Jangan Mudah Menilai

1004 Kata
"Hari ini kita kedatangan murid baru, namanya Syaqila Reswara." Syaqila hanya mengangguk saja dengan memegang erat tali ranselnya sembari berusaha mengedarkan pandangannya menghindari tatapan teman-teman sekelasnya. "Ukhtinya Adam yang kemarin inimah, uwuuuu mereka satu kelas. Gue mencium bau-bau cinlok," "Lampu ijo, kapten." "Cie Adam matanya putih, ceritanya salting nih ya?" "Mulai hari ini gue ngeship Adam syaqila," "Lanjutkan perjuanganmu kapten, kami semua mendukungmu." "Ck. Berisik?!" Mereka kompak tersentak saat seseorang di meja pojok depan menegur. Pemuda itu sedari tadi memang kelihatan tidak semangat. Ditambah lagi hawa-hawa disekitarnya terasa panas. Pemuda itu seperti lagi dipuncak emosinya. "Apasih, El. Kalau iri bilang bos." "Elhaq ku yang lemah lembut kemana? Kenapa mendadak kasar?" Adam berdecak samar membuat teman sekelasnya kompak mengatupkan bibirnya rapat. Pemuda berahang tajam itu mengerjap samar membuat sang guru yang sedari terkekeh pelan jadi ikut terdiam. "Bisa langsung nyuruh dia duduk gak, bu?" Tuturnya dengan nada dinginnya membuat sang guru sontak berdehem pelan lalu menjulurkan tangan menunjuk meja tengah kedua dari belakang. "Syaqila duduk di belakang Hanna, ya." Ujar sang guru membuat gadis bernama Hanna itu melambaikan tangan ke arahnya. Namun, Syaqila hanya memanggapi dengan anggukan lemah. Elhaq melirik ke belakang menatap Syaqila yang kini mengeluarkan beberapa bukunya dalam ransel. Pemuda itu juga melirik ke meja Adam, menatap tidak bersahabat teman sekelasnya itu yang mendadak lebih dekat dengan gadis berkerudung di belakang sana. Berbeda dengan Adam yang kembali meraih bukunya tenang sembari melanjutkan pelajaran yang sempat tertunda. Pemuda itu mengerjap pelan saat ponselnya bergetar di dalam saku seragamnya. Adam pun merunduk dengan merogoh ponselnya dan menautkan alis melihat telepon masuk di sana. "Bu, saya izin ke toilet." Katanya lalu berjalan keluar tanpa mendengar balasan dari sang guru membuat teman-temannya menatapnya aneh ke arahnya. Begitupun dengan Syaqila yang sedari tadi penasaran, kenapa cowok asing itu tahu tentang penyakitnya. Dan bisa memberikan pertolongan pertama padanya. Terlalu mencurigakan. Adam berjalan cepat ke belakamg gedung sekolah dengan ponsel dalam genggamannya. Pemuda itu sesekali menoleh kanan-kiri melihat keadaan. Saat melihat tidak ada seseorang pun disana. Adam pun menekan dial hijau, mengangkat telepon seseorang di sana. "Kenapa, tante?" Katanya pelan membuat seseorang di seberang sana menghela panjang. "Syaqila beneran sudah masuk sekolah umum kan? Dia beneran gakpapa kan?" Ujar suara lembut di seberang sana. Adam mengangguk lemah dengan membenarkan omongan tantenya itu. "Tadi dia sempat kambuh, mungkin masih teringat sekolah lamanya. Tapi, Adam sudah berikan pertolongan pertama, sesuai yang tante ajarkan." Ujarnya membuat wanita di seberang sana kembali menghela lega. "Tolong jagain Syaqila ya, Adam. Tante mohon," "Iya, tante tenang aja." Katanya berusaha meyakinkan. "Adam harus janji ya selalu ada di dekat Syaqila, lakuin seperti yang tante ajarkan kalau dia kambuh lagi." Balas perempuan itu lagi berharap pada Adam. "Iya, tan." Jawab pemuda jangkung itu masih menempelkan hape di telinga. "Setelah semua masalah ini selesai, tante sendiri yang akan jemput Syaqila dan anak-anak tante yang lain." Kata sosok itu yakin, terdengar helaan napas gusarnya membuat Adam merasa cemas. "Baik, tan." Kata pemuda itu tersenyum kecil, menolehkan kepala ke belakang. Takut kalau ada yang mendengar obrolannya. "Terima kasih ya Adam, tante berutang budi banyak sama kamu dan ayah kamu. Sekali lagi makasih ya, Adam." Adam menghela panjang lalu kembali mengangguk pelan dengan menelan salivanya samar. "Iya, tante Alisa." ************* Bel pulang berbunyi. Para murid sontak berhamburan keluar dari kelas. Ada yang langsung berlarian ke tempat parkir. Ada juga yang melesat ke kantin, dan beberapa dari mereka berhamburan ke ruangan ekstrakurikulernya masing-masing. Syaqila memisahkan diri dari teman kelasnya dan memilih berjalan pelan ke arah gerbang sekolah. Gadis berkerudung itu menghela panjang sembari menyipitkan matanya saat mendongak menatap panasnya matahari di atas sana. Setelah hampir tidak tenang sedari tadi karena terlalu khawatir akan terjadi apa-apa di hari pertamanya sekolah. Namun, ternyata semuanya berjalan lancar. Walau tadi ia sempat putus asa dengan traumanya yang tidak kunjung membaik. Terlalu menyesakkan dan menyakitkan. Sampai Syaqila ingin menyerah saja. Syaqila merunduk dalam dengan menghela panjang lalu berbelok berjalan ke trotoar. Gadis itu sesekali memandang di samping kanan jalan, nampak beberapa murid lain pulang bersama sembari bercanda-tawa di jalanan melepas penat karena sedari tadi belajar di sekolah. Syaqila menelan salivanya kasar dengan menggigit ujung bibirnya. Kalau dipikir-pikir Syaqila tidak terlalu punya banyak kenangan menyenangkan bersama teman-temannya. Hanya ada kenangan memilukan dan juga menakutkan di waktu yang bersamaan. Sejujurnya Syaqila merasa takut sekarang. Takut kalau kejadian lama akan terulang kembali. "WOIIIII JANGAN LARI LO ANJING?!" Syaqila tersentak kaget dengan menoleh ke samping jalan. Gadis berpipi bulat itu mengerjap bingung melihat beberapa murid lain dan juga orang-orang yang berada di sana berhamburan pergi. Seperti menghindari sesuatu. "Mereka semua di depan?!" Syaqila makin membeku saat melihat di depan sana beberapa orang berjaket ijo dengan memakai helm dikepalanya itu berlarian dengan menenteng s*****a di tangan masing-masing. Syaqila kembali menoleh ke belakang, beberapa orang berjaket lusuh dengan memakai helm juga dikepalanya berlarian sembari sudah melemparkan batu dengan sarkasanya. Syaqila terdiam ditempatnya. Entah kenapa kakinya mendadak tidak bisa digerakan. Keringatnya sudah terlihat pada pelipisnya. Gadis itu sedang ketakutan. "Jangan kabur lo anjing?!" Teriak salah satu diantar mereka yang berjaket ijo lalu berlari ke samping kiri jalan mengejar abang ojek yang menghindar dan berdiri di sebelah Syaqila sembari mencari batu atau sejenisnya. Abang-abang berjaket ijo mendekat membuat Syaqila makin mencengkram ujung roknya. Keduanya sudah beradu tonjok dengan salah satunya mengayunkan paritnya membuat Syaqila memejamkan matanya takut pasrah saja. Syaqila tersentak kaget saat lengannya ditarik pelan. Gadis itu sudah terseok dan secara naluri berlari kuat dengan pemuda jangkung yang memimpin di depannya kini. Keduanya berlari masuk ke supermarket terdekat dan bersembunyi di sana membuat penjaga kasir mengerjap bingung ke arah keduanya. Dengan nafas ngos-ngosan Syaqila menyempatkan melirik teman sekelasnya itu yang entah datang darimana berusaha menolongnya. "Meskipun lo bukan salah satu dari mereka, tapi kalau udah kalap mereka gak segan-segan ngelukain lo." Katanya masih berusaha menetralkan nafasnya sembari mengusap keringatnya dengan punggung tangan. "Lo hampir luka, astaga." Ujarnya masih shock lalu perlahan mendudukan diri dan berushaa bernafas lega. Syaqila masih menatap cowok di depannya lurus. Entah kenapa merasa bersalah atas kejadian tadi pagi di sekolah. "Kenapa, elo sekarang udah berubah pikiran kan. Kalau gue bisa diharepin?"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN