05 : Make up and Kiss him, b***h!

1325 Kata
Hari ini gue hepi banget.  Akhirnya gue sukses hijrah dari kos-kosan gue untuk stay di apartemen mewah milik Om Sinterklas.  Peningkatan taraf hidup kan!  Tapi terutama bukan itu sebab gue bahagia.  Ini membuka peluang peningkatan taraf hubungan gue dan Om Sinterklas. Sekarang kami jadi lebih mesra, menurut gue sih.  Semoga gue gak narsis.  Tadi dia mengirim pesan yang begitu manisnya. Pagi Cantik. Sudah siap hati pindah ke milikku? Tak sabar melihatmu didalam milikku. . Aduh ambigu banget yah.  Masa yang dia maksudkan itu sekedar apartemennya?  Bukan yang lain?  Yaelah, ngarep.  And now, gue sedang menunggu orang yang dijanjikan Om Sinterklas membantu gue pindahan.  Barang-barang udah gue packing menjadi 3 koper 10 dus.  Banyak?  Nggak jugalah.  Ini masih sebagian, yang lain akan gue kirim menggunakan gobox. Saat ada mobil Alphard menepi di depan kos, gue jadi dejavu.  Kayaknya gue kenal mobil ini, tapi platnya beda.. gak mungkin orang itu lah.  s**t!  Ternyata betul Si supir kampret yang berada dibalik kemudi. "Elo!!" sentak gue. Dia menatap gue dengan tatapan datarnya, tapi gue bisa menangkap sorot mencemooh di matanya. "Gue gak sudi kalau lo yang  ngejemput gue!" Dia mengangkat bahunya cuek.  "Telepon saja Boss kalau gak mau, jadi gue bisa mangkir secepat mungkin." Masa iya gue mesti telpon Om Sinterklas untuk mengadu hal sepele gini?  Dih, ntar gue bisa dilabelin cewek manja dan kolokan.  Ogah. Lagian sejak kapan si Om jadi bos si kampret?  Apa setelah dipecat Cleo dia ngelamar di perusahaan Si Om dan sialnya diterima?! Berhubung gue gak mau dicap jelek ama si Om, terpaksa gue menerima diantar supir kampret ini. "Angkatin barang gue!" perintah gue kasar. "Gue cuma diminta jemput lo, bukan ngangkutin barang lo kedalam mobil," tolaknya langsung. Brengsek!  Gue jadi meradang. "Itu tanggungjawab lo kan?!  Masa gue yang musti angkut-angkut sendiri?!" "Gue supir, bukan kuli.  Jadi tanggungjawab gue itu nyetir, bukan angkut-angkut barang!" Arghhhh! Belum pernah gue pengin nelan hidup-hidup sesama makhluk sejenis seperti kampreto didepan gue ini!   ==== >(*~*)   Gue lagi beberes di apartemen tempat gue meneduh kini saat Om Sinterklas masuk dan mendekati gue. "Ada yang perlu dibantu?" tawarnya gentle. Gue berbalik dan tersenyum manis padanya.  "Udah beres kok Om.  Tapi kalau Om memaksa mau membantu.."  Gue memegang tengkuk dan bahu gue yang rada kaku.  "Sini pegel-pegel Om."           Gue sengaja mengkodenya, apa dia mengerti?  Kayaknya paham, soalnya setelah itu dia menggandeng tangan gue dan mengajak duduk di sofa.  Om Sinterklas duduk di belakang gue, lantas menyingkirkan rambut gue kedepan.  Kini tengkuk gue yang terbuka dapat merasakan hangatnya napas si Om. "Bilang saja terus terang kalau minta dipijat saya," bisiknya di telinga gue. "Malu Om.  Lagian gak berani merintah Boss mijat mahasiswi miskin kayak saya.  Gak kuat bayar," canda gue. Om mulai memijat tengkuk gue. Pijatannya mantap tapi lembut. "Kamu bisa membayarnya dengan sesuatu yang lain," gumamnya misterius.  Hati gue berdesir mendengarnya.  Benarkah ini kode buat gue?  Sesuatu itu apa?  Tubuh gue?  Gue jadi gugup.  Selama ini gue belum pernah menyerahkan tubuh gue pada siapapun.  Tapi membayangkan melakukan itu sama Om membuat gue merinding disko.  Ada sesuatu yang mulai terbangkitkan dalam diri gue. "Om.." Gue menoleh padanya dan menyadari betapa dekatnya jarak antara bibir kami berdua.  Kami saling menatap intens dengan tatapan syahdu.  Mengapa seakan ada musik mellow yang mengalun keluar dari hati gue?  Om Sinterklas menatap bibir gue penuh minat.  Apa dia mau mencium gue? Deg.  Deg.  Deg. Jantung gue berdebar kencang. Cium. Cium. Cium. Hati gue menjerit seperti itu. Om mulai mendekatkan bibirnya ke wajah gue, akhirnya kami bakal ciuman kah? "Ah ternyata itu saus tomat yang ada di bibir kamu.  Saya pikir darah," cetus Om dengan mata menyorot geli. What?  Jadi dia cuma pengin meriksa noda di bibir gue?  Iiihhh...   ==== >(*~*)   Cyndi tertawa saat gue menelponnya dan menceritakan tentang salfok yang gue alami akibat saus tomat di bibir gue. "Anggap aja belum saatnya say, kalau jodoh ntar juga kejadian sendiri kok." "Kapan?  Saat lebaran kuda?!  Heran alot benar sih mau cipokan ama si Om," keluh gue. Cyndi tertawa renyah. "Heran, sejak kapan seorang Luna jadi pesimis gini?!  Bukannya seorang pertapa aja bisa lo bikin turun gunung karena pengin f**k ama elo?!" "Shut up!  Gue gak pernah f**k ama cowok tauk!" "Perumpamaannya say.  Lo kan hot.  Lo itu magma!" Hidung gue kembang kempis mendengar sanjungan laknat Cyndi. "Ehm, apa gue kurang agresif sama Om?  Selama ini gue menggunakan role mode cewek manis imut padanya,"curhat gue. "Nah itu!  Lo berhasil menemukan solusi masalah elo." I think so. "Ohya, Om mengajak gue menemaninya ke pesta klien kerjanya.  Apa saat itu gue berdandan hot dan merayunya?" "Why not Lun?  So.. make up and kiss him, b***h!" seru Cyndi menyemangati. Yeahhhh... I 'll do it!  Kali ini gue harus berhasil mencuri ciuman si Om! Grrrggghhhh, naluri jalang gue mulai mendidih.   ==== >(*~*)   Gue udah siap dan menunggu Om dengan hati berdebar.  Sekali lagi gue memastikan penampilan gue di cermin.  Wih, seksi, spektakuler dan hot banget.  Gue rasa tampilan gue bakal mencuri perhatian di pesta.  Gak rugi gue dandan habis-habisan! Sesaat kemudian ada pesan masuk di hape gue. Om Sinterklas: Jemputan sudah menunggu di lobby, Cantik.. . Oh, kini saatnya.  Gue gak mau membuang waktu.  Begitu memasuki lobi, gue berencana akan mencium Om.  Mumpung keberanian gue masih berkobar-kobar. Sesampainya di lobi cuma ada satu pria berpakaian formil yang berdiri membelakangi gue.  Pasti dia si Om!  Ini sempurna.  Hanya ada dia dan tak ada orang lain yang bakal merecokin kami. "Om!"teriak gue mesra.  Gue berlari kearahnya. Si Om membalikkan badannya, dan gue langsung melempar tubuh gue kedalam pelukannya.  Dengan mata terpejam, gue memagut bibir Om penuh gairah.  Si Om sempat berontak sedikit, mungkin dia merasa risih ciuman di lobi.  Tapi gue yang lagi putus urat kemaluan gue, malah memperketat ciuman kami.  Gue sosorin bibirnya, setengah memaksa gue membuka mulutnya untuk memasukkan lidah gue kedalam rongga mulutnya.  Sepertinya Om mulai jinak, dia pasrah gue mencium bibirnya yang kenyal dan seksi itu.  Bahkan kemudian dia membalas ciuman gue tak kalah panasnya.  Lidahnya dengan lincah memilin lidah gue dan mengabsen semua bagian rongga mulut gue.  Gue mendesah nikmat.  Saking gemasnya, gue meremas-remas rambut si Om. "Yes, Baby.  Lo memang b***h menggairahkan."  Suara parau seseorang menyadarkan gue. Mata gue membelalak saat mengetahui siapa yang berada didepan gue.  Dia si supir kampreto!  Bukan Om Sinterklas!!          PLAK!  Spontan gue menampar pipinya dengan kencang. "s**t!  Kenapa lo menampar gue, b***h?!  Lo yang maksa mencium gue dan memperkosa bibir gue.  Seharusnya gue yang menampar lo, cewek murahan!" makinya tak terima. Gue ingin menamparnya, tapi supir kampreto itu menahan tangan gue dan mencengkeramnya dengan kencang.  "Jangan mentang-mentang lo jadi simpenan Boss gue, lo bisa semena-mena sama gue, cewek nakal!  Ingat, gue cuma jual jasa nyetir, bukan jual harga diri gue!" desisnya tajam.  Matanya menatap gue dengan sorot menyala. Entah mengapa gue terpaku menatapnya.  Sekelumit perasaan takut menyelinap masuk ke hati gue.  Sepertinya si kampreto ini bukan cowok yang bisa diremehkan begitu saja.   ==== >(*~*)   Mood gue terlanjur rusak.  Saat melihat Om menyambut gue di lobi hotel mewah bintang lima, gue cuma tersenyum paksa.  Sepertinya Om merasakan hal itu. "Luna, apa kamu kecewa karena bukan saya yang menjemputmu seperti yang saya janjikan?  Maaf Cantik, tiba-tiba ada jadwal meeting yang dimajukan," kata Om dengan raut wajah menyesal. "Tak apa, Om." Gue berusaha mengembalikan mood gue.  Bukan salah Om.  Guenya aja yang ceroboh hingga bisa nyasar mencipok si supir kampreto.  Cih, menjijikkan!  Tapi, mengapa berciuman dengannya membuat darah gue panas menggelegak?  Dasar dia itu kompor mbeleduk!! "Luna, kamu nampak amat cantik malam ini," bisik Om manis. Kemarahan gue lumer seketika.  “Om juga.  Tampan sekali," balas gue merayu. "Boleh saya mencium kamu?" OMG.  Akhirnya yang gue tunggu bakal terjadi.  Gue gak mimpi kan?  Gue pun mengangguk malu-malu. Cup.  Kejadiannya begitu cepat.  Om hanya mencium kening gue sekilas.  Uh, padahal gue telah membayangkan ciuman bibir yang panas membara disertai desahan sensual seperti saat di lobi apartemen tadi. Astagah!  Buat apa gue membayangkan ciuman menyebalkan gue dengan supir kampreto tadi?!  Somebody, please tampar pipi gue untuk menghapus kenangan mengerikan itu!!   ==== >(*~*)  Bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN