah!" Moris belum merasa puas. Dia menjambak penutup kepala Sella hingga menyebabkan rambutnya yang rontok terburai ke mana-mana. Buru-buru Rosy bangun lalu menarik tangan Moris agar tidak sampai terlalu jauh melukai Sella. Dia merasa cukup cemas dengan pertengkaran itu. "Cukup, Sayang. Dia sudah sekarat. Jangan mengotori tanganmu." Rosy memeluk tubuh Moris lalu membawanya mundur beberapa langkah. Wajah Moris masih menandakan emosi. Namun, dia membenarkan apa yang dikatakan Rosy. "Aku tidak akan membiarkan kalian lolos begitu saja," ancam Sella dengan tatapan menakutkan. Dia berusaha untuk bangun, meskipun dengan susah payah. Tangannya tergerak untuk berpegangan pada kursi lalu menopang dengan kakinya sendiri, setelah dirasa telah kuat berdiri. "Apa yang akan kau lakukan?" Moris menampakkan wajah remeh. "Kau pikir, perusahaan sebesar Megah Immortal akan tetap memperkerjakan karyawan yang memiliki skandal affair?" Sella tersenyum lebar, menatap wajah Rosy yang memerah karena kaget. "Kau tidak boleh melakukan itu! Ini bukan salahku, tapi suamimu yang telah menggodaku!" kilah Rosy, mengibaskan tangannya karena panik. Dia tidak ingin ancaman Sella benar-benar merusak reputasinya dan menyebabkan kariernya hancur. "Aku akan menghancurkan kalian!" Sella mengatakannya seraya berjalan maju lalu mulai mengeluarkan ponselnya dari dalam saku. "Kau mau apa!" Moris dan Rosy menatap Sella panik. Apalagi setelah mengetahui bahwa Sella memiliki bukti rekaman percakapan mereka tentang rencana kotor dan juga pergulatan panas mereka di atas ranjang. "Apa yang akan mereka katakan, kalau melihat video ini di grup perusahaan?" Sella lagi-lagi tersenyum, merekahkan bibirnya yang kering karena efek kemoterapi yang dijalaninya. "Kau tidak boleh melakukan itu padaku!" Rosy mencoba untuk merebut ponsel itu dari tangan Sella. Namun, gerakannya ternyata tidak secepat Sella mengamankan kembali smartphone itu. "Sayang, kita tidak boleh membiarkan perempuan sekarat ini menghancurkan karierku!" Rosy menarik tangan Moris agar segera melakukan sesuatu, untuk menghentikan niat Sella menyebarkan video itu. Kepanikan yang melanda Rosy pun membangkitkan diri Moris untuk merebut benda itu dari tangan Sella. Rosy benar, pikir Moris kalut. Sella tidak boleh menggagalkan rencananya kalau sampai videonya tersebar, apalagi Rosy sampai dipecat dan menjadi pengangguran seperti dirinya. Moris menyambar lengan Sella, menarik ponsel itu dari tangannya lalu mendorong perempuan itu bagaikan seonggok sampah tidak berguna. Akibat tindakannya itu, Sella pun oleng. Tubuhnya terpelanting, kepalanya terantuk sudut kabinet. Darah mengucur dari belakang kepalanya pun membuatnya panik. Sella mulai merasa matanya berkunang-kunang. Demi menjaga keseimbangannya agar tidak terjatuh, ia meraih apa saja di sekitarnya untuk dijadikan pegangan. Namun, naas. Tangan Sella hanya berhasil menyambar kabel tv besar yang bergelantung. Karena tidak kuat menahan beban tubuhnya, benda berbahan kaca tersebut malah ikut terbawa jatuh bersamaan dengan tubuh Sella yang limbung dan berakhir menimpa kepalanya. Pecahan kaca berhamburan. Darah pun terlihat mulai menggenang di sekitarnya. Moris dan Rosy hanya bisa melihat kejadian itu dengan mulut ternganga, menatap tubuh Sella yang tergeletak bersimbah darah. "B-bagaimana ini?" Rosy ketakutan. Tangannya terlihat gemetaran. Moris segera memeluk tubuh itu dengan tatapan sama terkejutnya. Tangannya juga gemetar, saat menyadari telah melakukan kekacauan lebih dari yang dibayangkan. "Kita akan pura-pura tidak tahu. Semua orang akan mengira kalau Sella terjatuh pingsan setelah terpeleset dan kepalanya membentur meja," ucap Moris mencoba menenangkan Rosy. Perempuan itu mengangguk, meski hatinya masih belum bisa mempercayai ucapan Moris. Sella merasakan pandangannya mulai kabur. Menatap kedua orang yang mengkhianatinya dengan kebencian yang membuncah. Tubuhnya melemah, sama sekali tidak bisa bergerak, hingga akhirnya kesadarannya hilang dan memaksanya untuk menutup mata. *** Sella merasa kepalanya pening. Kesadarannya mulai kembali, itu ditandai dengan adanya seberkas cahaya saat dia mulai membuka mata. Dia merasa letih luar biasa, seolah baru terbangun dari mimpi buruk. Tapi, dia yakin bukan karena itu. Dia merasakan sakit hati hingga ingin sekali menangis. "Heih, Sella! Kenapa kau diam aja?" Lambaian tangan yang berada tepat di depan mata membuat perempuan itu memundurkan wajah. Dia heran saat menyadari rasa sakit pada kepalanya mulai berangsur-angsur menghilang. Dirabanya rambut bagian belakang, di mana beberapa saat lalu terasa sangat menyakitkan. Sella tidak menemukan jejak darah sedikit pun pada telapak tangannya. "Ini aneh," gumamnya sambil mengedip-edip. "Apanya yang aneh? Kau sebenarnya mendengar aku bicara atau tidak, sih?" tegur seorang laki-laki sambil memegang pundaknya. Setelah sadar siapa yang kini bersamanya. Pria menjijikkan yang telah berselingkuh dengan sahabatnya. Dilandasi kemarahan yang masih menyeruak mencapai ubun-ubun, Sella segera menjambak laki-laki itu dengan sekuat tenaga, lalu menghempaskannya pada dinding. "Dasar laki-laki tidak tahu diri!" hardiknya kesal, berusaha untuk meraih rambut pria itu lagi demi bisa membalas rasa sakit hati. "Kau ini apa-apaan, Sell! Kenapa malah menyerangku!" Moris berlari menghindar, melewati beberapa rekan kantornya yang hilir mudik di lorong samping kubikel. Dia tidak menyangka, perempuan yang menjadi kekasihnya itu akan bertindak sebrutal ini. Padahal dia hanya menginginkan jam tangan mewah sebagai hadiah, saat ulang tahun jadian, yang akan mereka rayakan Minggu depan. "Sini! Dasar tukang selingkuh!" teriak Sella, mencoba untuk mengejar Moris. Dia akan mencabik-cabiknya kalau perlu. Napas Moris dibuat ngos-ngosan karena mengindari kejaran. Tepat saat itu, Rosy muncul dari dalam ruangan. Dia melihat kedatangan Sella dan berniat untuk mempertanyakan, kenapa tiba-tiba menyerang Moris seperti itu. "Sella, kau ini kenapa?" cegah Rosy, saat melihat Sella hendak menyerang lagi rambut Moris. Namun, tatapan Rosy menciut saat melihat aura kelam pada diri Sella. "Minggir, dasar perempuan murahan!" Sella menghardik sambil mendorong perempuan itu hingga terjengkang ke lantai. Tentu saja, tindakan itu membuat semua orang terkesiap, menganggap ada sesuatu antara Rosy dan Moris. Keduanya segera berdeham, saat menyadari mendapat tatapan menuduh dari para rekan kerjanya. Kegaduhan yang disebabkan Sella dan Moris membuat seluruh staff kantor meninggalkan kubikel tempat mereka mengerjakan tugas, demi bisa menonton pertunjukan drama antar kekasih tersebut. "Ada apa ini? Kenapa kalian ribut-ribut!" Suara khas kepala divisi membuat semua orang menoleh, tidak terkecuali Sella dan Moris. Keduanya menatap pria berperawakan tinggi, ramping dan tampan yang baru datang. Tepat dari arah belakang, pantulan dari dinding kaca, memperlihatkan postur tubuhnya yang berhasil memukau kaum hawa yang bekerja di sana. Sella sempat tertegun, tetapi bukan pria itu yang berhasil membuatnya terpukau. Namun, justru pantulan bayangan yang memperlihatkan dirinya dan Moris. Sella merasakan sebuah keanehan yang nyata. "Tunggu dulu, bukankah aku sedang sakit?" gumamnya heran. Sella segera mengalihkan pandangan ke arah konter yang terpajang sebuah kalender. "Tidak mungkin aku hidup lagi dan kenapa aku bisa di sini," batinnya lagi, tampak menunjukkan raut kebingungan. Gelagat aneh yang ditunjukkan Sella saat menghampiri meja, lalu memperhatikan tanggal, bulan, dan tahun membuat perempuan berusia tiga puluh tiga tahun itu menjadi tontonan. "Sembilan Maret dua ribu empat belas," sebut Sella dengan wajah kaget. Ditatapnya jemari tangannya yang masih lentik, kulitnya pun terasa sangat kenyal dan segar. Apalagi saat memastikan bahwa tubuhnya berisi dan terkesan seksi, bibir Sella menampakkan senyuman bangga. "Apa aku telah kembali sepuluh tahun lebih muda?" gumamnya diiringi tatapan aneh dari seluruh rekan kerjanya. "Apa kau sudah selesai bertingkah aneh!" sentak ketua divisinya sambil berkacak pinggang. Sella menatapnya sambil mengernyitkan dahi, mencoba mengenali siapa sebenarnya pria itu. "Moris dan kau." Jemari pria itu menjentik dari arah Moris lalu bergerak ke arahnya. "Masuk ke ruanganku sekarang!"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN