Kepura-puraan Robby

1052 Kata
"Tuan?" ulang Rosa seraya mengerutkan kening setelah mendengar Robby mengucapkan kata itu. Wajah wanita paruh baya tersebut menunjukan raut keheranan. Berbeda dengan Cakrawala yang langsung memelototkan bola matanya pada sang asisten. Robby tampak tersenyum kikuk pada keduanya. Asisten dari Cakrawala itu tidak menyangka jika Rosa tengah berkunjung ke sana. Dia masih berdiri di ambang pintu. Namun dia melihat sang bos memberikan kode agar berpura-pura. Beruntung Robby segera paham. Gegas dia mengubah ekspresi kaget menjadi biasa kembali. "Oh, maaf, Nyonya. Saya tidak tahu jika Anda tengah berkunjung kesini. Saya langsung nyelonong membuka pintu tanpa mengetuknya terlebih dulu," ucapnya seraya membungkukan badan sebagai reaksi permintaan maafnya. "Tidak apa-apa, Tuan Robby. Maaf kalau tidak salah Anda itu rekan bisnis suami saya, ya? Kenapa Anda berada di sini? Atau mau menjenguk Cakrawala juga?" tanya Rosa penuh keheranan dengan ekspresi penasaran. Deg. Pertanyaan Rosa membuat Robby bingung untuk menjawabnya. Ekor matanya melirik kearah Cakrawala yang kebetulan tengah menatap dirinya. Dari sorot matanya sepertinya tuannya itu mengharapkan dia untuk menutupi semuanya. Robby paham dengan apa yang diinginkan sang tuan. Untuk itu kembali dia mengarang cerita. "Umm, saya kebetulan sedang berada di rumah sakit ini juga. Dan kebetulan ada perawatan yang selesai memeriksa Cakrawala, mereka membicarakannya dengan sesama perawat lain. Karena merasa penasaran lantas saya menanyakannya kepada mereka. Untuk memastikan apakah Cakrawala yang dimaksud itu sopir dari keluarga Anda." Robby kembali harus pandai merangkai kata demi agar rahasia tuannya itu tidak terbongkar. Tampak sesaat Rosa terdiam, tetapi tak lama kemudian dia pun tersenyum hangat kepada Robby. "Oh, begitu. Terimakasih lho, Tuan Robby sudah mau menjenguk Cakra. Jarang-jarang ada seorang CEO yang mau merendahkan dirinya untuk peduli pada orang lain. Anda memang orangnya baik," puji Rosa. Dipuji seperti itu oleh Rosa, Robby tersipu malu. Dia tidak menyangka tanggapan itu yang keluar dari mulut Nyonya Indra tersebut. "Ah, Nyonya biasa saja. Kebetulan saya mengenal Cakra. Jadi saya mau menjenguk dia. Saya cuman memperlihatkan rasa simpati saja pada orang yang dikenal," ucap Robby merendah. Dia tidak ingin Rosa terus memuji dirinya. Karena melihat gelagat Cakrawala yang terlihat tidak suka. Wajah pria itu ditekuk sedemikian rupa. "Tapi ini beneran lho. Tuan Robby itu orangnya baik banget. Sudah kaya, punya kedudukan tidak sombong lagi. Pastinya akan menjadi menantu idaman setiap ibu-ibu yang mempunyai anak perempuan." Ujar Rosa seraya terkekeh kecil. "Nyonya bisa saja. Saya kira itu hanya kebetulan saya kenal dia saja. Lagi pula saya itu belum tentu baik juga." Sengaja Robby berkata demikian agar tuannya tidak lagi kesal karena Rosa selalu memuji dirinya. "Tapi itu kenyataannya lho, Tuan Robby. Anda itu memang orangnya baik. Sekarang saja Anda mau datang menjenguk Cakra yang bukan siapa-siapa." Kembali Rosa berkomentar yang tanpa dia sadari ada hati yang terbakar karena pujiannya pada Robby. "Mhh, maaf Nyonya saya rasa tidak usah dibahas lagi tentang ini. Saya datang kesini hanya untuk melihat keadaan Cakra saja." Ucap Robby ingin mengakhiri percakapan yang menurutnya dalam masalah. "Oh, iya maaf saya jadi ngelantur bicaranya. Ngomong-ngomong silakan jika Anda ingin melihat Cakra dulu." Rosa mempersilakan Robby untuk melihat Cakra. "Baik, Nyonya." Ucap Robby seraya menganggukan kepala. Ponsel dalam tas Rosa tiba-tiba berdering. Sepertinya wanita itu ingin abai, tetapi suaranya yang tak berhenti membuat dia terpaksa merogoh ponselnya tersebut. Cakrawala melihat gerak-gerik Rosa yang sepertinya tidak begitu suka pada orang yang menghubunginya. Namun tak urung wanita itu pun menerima panggilannya. Robby pura-pura menawarkan makanan yang dibawanya pada Cakrawala. Awalnya Cakrawala pun menolak, tetapi atas bujukan Robby akhirnya dia mau menerima meski dengan hati yang kesal. "Tuan Robby terimakasih sudah mau membawakan makanan buat Cakrawala. Saya tadi tidak sempat membawakannya saking panik melihat dia babak belur." Ucap Rosa sepertinya dia malu sendiri karena tidak membawakan apa-apa. "Tidak apa-apa, Nyonya. Lagi pula saya juga tidak sengaja membawakan makanan ini. Hanya saja saya melihat makanan yang dari rumah sakit masih utuh, itu artinya Cakra tidak menyentuh makanannya sama sekali. Kebetulan saya membawa makanan daripada mubajir, lebih baik buat Cakra saja." "Tuh kan benar, Anda itu memang orang baik. Sampai mau memperhatikan Cakra begitu," jawab Rosa kembali memuji Robby. Tangan Cakrawala yang akan menyuapi urung dilakukan. Selera makan yang tadinya tengah menggebu kini down sudah setelah mendengar kembali Robby dapat pujian. Semua itu tidak disadari Rosa, tetapi Robby dapat menangkapnya. Takut sang tuan murka, gegas pria tersebut kembali membujuk agar Cakrawala mau meneruskan makannya. Robby tak menggubris perkataan Rosa lagi. Kini fokusnya hanya pada Cakrawala saja. Hening sesaat. Namun tiba-tiba suara Rosa mengagetkan Robby juga Cakrawala. "Hallo!" pekik Rosa dengan suara melengking. Kedua pria yang tengah duduk berhadapan sampai refleks menolehkan pandangan. Rupanya Rosa kembali tengah menerima sebuah panggilan telpon. "Maaf Tuan Robby, Cakra. Saya pamit pulang dulu. Papanya Embun telpon. Cakra nanti saya akan kembali lagi ke sini setelah urusan saya selesai." Ungkap Rosa sembari berjalan mendekati ranjang pasien. "Baik Nyonya, terimakasih sudah datang untuk menjenguk saya. Maaf jadi merepotkan," ucap Cakrawala tulus. "Sama sekali tidak merepotkan. Saya permisi dulu, sudah di tunggu. Takutnya Papanya Embun murka kalau saya terlambat pulang." "Iya, Nyonya. Sekali lagi terimakasih," ucap Cakrawala. Sedangkan Robby hanya menganggukan kepala saja sebagai respon. * * * Mobil yang dikendarai Rosa telah terparkir cantik digarasi rumahnya. Gegas wanita tersebut keluar dari mobilnya dan berjalan menuju ke dalam rumahnya. "Assalammualaikum," ucap salamnya. "Waalaikumsalam," balas seseorang dari dalam rumah. Suara baritonnya sudah pasti Rosa kenali. Wanita itu mempercepat langkah kakinya agar cepat sampai. Terlihat diruang keluarga Indra sang suami bersama Embun tengah duduk berdua. Tampak mata Embun sembab dengan hidung yang memerah. Dapat Rosa pastikan jika anaknya itu habis menangis. "Habis darimana, Mah? Papa telpon dari tadi tidak di respon juga," ucap Indra memberondong dengan berbagai pertanyaan. "Maaf, Pah. Mama tadi habis dari rumah sakit. Jadi tidak sadar kalau Papa menghubungi." "Habis dari rumah sakit?" ulang Indra dengan kening berkerut. Pria itu merasa heran sebab tidak ada teman atau saudara yang tengah sakit, tetapi kenapa istrinya bilang habis dari rumah sakit. Rosa hanya menganggukan kepala sebagai jawaban untuk suaminya. "Siapa yang sakit? Apakah orang itu sangat penting sampai Mama mengabaikan panggilan telpon dari Papa?" tanya Indra merasa penasaran juga. "Ya, dia orang yang sangat penting, Pah." Jawab Rosa datar sambil melirik sinis sang suami. Hati Rosa menjadi kesal, kala teringat kembali akan ulah Indra suaminya yang main hakim sendiri, hingga membuat Cakrawala harus berakhir di rumah sakit. "Siapa orang itu? Karena menurut Papa tidak ada orang yang lebih penting kecuali keluarga kita." "Cakra," lirih Rosa. "Hah? Apa?"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN