Pagi-pagi sekali Meri masih sibuk memejamkan kedua matanya, ia tampak sibuk berkutat dengan alam bawah sadarnya. Sama sekali tidak memikirkan bahwa matahari mulai muncul di ujung sana. Karena jadwal kelasnya kali ini masih nanti siang, sehingga dia semalam memanfaatkan waktunya untuk menonton film sepuasnya sampai dia lupa waktu dan baru tertidur jam 3 dini hari.
Bahkan suara ketukan pintu pada kamarnya sama sekali tidak dia gubris. Membuat Riko hanya bisa pasrah dan berlalu pergi dari depan pintu kamar kakaknya. Memang adiknya itu sudah sangat hafal kebiasaan buruk kakaknya yang kebo kalau sudah menyentuh kasur, sangat sulit untuk dibangunkan. Selama ini hanya mamanya saja yang selalu berhasil untuk membangunkannya, sedangkan Riko sering gagal. Namun jika mamanya sudah turun tangan, maka gadis itu tidak akan bisa tenang karena wanita paruh baya itu akan membuat telinga Meri pengang seharian kena omelan mamanya.
___
"Kakak kamu mana?"
"Biasalah Ma, kebo!" Jawab Riko cuek, yang sayangnya membuat mamanya harus menahan kekesalan untuk tidak berteriak langsung di samping telinga anak perempuannya itu.
"Dasar anak itu, hari pernikahannya udah deket juga. Masih aja suka bangun kesiangan kayak gini, ntar kalo udah jadi istri nak Alvin gimana coba. Apa Mama gak malu punya anak perempuan kerjaannya makan tidur mulu sama kebo!"
Riko menggaruk kepalanya yang tidak gatal, namun dia juga paham bagaimana kekesalan mamanya karena sikap kakaknya yang tidak berakhlak. Bukan hanya sekali dua kali melakukan hal seperti ini, namun hampir tiap hari siklusnya terus terulang. Dia juga sudah hafal kalau kakaknya akan lebih rajin pada sore dan malam hari, persis seperti kalong.
Baru beberapa langkah mama Ani hendak berjalan ke kamar Meri, saat suara deru mobil terdengar di depan rumahnya. Hingga membuat wanita paruh baya itu menghentikan niatnya untuk pergi ke kamar Meri dan lebih memilih untuk mengecek mobil siapa yang saat ini sedang berada di pelataran rumahnya.
Begitu melihat sosok tersebut, mama Ani tidak bisa menyembunyikan bibirnya untuk tidak tertarik ke atas membentuk sebuah senyum lebar. Bagaimana tidak ketika dia melihat sosok menantunya datang dengan pakaian rapi sudah berada di depan rumahnya pagi-pagi sekali, sangat jauh berbeda dengan anaknya yang saat ini masih membangun sebuah pulau di atas bantalnya.
"Nak Alvin pagi-pagi sudah ke sini, nyariin Meri ya? Ayo masuk-masuk!" Dengan penuh keramahan yang belum pernah diperlihatkan pada kedua anaknya sendiri Mama Ani menuntun Alvin dengan penuh perhatian.
"Terimakasih Ma, jangan repot-repot!"
"Udah gak apa-apa, sekalian sarapan di sini ya. Mama mau bangunin anak Mama yang kebo itu dulu, maafin anak Mama kalau jam segini masih belum bangun." Keluh mamanya yang seakan merasa malu untuk mengatakan bagaimana anak perempuannya masih saja tertidur saat di depan calon suaminya yang sudah mengenakan setelan pakaian rapi seperti saat ini.
"Gak apa-apa kok Ma, atau kalau boleh biar saya saja yang membangunkan Meri." Tawar Alvin yang untungnya disetujui oleh Mama Ani setelah berpikir selama beberapa saat.
"Yaudah kalau begitu, Mama mau lanjutkan masak. Minta tolong ya nak Alvin, maklumin aja, terus jangan sungkan-sungkan buat bangunin anak Mama yang satu itu, dia emang udah kebiasaan begadang sampai bangunnya kesiangan terus."
"Iya Ma tenang aja," Alvin memasang senyum manisnya yang membuat Mama Ani merasa lega dan bersyukur bahwa masih ada pria sebaik Alvin yang mau dengan anaknya yang super kebo dan pemalas itu.
'Semoga pilihan Mama untuk kamu kali ini benar Meri, Mama cuman bisa kasih ini ke kamu. Mama harap nak Alvin memang benar-benar suami yang baik untuk kamu ke depannya.'
___
Alvin yang saat ini telah diberitahu oleh Mama Ani dimana letak kamar Meri memutuskan untuk pergi ke kamar gadis itu. Setibanya di depan pintu polos berwarna merah bata yang merupakan kamar milik gadis itu ia berhenti, mengambil napas sejenak sebelum memutuskan untuk mengetuk pintu selama beberapa saat.
Satu kali ketukan, tak ada suara apapun dari dalam. Dua kali ketukan, masih sama tak ada sahutan. Tiga kali, tak ada yang berubah. Membuat Alvin dengan ragu untuk membuka kenop pintu di depannya atau tetap hanya diam berdiri di depan pintu untuk mengetuk pintu tersebut sampai gadis itu terbangun. Namun setelah mengetuk pintu sekali lagi, ia pada akhirnya memutuskan untuk memutar kenop pintu tersebut, dan untungnya pintu kamar Meri tidak dikunci dari dalam. Membuatnya bisa dengan mudah masuk ke dalam kamar calon istrinya.
Alvin tidak terburu-buru, ia memperhatikan terlebih dahulu bagaimana suasana kamar milik Meri. Dan dia merasa bahwa selera desain interior kamar milik gadis itu cukup bagus, meski kamarnya tidak terlalu besar namun semua barang-barang yang ada di dalamnya tertata dengan baik dan rapi, juga sangat estetik layaknya dekor kamar ala-ala Korea yang simpel dan nyaman. Alvin tersenyum begitu melihatnya secara langsung seperti saat ini, lalu pandangan matanya tertuju pada sosok Meri yang saat ini masih memejamkan kedua matanya dengan bibir setengah terbuka yang terlihat lucu dan menggemaskan di matanya.
Ini adalah kali pertama dia memasuki kamar seorang gadis, jadi dia merasa agak gugup sebenarnya. Namun dengan cepat pula dia mampu mengatasi rasa gugup tersebut, bahkan saat ini rasa ingin mencubit kedua pipi gadis itu jauh lebih tinggi dari pada rasa gugupnya. Wajahnya saat tengah tertidur pulas tampak masih terlihat cantik secara alami, membuat Alvin merasa gemas ingin segera menghalalkannya. Agar dia bisa melihat pemandangan indah seperti ini setiap dia bangun tidur. Pasti sangat menyenangkan pikirnya.
Maklumi saja, dia sudah menjomblo sekian tahun sejak terakhir kali bercerai dari mantan istrinya di usianya yang tergolong masih terlalu muda pada saat itu. Jadi saat dia dihadapkan pada sosok calon istrinya yang tak lama lagi akan menjadi istri legalnya, tentu saja memberikan gejolak perasaan tersendiri di dalam dirinya. Rasa ingin memiliki gadis itu yang memang sedari awal sudah dia targetkan untuk dijadikan sebagai calon istrinya. Dan dia sangat bersyukur bahwa segalanya berjalan dengan lancar sesuai dengan keinginannya untuk bisa mempersunting gadis di depannya ini agar secepatnya menjadi halal baginya.
"Sayang, bangun yuk." Dengan pelan Alvin mengelus pipi Meri yang agak chubby, terasa halus dan kenyal di tangannya.
'Astaga pengen gue uyel-uyel ini pipi, gemes banget gak tahan!' batinnya yang berusaha mengendalikan dirinya agar tidak sampai lepas kendali.
Tak ada jawaban yang berarti , hanya ada sebuah gumaman pelan dari Meri. Yang mana gadis itu malah menenggelamkan sebagian wajahnya ke bantal, memeluk guling miliknya dengan erat. Membuat Alvin sedikit merasa iri pada guling tersebut karena bisa dipeluk setiap hari oleh gadisnya.
'Andai aku jadi guling!'
Namun tak beberapa lama dia menghapus pemikiran itu, Alvin perlahan mengelus pipi Meri. Meski begitu gadis itu malah terlihat nyaman dengan belaian pelan pada pipinya. Andai Alvin tidak mengingat fakta bahwa saat ini dia sedang berada di rumah calon mertuanya, mungkin dia akan lebih memilih untuk ikut bergabung bersama Meri dan memeluk gadis itu dari belakang untuk dia jadikan gulingnya. Karena dalam tidurnya pun gadis itu masih terlihat tampak cantik dengan piyama tidurnya, rambutnya yang berantakan justru membuatnya terasa jauh lebih imut dan menggemaskan.
'Karungin boleh gak sih, gak kuat liat dedek gemes kayak gini. Bulan depan lama banget rasanya kalo gini,' rusuh Alvin dalam hatinya yang saat ini ketar-ketir tidak sabar untuk mengarungi Meri.
Tak berapa saat kemudian terdengar suara leguhan pelan, Meri yang semula merasa terganggu oleh sesuatu yang mengelus pipinya berniat untuk menyingkirkan hal itu dan kembali melanjutkan tidurnya yang terganggu. Namun apalah daya ketika dia hendak mengelak, justru gadis itu dikejutkan dengan sosok pria yang saat ini sama sekali tidak ada dalam jadwal paginya untuk bertemu secara kebetulan seperti saat ini.
Meri yang masih tidak meyakini penglihatannya berulang kali mengucek kedua matanya, menerka-nerka apa mungkin mimpinya bisa sampai senyata ini. Hanya saja jika ini adalah sebuah mimpi, dia tidak habis pikir bagaimana bisa sampai sentuhannya terasa hangat di pipinya.
"Selamat pagi Sayang." Suara sapaan ringan dari Alvin pada sosok Meri bagai alarm tak kasat mata di matanya.
'Gue gak lagi halu kan?' batin Meri merasa linglung seketika.
"Mandi gih, Mama udah nungguin kita di bawah."
Satu detik berlalu Meri masih terdiam, dua detik terlewati juga masih belum memberikan respon apapun. Hingga pada detik kesepuluh barulah kedua mata gadis itu dibuat melotot kaget. Ia dengan refleks segera memundurkan tubuhnya hingga kepalanya terantuk kepala ranjang saking kagetnya dia. Baru saja terbangun di pagi hari sudah disuguhkan pemandangan manis luar biasa, senyum ala Afgan yang mempesona. Namun yang ada di depannya ini adalah Afgan versi KW namun tidak kalah manisnya, bisa dibayangkan bagaimana kondisi jantungnya saat ini yang sudah berdisko ria di pagi hari. Meronta-ronta ingin melompat keluar sangking kagetnya dia.
"Ke-kenapa Mas ada di sini, saya gak lagi mimpi kan?"
Kepala Meri langsung tertuju pada pintu kamarnya yang masih terbuka lebar menandakan bahwa memang pria di depannya ini masuk ke kamarnya melalui pintu. Bukan melalui jendela seperti pada film-film Bella Swan dan juga Adward Cullen pada film Twilight, sehingga kemungkinan besar dia tidak sedang bermimpi.
"Kenapa kamu bisa bertingkah selucu ini saat baru terbangun?" tawa renyah Alvin menggema dalam gendang telinga Meri, membuat gadis itu meneguk ludah kaku.
Ia tidak berani berbicara, karena takut bahwa bau mulutnya akan semerbak tidak menyenangkan saat ia membuka bibirnya. Belum lagi dia juga masih tidak mengetahui apakah di sudut matanya terdapat belek saat dia baru bangun tidur. Jika ada bukankah itu akan menjadi momen paling memalukan dalam hidupnya, membuat Meri spontan langsung mengucek matanya sebagai alibi untuk memastikan bahwa sudut matanya bersih tanpa kotoran.
"Mas bisa keluar sekarang, saya mau mandi!" usir Meri yang masih menjaga jarak dari sosok Alvin yang duduk di samping kasurnya.
Ia tidak ingin mengambil risiko mengalami serangan jantung di pagi hari hanya karena kedatangan seseorang pria yang membangunkan tidur nyenyaknya di pagi hari. Belum lagi penampilannya yang cukup kacau membuatnya ingin sekali menenggelamkan diri sejauh mungkin agar tidak lagi berhadapan dengan sosok pria itu. Mengingat dia masih memiliki rasa malu sebagai seorang gadis yang untuk pertama kalinya dibangunkan oleh lawan jenis yang bukan keluarganya.
'Dibangunin gini aja udah deg-degan luar biasa, apa lagi kalau nanti udah nikah. Tiap bangun pasti ketemu dia, astaghfirullah apa saya belum siap serangan jantung tiap hari.'
___
"Meri mana Nak Alvin?" tanya Mama Ani begitu melihat sosok menantunya telah kembali ke meja makan.
"Masih mandi Ma,"
Terdengar jelas suara helaan napas panjang dari Mama Ani, wanita paruh baya itu meletakkan lauk yang baru saja dia masak di atas meja makan dan menggelengkan kepalanya tak habis pikir melihat kelakuan anak perempuan satu-satunya itu.
"Mama malu deh rasanya liat anak perempuan Mama jam segini baru bangun. Mana dibangunin langsung sama calon suaminya lagi, semoga kamu maklum saja ya sama kelakuan Meri. Mama tiap hari udah capek teriak-teriak buat bangunin dia, tapi tetep aja dia kebo, susah buat dibangunin. Paling kalo Mama kesel langsung aja Mama siram biar dia bangun." Kesal Mama Ani yang tanpa sadar mengeluarkan semua unek-unek mengenai anak perempuannya yang terlalu pemalas.
"Saya sama sekali tidak mempermasalahkan hal itu kok Ma, jangan khawatir. Nanti Meri akan paham dengan sendirinya, saya akan berusaha membimbing dia menjadi lebih baik lagi nantinya."
"Ya begitulah Nak Alvin, hampir tiap hari dia begitu. Tidurnya selalu tengah malam, alhasil tiap pagi sudah kalo disuruh bangun. Emang dasar anak kalong!"
Alvin hanya tertawa pelan, sama sekali tidak keberatan mendengarkan setiap keluh kesah dari calon mertuanya tentang Meri. Justru dia merasa senang, karena dengan begitu dia akan mendapatkan informasi lebih mengenai kebiasaan dari gadis itu, sehingga dia tidak merasa keberatan untuk mendengarkan omelan calon mama mertuanya.
To be Continued...