Tak Sadarkan Diri

1332 Kata
"'Embun!" seru Cakrawala kembali saking kagetnya melihat keadaan wanita yang teramat dicintainya itu tengah menahan sakit. Pria tersebut sampai lupa tak menggunakan kata Nona pada anak majikannya tersebut. Pikiran Cakrawala berkecamuk melihat wajah Embun yang terlihat semakin memucat. Hingga tak sadar pria itu menciumi wajah wanitanya itu, dan terus mengguncang-guncangkan badannya agar tetap sadar. "Embun tetaplah sadar. Saya akan panggilkan Dokter. Bersabarlah, Sayang!" ucap Cakrawala tak sadar sampai mengucapkan kata sayang. Keadaan Embun yang sedang menahan kesakitan, wanita itu tak merespon apapun yang diucapkan Cakrawala. Andai dia dalam keadaan sehat mungkin wanita itu sudah mengamuk karena merasa dilecehkan. Dengan kaki gemetar Cakrawala berlari menuju ruang dokter untuk mencari bantuan. Pria itu sampai melupakan tombol yang disediakan untuk meminta bantuan pada para perawat saking paniknya. Tanpa mengetuk pintu ruangan salah satu Dokter yang dekat dengan ruangan tersebut, Cakrawala langsung nyelonong masuk. Dia ingin sesegera mungkin memberitahukan keadaan Embun. "Dokter tolong selamatkan istri saya, Dok. Dia dalam keadaan kritis," pinta Cakrawala pada Dokter tersebut dengan napas tersenggal akibat dirinya yang berlari. Dengan mengerutkan dahi, Dokter tersebut menatap heran Cakrawala. "Maaf, Pak. Tolong tenang dulu. Istri Bapak yang mana yang dimaksud? Maaf karena saya tidak tahu," jawab Dokter tersebut lembut sambil tersenyum ramah. "I-itu Dokter, Embun yang di rawat di ruang VVIP anaknya dari Pak Indra kusuma kanagara." Terang Cakrawala masih terlihat panik. "Ohh, baiklah. Mari kita periksa sekarang." Dokter perempuan itu pun gegas berdiri untuk melihat keadaan Embun. Tak bisa dipungkiri jantungnya pun berdebar hebat mendengar kabar dari Cakrawala. Embun yang merupakan pasien yang tengah dia tangani sedang kritis katanya. Suara derit pintu yang dibuka dari luar tampak terdengar. Cakrawala yang sudah tidak sabar ingin melihat keadaan Embun, langsung menerobos pintu yang sudah sedikit terbuka. Saking tidak sabarnya sampai-sampai pria itu, berjalan mendahului Dokter perempuan tersebut yang hanya bisa geleng-geleng kepala. "'Embun!" teriak Cakrawala saat melihat wanita itu, dalam keadaan tak bergerak dengan mata terpejam sempurna. "Bangun, Sayang. Kamu harus kuat. Ada Dokter yang akan memeriksa kamu," lirihnya seraya memeluk tubuh Embun yang terasa dingin juga kaku. "Dokter cepat periksa istri saya," perintahnya dengan deraian cairan bening yang sudah membanjiri kedua pipinya. Pria itu tidak merasa malu menangis terisak dihadapan Dokter juga perawatan yang berada di sana. Rasa khawatir yang menyelimuti jiwanya mengalahkan logika dirinya. "Baik. Tenangkan dirimu, Pak. Saya akan memeriksa keadaan istri Bapak. Tolong beri saya kesempatan untuk memeriksanya. Bantu saya untuk membaringkan istri Anda di kasur dan maaf Bapak bisa pindah sebentar," ujar Dokter perempuan itu ramah. "Tapi saya ingin melihat keadaan dia langsung, Dok. Apa Anda mengusir saya? Saya tidak ingin meninggalkan dia," bantah Cakrawala dengan suara yang parau. "Bukan niat saya mengusir, Bapak. Namun tolong Bapak berpindah tempat melihatnya agar saya bisa segera juga leluasa memeriksa keadaan istrinya. Tolong bekerjasama lah jangan terus mendebat, biar pasien segera ditindak lanjuti." Ucap Dokter yang bername tag Maria itu. Walaupun terlihat kesal pada Cakrawala yang terus mendebatnya, tetapi Dokter tersebut berusaha menjelaskan dengan ramah. "Baiklah, Dok. Silakan Anda segera periksa keadaan istri saya. Melihat keadaannya yang seperti itu saya jadi sangat khawatir. Tolong selamatkan mereka," mohon Cakrawala. "Baik, Bapak. Tunggu sebentar saya akan memeriksanya terlebih dulu. Detik berganti menit, bahkan kini menit pun telah berganti jam. Namun tanda-tanda Embun sadar belum lah tampak. Dokter Maria yang juga dibantu salah satu rekannya berusaha agar bisa membuat minimal Embun sadar. Sedangkan Cakrawala, pria itu tengah mondar-mandir dengan gelisah. "Dokter kenapa dia belum sadar juga? Apakah dia masih bernapas?" tanya Cakrawala dengan raut cemas. Delikan mata Dokter Maria berikan pada Cakrawala. Dia kesal atas pertanyaan random dari pria itu. Dia pun tengah berusaha semampunya agar bisa membuat Embun kembali sadar, tetapi pria tersebut malah membuat jantungnya semakin berdebar kencang, pikirannya berkecamuk memikirkan hal buruk yang akan terjadi. "Maaf, Pak. Bisakah Anda memberi tahukan ibunya Embun tentang kondisi anaknya sekarang? Saya ingin mengetahui pendapatnya mengenai kondisi dari putrinya ini, biar secepatnya mendapatkan penanganan." Pinta Dokter Maria. Sengaja dia meminta hal itu pada Cakrawala agar pria tersebut tidak mengganggunya terus. "Ibunya sedang tidak ada di tempat. Beliau sedang berada di luar. Bagaimana saya bisa memberitahukannya, Dok?" tanya Cakrawala kembali. Dia kebingungan harus mencari Rosa ibu dari Embun itu kemana. Seperti yang telah diketahui Rosa masih belum kembali, dan wanita itu pun tidak mengetahui suami juga putrinya tengah sama-sama di rawat. "Meskipun beliau tidak ada di tempat, tapi Anda bisa menghubunginya lewat seluler 'kan? Ayo lah berpikir secara logis, kecemasan Anda jangan menjadikan pikiran Anda melupakan hal itu." Dokter rekannya Dokter Maria ikut menimpali. Perempuan berambut sebahu itu, terlihat kesal atas sikap Cakrawala yang terus mengomentari setiap tindakan yang diberikan keduanya pada Embun. "Oh, iya. Kenapa saya sampai melupakan hal itu? Maafkan atas kebodohan saya yang tidak berpikir sampai kesana. Rasa khawatir ini telah membuat saya tidak bisa berpikir jernih," jawab Cakrawala sambil menepuk keningnya sendiri. "Iya, Pak. Tolong hubungi segera beliau karena saya tidak mungkin bicara dengan Pak Indra, mengingat kondisi beliau sekarang." Desak Dokter Maria. "Baik, Dok. Saya permisi keluar sebentar mau menghubungi Bu Rosa. Namun tolong secepatnya sadarkan istri saya," ucap Cakrawala sambil berjalan menuju luar ruangan, tetapi sebelumnya dia membisikan sesuatu di telinga Embun serta mencium keningnya lama. Kedua Dokter juga perawat yang ada di sana, hanya geleng-geleng kepala melihat kerandoman tingkah Cakrawala, meski dalam keadaan genting seperti itu masih sempat-sempatnya pria itu mencium Embun. Setelah Cakrawala keluar, kedua Dokter tersebut kembali fokus pada Embun yang masih belum siuman juga. Mereka terus memberikan tindakan yang bisa membuat perempuan itu cepat sadar. Selang beberapa menit wajah Embun yang memucat mulai berangsur merona, kedua Dokter perempuan juga perawat tersebut tersenyum senang. "Sepertinya pasiennya sudah mulai membaik. Lihat itu, Dok, wajahnya sudah tidak pucat lagi dan ini, jarinya pun gerak-gerak." Pekik rekan dari Dokter Maria kegirangan. Sampai-sampai dia tidak sadar memekik kencang. Beruntung Dokter Maria mengingatkan agar tidak ribut. "Dokter, maaf bisa dipelankan suaranya. Kita cek dulu kondisinya sekarang. Dan Suster, jika Pak Cakra akan masuk tolong di cegah dulu. Saya ingin fokus memeriksa keadaan ibu juga bayinya." Pinta Dokter Maria pada rekan juga Perawat itu. "Maaf, Dok. Saking senangnya saya tidak sadar." "Baik, Dokter." Jawab Perawat tersebut. Setelah itu Dokter Maria pun kembali fokus pada Embun. * * * Sementara di luar Cakrawala tengah berbicara dengan Rosa. "Assalammualaikum, Mah. Apa kabarnya? Maaf Cakra mengganggu waktunya Mama," ucap salam Cakrawala dengan nada tidak enak hati. "Waalaikumsalam, Cakra. Alhamdulilah kabar Mama baik, hanya saja selalu kepikiran Embun juga Papanya. Bagaimana kabar mereka," jawab Rosa dari sebrang telpon. "Huft," hembusan napas kasar terdengar jelas dari mulut pria tersebut. "Mmh, sebenarnya Cakra telpon Mama ada sesuatu hal yang ingin dibicarakan. Mama bisa datang ke sini tidak?" tanya Cakrawala dengan ragu. "Maksudnya, Mama harus ke kontrakan kamu? Ada apa, Cakra? Atau tidak bisakah kamu saja yang datang ke sini, tapi awas jangan sampai ada yang tahu." Hening sesaat. Cakrawala tak bisa langsung menjawab pertanyaan dari Rosa. Pikirannya berkecamuk bingung harus mengawali pembicaraan dari mana. Hingga pria itu malah diam membisu dengan segala pemikirannya. "Cakra!" suara Rosa akhirnya menyadarkan Cakrawala dari lamunannya. "Eh, iya, Mah." Jawab gugup Cakrawala. "Kamu itu kenapa? Mama tanya malah diam. Ada apa dengan kamu? Di sana kamu baik-baik saja 'kan?" tanya Rosa dengan nada khawatir. "Saya baik, Mah. Hanya saja—" pria itu menggantung kalimatnya. "Hanya apa, Cakra? Kalau bicara itu yang jelas. Jangan membuat Mama penasaran," omel Rosa karena sudah jengah dengan Cakrawala yang kembali menggantung kalimatnya. "Mmh, sebaiknya Mama kesini saja. Biar nanti Cakra jelaskan. Karena saat ini Cakra tidak bisa kemana-mana. Maaf," jawab Cakrawala, sambil menangkupkan sebelah tangannya di depan d**a yang bebas tidak memegang ponsel seolah Rosa dapat melihatnya. "Ya, kesini itu kemana, Cakra? Astagfirullahaladzim, dari tadi kamu tuh ngomongnya muter-muter terus. Sebenarnya ada apa dengan kamu itu?" tanya penasaran Rosa dengan sedikit menaikan nada bicaranya. Cakrawala menelan salivanya yang terasa pahit. Ucapan Rosa yang terdengar jengkel membuat dia pun sadar jika memang daritadi dia tidak konsentrasi dalam bicara. "Ke rumah sakit, Mah." Akhirnya kata itu meluncur juga dari mulut Cakrawala. "Hah? Kamu sakit? Atau ada orang lain yang sakit?" tanya Rosa kembali terdengar kaget. "Bukan," jawab Cakrawala. "Lantas siapa?" "Embun." "Apa?"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN