"Tuan!" seru seorang pria setelah melihat tuannya babak belur dihajar seseorang.
Pria tersebut berlari tergopoh menghampiri Cakrawala juga Indra. Bola matanya melebar setelah melihat keadaan Cakrawala yang sangat mengenaskan.
Namun yang membuat pria tersebut keheranan Cakrawala diam tak membalas perlakuan pria tersebut.
Ekspresi kaget juga ditunjukan Indra setelah pria itu menyadari siapa orang yang datang menghampiri mereka.
"Tu-Tuan Robby? Anda ke sini? Ada perlu apa Anda dengan manusia satu ini?" tanya Indra sembari menunjuk dengan dagu ke arah Cakrawala.
Robby terlihat bingung untuk menjawab. Namun segera pria itu sadar dengan situasi yang tengah terjadi. Terlebih Cakrawala terus memberikan isyarat agar berpura-pura saja.
"Mmh, maaf Tuan Indra. Saya datang ke sini tadi hanya lewat saja, dan kebetulan saya mengenal Tu— maksud saya Cakrawala. Kami dulunya pernah satu sekolahan." Robby menjawab pertanyaan Indra dengan sangat hati-hati. Pria itu takut salah bicara terlebih Cakrawala yang terus memperhatikan dirinya.
Cakrawala menarik napas lega setelah mendengar jawaban dari Robby. Namun berbeda dengan Indra yang terlihat seperti kurang percaya dengan pengakuan dari Robby.
"Maksud Tuan Robby, kalian itu berteman? Tidak salah kah itu? Bukannya kasta kalian itu sangat berbeda. Mana mungkin Tuan Robby bisa satu sekolahan dengan dia," tunjuk Indra kembali sambil memicingkan mata ke arah Cakrawala, bahkan kedua alis pria paruh baya tersebut saling bertautan saking tidak percayanya.
Rupanya Indra merasa keheranan dengan jawaban yang diberikan Robby. Ada yang janggal pikirnya dengan pengakuan Robby itu.
"Benar sekali, Tuan Indra. Kami dulu pernah bersekolah di sekolahan yang sama. Saya dengan Cakrawala merupakan teman baik. Makanya sampai sekarang pun kami masih berkomunikasi dengan baik. Dan kebetulan sekali waktu saya kesini ada Anda sedang di sini juga. Namun saya sangat kaget setelah melihat kejadian ini, ternyata Anda—" Robby menggantung kalimatnya, dia melirik kearah Cakrawala ingin melihat reaksi dari tuannya itu.
Cakrawala yang di lirik Robby hanya diam dengan pandangan matanya yang terlihat sayu. Tampak pria tersebut meringis menahan sakit, sedangkan Indra masih saja mencengkram kuat kerah kemeja yang Cakrawala kenakan. Papa dari Embun itu tak pedulikan Cakrawala yang tengah kesakitan.
"Oh, rupanya begitu, ya. Saya kira tadi hanya asal bicara saja. Jadi benar dia itu teman Anda rupanya."
"Iya, benar, Tuan. Kami merupakan teman akrab. Dan saya ada perlu juga dengan Cakrawala, tetapi melihat keadaan dia yang seperti ini saya meminta izin untuk mengobati dia terlebih dulu."
Ungkap Robby sambil mendekati keduanya. Pria itu ikut mensejajarkan tubuhnya dengan tubuh Cakrawala yang tengah terduduk di lantai.
"Anda terlalu berlebihan, Tuan Robby. Pria ini tidak akan mati hanya karena saya hajar sedikit. Saya tengah memberikan pelajaran pada b******n ini. Perlu Anda ketahui, yang katanya teman baik Anda itu ternyata dia hanyalah seorang pria brengsek." Ucap Indra penuh emosi.
"Sekali lagi maaf, Tuan Indra. Bukan saya ingin mencampuri urusan Anda dengan teman saya ini. Hanya saja saya merasa prihatin dengan kondisi Cakrawala. Bagaimanapun kami berteman. Terlebih ada masalah apa di antara Anda juga Cakrawala, saya hanya ingin menunjukan rasa simpati saja. Untuk itu izinkan saya untuk membawa dia ke rumah sakit. Dan saya akan bungkam dengan kejadian ini," jawab Robby setengah memaksa.
Bagaimana pun dia merasa khawatir melihat kondisi Cakrawala yang sudah tidak berdaya. Bahkan cairan kental merah terus mengalir dari sudut bibirnya yang pecah.
Indra tampak berpikir keras. Dia menimbang-nimbang dengan permintaan Robby. Pria paruh baya tersebut merasa iba juga melihat kondisi dari sopir keluarganya itu. Meski amarah tengah meliputi separuh hatinya, tetapi di sudut hati kecilnya merasakan penyesalan setelah melihat kondisi Cakrawala yang tidak berdaya.
"Baiklah, setelah saya pertimbangkan mungkin ada baiknya juga si b******k ini di bawa ke rumah sakit. Jika Anda berkenan, bisa antarkan dia sekarang. Soal biaya biar saya yang menanggungnya. Karena itu sudah jadi tanggungjawab saya, dia bekerja dengan saya. Sebagai majikan yang baik saya harus mengobati dia," ucap Indra seraya menyunggingkan senyum mencemooh.
Dalam hati Robby merasa kesal atas sikap Indra pada tuannya itu, tetapi pria itu mencoba menyembunyikannya dengan pura-pura hanya peduli karena mereka temanan.
"Baiklah, Tuan Indra. Bagi saya tidak masalah jika Anda ingin bertanggungjawab membiayai Cakrawala, tetapi bagaimana dengan orang yang bersangkutannya. Apakah dia mau menerima tawaran Anda?" tanya Robby sengaja memancing pertanyaan agar Cakrawala bereaksi.
"Sudah dipastikan dia akan senang dan menerima mendapatkan pengobatan gratis. Kalau tidak saya yang membayarnya, lantas siapa lagi?" ucap Indra jumawa.
"Saya masih bisa, Tuan. Sebagai teman baik saya bersedia membayarnya." jawab Robby tegas.
Pria itu mengepalkan tangan saking kesalnya mendengar jawaban dari Indra yang terkesan meremehkan.
"Baguslah, Tuan Robby. Maaf jadi merepotkan Anda. Namun soal biaya rumah sakitnya biar saya yang tanggung. Itu tidak bisa diganggu lagi." Tegas Indra
Robby ingin membantah ucapan Indra, tetapi Cakrawala memberikan isyarat agar diam. Meski hatinya kesal, Robby pun menurut. Pria tersebut pasrah saja dengan keinginan sang tuan.
"Saya akan segera membawa Cakrawala ke rumah sakit. Melihat keadaan dia yang sangat mengenaskan membuat saya khawatir, Tuan. Izinkan saya membawanya sekarang," pinta Robby dengan sorot mata memohon.
Robby takut Cakrawala akan kenapa-napa mengingat tubuh pria itu yang sudah tak berdaya. Di tambah cairan kental terus mengalir dari sudut bibirnya.
"Ok, saya izinkan Anda membawa manusia ini sekarang pergi. Namun sebentar saya ingin bicara lagi dengan dia." Indra kembali mendekati Cakrawala yang masih duduk di lantai dengan badan bersandar di sofa.
Sungguh prihatin sekali bagi siapa saja yang melihatnya. Indra benar-benar kejam menyiksa pria itu sampai lemas tak berdaya.
Pria paruh baya itu mencengkram kuat bahu Cakrawala seraya membisikan kata-kata yang membuat pria tersebut diam membeku. Cakrawala hanya bisa mengangguk pasrah dan menyetujui apa yang diminta Indra.
Setelahnya Indra bangkit dan menepuk-nepukan kedua tangannya seolah jijik karena telah menyentuh Cakrawala.
"Ingat! Kamu harus menepati janji kamu itu. Jika kamu melanggarnya, tak segan saya akan membunuh kamu." Ucap Indra penuh ancaman.
Sekali lagi Cakrawala menganggukkan kepala. Dia tidak ingin membuat Indra kesal dan menjadi marah kepadanya. Di tambah sekujur tubuhnya yang terasa sakit dengan bibir yang berdenyut-denyut terus. Cakrawala ingin segera ke rumah sakit agar tubuhnya segera mendapatkan penanganan.
Indra sendiri gegas keluar dari kontrakan milik Cakrawala, yang sebelumnya berpamitan terlebih dulu pada Robby.
"Tuan, kenapa Anda diam saja dianiyaya dia? Kenapa Anda tidak melawannya?" tanya Robby pada Cakrawala setelah kepergian Indra.
Robby membantu Cakrawala untuk bangkit, dia mendudukan tuannya itu di sofa.
"Dia calon mertuaku," lirih Cakrawala.
"Hah?!"