bc

Kubiarkan Kau Menikahi Sahabatku

book_age18+
154
IKUTI
3.5K
BACA
HE
drama
rebirth/reborn
like
intro-logo
Uraian

Marsella Hare rela membiarkan sang kekasih menikahi sahabatnya sendiri.Terdapat misi besar kenapa dia melakukan tindakan itu.Apa dan mengapa?Temukan jawaban selengkapnya dengan terus membaca kisah ini.

chap-preview
Pratinjau gratis
Bab 1 Terkuak Rahasia
"Aku ikut prihatin, ternyata hasilnya lebih buruk dari yang aku perkirakan sebelumnya. Kau harus menjalani perawatan secara intensif. Karena ... bila ditangani secara tidak tepat, rata-rata pasien hanya sanggup bertahan sampai lima bulan saja." Sella mengingat dengan jelas, ucapan dokter yang menganalisa hasil pemeriksaan terbaru miliknya. Setelah beberapa hari dirawat di rumah sakit, hari ini Sella memutuskan untuk menyerah dan pulang. Dia merasa tidak sanggup, kalau harus membiayai tagihan rumah sakit sendirian. Ironisnya, suaminya juga tidak kunjung datang untuk menjenguk. Saat ini dia duduk di bangku sebuah halte bus dengan tatapan nanar. Membayangkan lebih dari sepuluh tahun dia bekerja keras demi bisa mewujudkan mimpi-mimpi. Selama itu pula Sella mengabaikan kesehatannya. Itulah kenapa, setelah pingsan dan muntah darah, barulah dia serius memeriksakan diri ke rumah sakit. Walaupun sejak kecil hidup serba kekurangan, Sella tidak pernah berkecil hati. Namun, secarik kertas yang kini berada dalam pangkuannya lah, yang justru berhasil membuat semangatnya hancur lebur. "Kami akan terus memantau perkembangan sel kanker yang menyerang organ liver-mu. Selebihnya, kau harus melakukan serangkaian kemoterapi dan apabila keadaanmu terus memburuk, maka jalan satu-satunya harus dilakukan operasi pencangkokan." "Baik, akan saya pikirkan dengan baik, semua opsi yang disarankan," jawab Sella saat itu. Sella menengadahkan wajahnya ke arah langit. Bahkan, selama ini dia tidak pernah menyalahkan Tuhan, atas takdir hidup yang dia jalani. Rasanya hampir gila menghadapi keadaan seperti ini. Meskipun statusnya sudah bersuami, Sella tetap menanggung semua biaya hidupnya seorang diri. "Harusnya aku tidak menikah saja. Apa pun yang aku hadapi, nyatanya tidak membuatnya bersimpati dan mendukungku agar tetap bertahan hidup," batin Sella sedih mengingat sifat apatis suaminya. Air matanya meleleh, bersamaan rintik hujan yang mulai turun membasahi jalanan di sekitarnya. Setelah bosan menunggu Bus yang tidak kunjung datang, Anna memilih berjalan kaki, biarpun tubuhnya sangat lemah dan kemungkinan juga akan kedinginan. Baru saja berjalan selama lima menit, Sella merasa sudah kepayahan. Usianya memang baru menginjak tiga puluh tiga tahun, tetapi sel kanker yang menggerogoti, membuat tenaganya kini tak ubahnya seperti nenek berumur delapan puluhan. "Impianku memiliki anak yang lucu, apakah itu terlalu muluk, Tuhan?" gumamnya diiringi senyuman getir. Pernikahannya dengan Moris sudah menginjak tahun ketiga, tetapi belum juga dikaruniai anak. Kaki Sella sedikit tersandung, pandangannya pun tiba-tiba gelap. Dia memilih segera jongkok untuk menyeimbangkan diri, tetapi akhirnya jatuh pingsan. *** Sella mengerjapkan mata. Merasa bingung saat menyadari dirinya sudah terbaring di dalam mobil. Terlihat seorang pria sedang membelakanginya, duduk di depan setir kemudi. "Baguslah kau sudah siuman. Katakan di mana rumahmu. Aku akan mengantarmu pulang." Bila mengingat tadi sempat berjalan jauh dari halte. Sella yakin dia pingsan di jalanan. "Apa kau yang sudah membantuku?" tanya Sella, seraya menggerakkan tubuhnya, memaksakan diri untuk duduk. Dia menempelkan kepalanya pada sandaran kursi karena masih terasa sedikit pusing. "Hm. Aku tadi melihatmu tergeletak di pinggir jalan. Di mana rumahmu?" tanya pria berusia enam puluhan—yang menolong Sella itu, tanpa menoleh. Dia hanya mengamati perempuan itu dari spion dalam. Mobil dengan interior nyaman, harum, dan bersih membuat Sella tidak begitu memperhatikan wajah pria itu. Kesehatan yang buruk telah membuat tenaganya lemah tidak berdaya. "Aku mohon diantarkan ke Jl. Garda Evening 04, Pak." Sella menjawab seraya memejamkan mata. Dia bisa merasakan mobil yang ditumpanginya mulai melaju. Perutnya mulai terasa berdenyut lagi, menusuk-nusuk dan menjalar sampai ulu hati. Setiap kali itu terjadi, dia merasa paru-parunya tidak mampu bernapas lagi. Sella membuka mata saat sakitnya mulai mereda, memandang pohon-pohon cemara di sekitar jalan yang mereka lalui. "Tenanglah, Nak. Aku yakin kau akan baik-baik saja." Pria itu memberhentikan mobilnya di perempatan jalan dan Sella segera mengenali tempat itu sebagai kawasan dekat rumahnya. Dia segera turun lalu mendekat pada sopir kendaraan yang ditumpanginya. "Aku ucapkan terima kasih banyak atas kebaikannya, Pak," ucap Sella sambil menundukkan kepala. "T-tapi, aku hanya memiliki uang segini untuk—" Kepala Sella semakin tertunduk saat menyerahkan uang senilai lima belas ribu, yang sedianya akan dia gunakan untuk membayar ongkos bus. "Tidak apa, ambil uang itu untuk keperluanmu yang lain. Pulanglah." Pria itu tersenyum tulus kepada Sella, seolah-olah telah mengenalnya begitu dekat. "Terima kasih." Sella membalas senyuman itu dengan penuh rasa bersalah. Mobil itu pun segera melaju, meninggalkan Sella sendirian di perempatan jalan. Sella melanjutkan perjalanan ke rumah. Berjalan perlahan sambil membuka pintu rumah. Dia mengira suaminya pergi keluar. Setelah meneguk satu gelas air, dia berniat ke kamarnya untuk beristirahat. Namun, langkahnya terhenti seketika begitu matanya melihat sepatu perempuan di depan pintu—yang dibiarkan terbuka separuh. Jantung Sella berdebar tidak karuan. Napasnya tiba-tiba sesak saat menyadari suaminya telah tega memasukkan perempuan lain ke dalam kamar. Sella hanya bisa diam terpaku, tidak percaya melihat adegan mesra di depan matanya. Apalagi, perempuan itu tidak lain adalah sahabatnya sendiri, Rosy. "Kau yakin, sebentar lagi dia akan mati?" tanya Rosy, berbincang dengan Moris disela-sela berbagi ciuman. Dari cara mereka berpakaian, Sella tahu hubungan mereka sudah di luar ambang batas toleransinya. "Iya, aku lihat rekam medisnya. Dia tidak akan bertahan sampai lima bulan. Jadi, kau tahu apa yang sedang aku rencanakan?" "Apa?" "Aku sudah mendaftarkan asuransi untuknya. Setelah dia mati nanti, kita bisa gunakan uang itu untuk menikah dan membeli rumah yang mewah," ujar Moris, seraya menaiki tubuh Rosy, mendekap erat tubuh seksi itu dalam pelukannya. "Aih, kau nakal!" Rosy terkekeh, sangat senang dengan ide gila yang Moris pikirkan untuk masa depan mereka. Moris mengecup leher mulus Rosy. Menggigit kecil hingga membuat perempuan itu menggelinjang kegelian. Sella hanya bisa mengepalkan tangannya erat-erat, menahan emosi yang hampir meledak. "Kalau dia tidak segera mati bagaimana? Lima bulan itu terlalu lama, Sayang?" Rosy bertanya dengan suara sangat manja. Sama sekali, tidak pernah terpikirkan Sella, sahabatnya bisa bertingkah seperti seorang perempuan murahan. "Kau ada ide? Jujur saja, aku juga sudah muak melihatnya sakit-sakitan." "Aku akan mencabut selang oksigen yang berada di tubuhnya, kalau kelak dia sudah mulai sekarat," jawab Rosy dan itu berhasil membuat Moris tertawa. Brak! Sella menggebrak pintu hingga membentur keras pada dinding. Wajah tirusnya menampakkan semburat kuning pucat kemerahan. Emosinya sudah tidak terbendung lagi. Rasanya sangat syok melihat dua orang yang dia sayangi telah melakukan pengkhianatan seperti itu. Buru-buru Moris dan Rosy turun bersamaan dari ranjang. Mereka kaget setengah mati dengan kemunculan Sella yang tiba-tiba. "K-kau sudah pulang?" Moris mencoba melindungi Rosy di belakangnya. Perempuan itu berusaha menjumputi lagi pakaiannya yang tercecer di lantai. "Kenapa? Tega sekali kalian berbuat hina seperti ini!" teriak Sella, seraya menarik foto pernikahan yang terpajang pada meja rias, lalu melemparkannya pada Moris dan Rosy. "Hentikan, Sella. Kau bisa melukai Rosy!" tegur Moris, pecahan bingkai foto itu memuncar ke mana-mana, begitu mengenai dinding di belakangnya. "Apa? Kau membela perempuan murahan itu?" Sella berjalan mendekat, hendak menarik rambut sahabatnya itu, tetapi tenaganya yang lemah hampir membuatnya ambruk. "Kalian bukan manusia!" jerit Sella, terisak-isak dalam tangisan. Hatinya sakit, bahkan bukan hanya siksaan kanker saja yang menjalarinya, tetapi sakit akibat pengkhianatan. "Udahlah, mendingan kau balik ke rumah sakit sana! Kenapa juga tiba-tiba pulang hanya untuk mengganggu kami saja," celetuk Moris, seraya mengusap lembut rambut Rosy saat perempuan itu memeluknya dari samping. "Kau tidak apa-apa 'kan, Sayang? Apa ada yang terluka?" toleh Moris pada Rosy, "Dia menggores kulit mulusku, Sayang," jawab Rosy dengan nada manja. Perempuan itu pun tersenyum saat beralih menatap Sella sombong. Rosy bangga karena suami sahabatnya itu ternyata malah memilih untuk membelanya, alih-alih mengucapkan kata maaf. "Kalian benar-benar ...." Sella menatap kecewa pada Moris dan Rosy. "Keluar kau dari sini!" Moris meraih pergelangan tangan Sella, lalu segera menarik kasar perempuan itu dari kamar.

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

AKU TAHU INI CINTA!

read
9.6K
bc

Time Travel Wedding

read
5.7K
bc

Possesive Ghost (INDONESIA)

read
121.9K
bc

Romantic Ghost

read
163.1K
bc

The Alpha's Mate 21+

read
147.0K
bc

Putri Zhou, Permaisuri Ajaib.

read
5.5K
bc

Legenda Kaisar Naga

read
90.8K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook