Mata Cakrawala memicing setelah melihat ekspresi kaget yang di tunjukan Robby. Bahkan mulut pria itu sampai melongo menatap tak percaya pada Cakrawala. Sedangkan Robby sendiri tidak menyadari jika tuannya itu tengah memperhatikan dirinya.
"Ckk," decak Cakrawala merasa kesal dengan sikap Robby yang tidak peka.
Mata Robby tolehkan kearah tuannya itu. Dia baru sadar setelah melihat ekspresi Cakrawala yang terlihat kesal.
"Maaf, Tuan. Saya baru menyadarinya. Saya memang sedikit lola dengan apa yang diucapkan, Tuan." Sesal Robby.
Dia buru-buru meminta maaf pada tuannya karena merasa takut sang tuan akan murka.
"Lola? Bahasa apa itu, Robby. Kalau bicara itu yang jelas," protes Cakrawala dengan begitu kesal.
"Mmh, maaf, Tuan. Saya salah dalam berucap. Itu bahasa gaul, Tuan." Jawab Robby sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Dia lupa sedang bicara dengan siapa. Kepala Robby tundukan takut jika sang tuan akan protes kembali.
"Sudahlah, tidak penting juga. Tolong bantu saya untuk mengobati luka-luka ini," pinta Cakrawala karena merasa sudah tidak kuat menahan rasa sakit disekujur tubuhnya.
Robby baru tersadar kembali dengan kondisi sang tuan yang tengah tidak baik-baik saja.
"I-iya baik, Tuan. Maafkan saya yang tidak peka," kembali Robby mengungkapkan penyesalannya.
"Hmm," hanya sebuah gumaman yang terdengar dari mulut Cakrawala.
Entah kenapa penglihatan pria itu mengabur, di depannya seolah banyak kunang-kunang berterbangan.
"To-lo—" suara Cakrawala hilang bersama hembusan angin yang membawa tubuhnya ambruk di sofa yang dia duduki.
"Tuan... Tuan... " terdengar suara Robby panik.
Pria itu mengguncang-guncangkan tubuh tinggi Cakrawala agar sadar kembali. Cakrawala bergeming, dia tetap pada posisinya. Rasa sakit yang mendera tubuhnya tak mampu lagi menahan kesadarannya.
"Saya akan membawa Tuan kerumah sakit sekarang. Memang biadab Tuan Indra itu. Menghajar orang sampai babak belur begini. Sebenarnya kesalahan apa yang telah Tuan lakukan?" gumam Robby sambil berusaha terus menepuk-nepuk pipi sang tuan agar sadar kembali.
Sebelumnya Robby meminta bantuan pada tetangga kostan sang bos untuk membantu. Dan mereka pun mau membantu Robby untuk membopong tubuh Cakrawala ke dalam mobil.
Banyak dari tetangga kostan Cakrawala yang menanyakan kronologinya, bagaimana semua itu bisa terjadi. Melihat kondisi Cakrawala yang sangat mengenaskan membuat mereka ikut prihatin, mereka juga menyarankan agar Robby lapor polisi saja.
*
*
*
Sementara di kediaman Indra, terlihat pria paruh baya tersebut tengah berkacak pinggang. Tatapan matanya tertuju pada satu titik dimana putrinya Embun tengah menangis tersedu-sedu.
"Sudah Papa bilang kamu tidak boleh membantah lagi, Embun. Perut kamu akan semakin membesar atau kamu mau melenyapkan saja benih pria b******k itu, hah!" ujar Indra dengan sorot mata penuh kilatan amarah.
"Pah, Istighfar! Jangan pernah katakan lagi kalimat bodoh itu. Anak kita sudah berbuat dosa, jangan biarkan dia berbuat dosa yang lain dengan membuang janin itu. Mama tidak akan pernah setuju," ungkap Rosa istri dari Indra.
Wanita yang masih terlihat cantik di usianya itu mendekati sang putri yang masih terisak. Rosa membawa Embun kedalam pelukan hangatnya.
"Tidak ada jalan lain, Mah. Kita harus membuang janin itu sebelum dia berkembang dan akan menyusahkan kita. Papa tidak mau menanggung malu dengan membiarkan dia lahir kedunia ini, tanpa ada bapaknya. Mau ditaruh dimana muka kita, Mah? Keluarga kita orang terpandang. Bagaimana mungkin kita punya cucu tanpa ada bapaknya? Itu gila!" seru Indra seraya menggebrak meja yang ada di depannya, hingga barang-barang yang berada di atasnya berhamburan.
"Astagfirulloh, Papa!" pekik Rosa seraya memegangi dadanya sendiri yang berdegup kencang saking kagetnya. "Tolong jangan emosi, kita bicarakan semuanya dengan kepala dingin." Mohon Rosa ibu dari Embun tersebut.
"Tidak, Mah. Papa secepatnya harus bertindak," keukeuh Indra dengan pendiriannya.
"Pah, tolong kita bicarakan dengan Cakra baik-baik. Kita minta pertanggungjawaban dia. Karena dia masa depan anak kita hancur." Ujar Rosa kembali.
"Aku tidak mau dinikahi Sopir itu. Mana mungkin aku menikah dengan dia. Tidak, aku tidak mau!" jerit Embun sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
Sungguh aneh jika dia benar akan dinikahkan dengan sopir keluarganya itu. Kasta yang terbentang diantara mereka sangat jelas terlihat.
"Embun! Dengarkan, Mama. Siapa lagi yang akan mau menikahi kamu kalau bukan Cakra. Apa kamu masih berharap pria yang kamu cintai itu yang menikahi kamu? Mustahil, Embun!" bentak Rosa saking kesalnya atas penolakan sang putri.
"Tapi, Mah. Aku tidak mencintai sopir itu. Bagaimana aku bisa menikah dengan dia? Aku lebih baik membuang janin ini. Papa benar, dia harus dilenyapkan." Ucap Embun sambil memukul-mukul perutnya sendiri.
Gadis itu berharap janin yang ada di dalamnya akan keluar dengan sendirinya.
"Embun, hentikan!" teriak Rosa.
Namun Embun menulikan pendengarannya. Dia terus melakukan aksinya. Melihat itu Rosa menjadi panik, dia takut terjadi hal yang tidak diinginkan.
Wanita tersebut menyambar tangan sang putri agar berhenti memukuli perutnya.
"Sudah, Embun. Kamu harus menerima semuanya dengan ikhlas. Meskipun Cakra itu hanya sopir, tetapi dia itu pemuda yang baik. Dia pasti akan menjaga dan menyayangi kamu dengan tulus. Kamu tidak boleh membuang janin itu, dia darah daging kamu, Nak. Jangan tambah lagi dosa dengan membunuhnya," ucap Rosa lembut agar Embun sadar.
"Sudahlah, Mah. Jangan memaksa Embun untuk menikah dengan si b******k itu, Papa juga tidak setuju Embun menikah dengan dia." Indra ikut menimpali.
"Harus! Papa harus setuju Embun menikah dengan Cakra. Dia pria yang pantas untuk mendampingi anak kita." Tegas Rosa.
"Pantas dari mananya, Mah? Kasta kita itu sangat jauh berbeda. Dia cuma Sopir keluarga kita. Apa kata orang-orang nanti jika mereka tahu kita bermantukan seorang sopir? Papa tidak akan pernah setuju," keukeuh Indra sambil ingin berlalu dari ruangan tersebut.
Sedangkan para Art yang tak sengaja mendengarkan perdebatan keluarga Indra, sangat syok. Mereka langsung bergosip di dapur. Para Art itu tidak menyangka jika putri dari tuannya tengah hamil. Dan yang lebih mengejutkan mereka Embun hamil oleh Cakra sang sopir majikannya.
Imas salah satu Art di sana yang kebetulan menyukai Cakrawala langsung menangis. Dia tidak menyangka pria yang kelihatannya sangat baik dan alim tersebut, tega menghamili putri dari majikannya.
Ingin dia menanyakan langsung pada Cakrawala, tetapi akhir-akhir ini pria tersebut tak lagi menampakkan batang hidungnya. Cakrawala menghilang begitu saja.
"Imas, kamu kenapa melamun sendirian? Apa kamu tidak mau tahu gosip terhangat sekarang?" tanya salah satu Art yang merupakan tukang gosip.
"Mmh, saya tidak sedang melamun, Teh. Ya, saya tadi sudah dengar," jawab Imas sambil menundukan wajahnya.
"Kenapa kamu seperti sedih begitu? Jangan bilang kamu menyukai Cakra, dan sekarang kamu merasa sedih karena dia menghamili Non Embun." Selidik Art tersebut.
"Hah, apa?!"