Berto masih setia menunggu Varizen sambil terus melirik jam yang terus berputar. Jarinya mengetuk meja berulang kali lantaran terlalu lama tidak ada kabar dari Jonny. Ia tidak betah dengan kejenuhan tersebut.
Pria itu mendorong kursi dengan kasar, mengambil jas nya begitu saja. Ia melebarkan langkah kaki untuk mencari keberadaan gadis tersebut. Sesuai dengan laporan dari salah satu pengawal, Varizen dan Jonny menuju ke kamar mandi bagian dekat taman.
“Aku yakin bahwa dia akan kabur lagi,” monolog Berto terus meangkah dan sedikit berlari. jika itu benar terjadi, maka ia akan menghukum gadis itu seberat-beratnya.
Dari jauh, Berto melihat Jonny yang berjaga di depan pintu toilet. Ia pun bergegas menuju kesana. “Sudah berapa lama dia di dalam?” tanya pria itu membuat Jonny sedikit gelagapan.
“Sepuluh menit, Tuan,” jawab Jonny sambil menunduk. Berto langsung masuk ke dalam dan mendapati Varizen yang tengah melihat ke luar jendela. Karena bunyi pintu yang terbentur tembok sangat keras. Ia jadi tersentak,”Kalau masuk ke dalam, jangan mendorong pintu dengan keras. Jantungku bisa berhenti berdetak karena kaget,” katanya sambil menoleh dan langsung menutup mulutnya.
Berto terengah-engah dan berjalan cepat menuju varizen. Gadis itu pun bergetar hebat sambil menunduk, “Maafkan aku Ayah….” Pria itu diam membeku tepat dihadapan gadisnya sambil menatap tajam.
“Hari ini, kau hebat sekali karena sudah membuat waktuku terbuang percuma,” kata Berto sambil bertepuk tangan. Bagi Varizen, perilaku seperti itu adalah sebuah peringatan. Ia semakin menunduk dan berdiam diri.
“Apa susahnya kau menurutiku? Kau selalu saja seperti ini. Jangan pernah lagi melawanku.” Berto mengangkat tangan membuat Varizen terkesiap menutup matanya menutup rapat. Hal yang dipikirkan adalah sebuah tamparan keras dipipi.
Namun, yang ditunggu-tunggu tidaklah kunjung muncul. Malah yang terjadi adalah sebuah elusan lembut di kepala. Aneh, pikir gadis itu berulang kali. Perlahan, ia membuka matanya.
“Perkiraan yang salah,” ucap Berto sambil menyelipkan anak rambut di belakang telinga Varizen. Ia kemudian mengangjat dagu gadis itu, “Aku akan mengantarmu ke ruangan kepala sekolah.”
Berto menarik tangan Varizen sampai menabrak d**a bidangnya. Aroma wangi bunga teratai tercium jelas masuk ke dalam rongga hidung. Ia tersenyum sambil menutu mata, merasakan jantung dan aliran darah yang terus mengobrak abrik seluruh tubuhnya.
Cinta memanglah sangat indah, apalagi mencintai seseorang. Bukankah rasa itu selalu mengiringi disetiap kehidupan manusia? Baik tua, muda, bayi, anak-anak maupun remaja.
Mendapat perilaku mengejutkan dari Berto, membuat Varizen sedikit bingung. Ia hendak ingin melepaskan diri namun pelukan itu semakin erat. Aneh, apa yang terjadi dengan pria kejam itu? Kenapa menjadi lembut seperti ini?
“Jangan kabur lagi,” kata Berto sembari melepas pelukan tersebut. Ia menyeret tangan Varizen untuk mengajaknya keluar toilet. Saat sudah berada diambang pintu, gadis itu tidak mau berjalan lagi.
“Kenapa?” tanya Berto. Ia menoleh dan mendapati Varizen yang sedang terlihat cemas. Bahkan, tangannya juga dingin. “Katakan…!” perintahnya.
“Bi-bisakah aku berjalan sendiri? Jangan menyeretku,” jelas Varizen dengan nada bergetar. Ia sangat takut akan perlakuan yang mendadak diluar dugaan seperti ini. Ingatlah bahwa Berto adalah pria yang sangat kejam.
“Tidak ada penolakan,” jawab Berto percaya diri dan sudah final. Ia kemudian menyeret tangan gadis itu kembali, membawanya menemui kepala sekolah. Sampai di depan pintu, pria tersebut mengetuknya.
Seseorang dari dalam pun membuka pintu dengan perlahan. Wajah terkejut terlihat jelas di raut mukanya. “Ayah,” panggilnya lirih membuat dahi Varizen berkerut. Ia mendongak ke atas dan mendapati Jonathan yang tengah menatap tajam kepadanya.
“Kakak,” panggil Varizen lirih. Ternyata, pertemuan mereka berdua dipercepat. Bahkan belum ada satu jam sudah saling bertatap muka seperti ini. Menurut gadis itu, berhadapan dua pria yang sama kejamnya adalah siksaan yang paling berat. Ia merasa di dalam situasi yang tidak bisa di gambarkan.
“Tidak usah tanya. Kau lihat sendiri, bukan?” kata Berto dingin sampai membuat suasana tidak normal. “Aku akan menjaganya, ayah bisa pergi ke perusahaan,” jawab Jonatan sambil terus memandang Varizen, lalu melirik kea rah tangan gadis itu.
Berto mengerutkan dahi, sedetik kemudian senyumnya mengembang lebar. Varizen memang harus dijaga oleh Jonathan. Lagi pula, mereka adalah saudara. Tidak aka nada hal diluar dugaan dan dirinya juga tidak perlu khawatir.
“Aku serahkan dia padamu.” Akhirya, Berto memilih segala pengurusan pendaftaran diserahkan oleh Jonathan. Ia kemudian melepas tangan Varizen yang masih dingin, “Jangan takut… lagi pula, dia saudaramu,” kata pria itu sambil mengusap lembut pipi gadisnya.
Tahukah Berto bahwa pria lain yang berada dihadapannya saat ini sedang menahan gejolak amarah yang mendalam. Ingin rasanya ia meninju tangan kotor milik Berto yang dengan lancangnya menyentuh pipi Varizen.
“Aku pergi dulu, sampai bertemu nanti,” pamit Berto kemudian ia berjalan pergi meninggalkan Varizen dan diikuti Jonny. Sekarang, tinggallah mereka berdua yang masih diam seribu bahasa. Jonathan menghela nafas panjang, “Masuk… aku yang akan mengurus semua suratnya. Kepala sekolah sedang ada rapat,” katanya dingin.
Varizen mengangguk lalu masuk ke dalam ruangan itu. Jonatahn kemudian menutup rapat ruangan lalu duduk di sofa. Sementara gadis tersebut masih berdiri. “Sampai kapan kau akan berdiri, duduk!’ perintahnya membuat sang gadis tersentak kaget.
“Aku tidak tahu, sihir apa yang kau gunakan untuk ayah sehingga dia mau menampung anak haram sepertimu,” kata Jonatan enteng. Bisakah pria itu menghilangkan predikat ‘anak haram’. Perkataan itu sungguh sangat menyakitkan bagi Varizen.
“Kenapa? Bukankah aku benar… anak haram tidak seharusnya lahir. Kau tahu, ibu bahkan telah berusaha menggugurkanmu dulu.” Ini bukan ucapan yang ingin Varizen dengar saat ini.
“Seharusnya… memang aku tidak dilahirkan,” kata Varizen sambil menatap Jonathan dengan dingin, membuat pria itu sedikit terkejut. “Jika kau malu berbicara dengan anak haram,” katanya sambil menekan kata ‘anak haram’, “Kau boleh tidak mengenalku selama aku menjadi murid di sekolah ini.
Sepertinya, perkataan Varizen bukan main-main. Jonathan pun sedikit berpikir, apakah ia keterlaluan selama ini. Tapi, memang ini yang harus dilakukan. Menjauh sejauh mungkin. Menghilangkan segala rasa yang ada.
“Ide bagus…,” jawab jonathan enteng. Hati Varizen sangat sakit mendengar perkataan yang keluar dari mulut pria itu. Mereka berdua adalah saudara, tidak sepatutnya Jonathan membenci dirinya seperti itu.
Tangan gadis itu mengepal dengan kuat. Selama ini, kedua orang yang dicintai tidak mengharapkan kehadirannya. Mungkin, Felisia tadi malam hanya berucap sebagai pemanis bibir saja. Dan juga Jonathan dengan terbuka selalu membuatnya sengsara.
‘Penderitaan sejati,’ batin varizen sambil tersenyum getir. Ini bukanlah keluarga yang diharapkan. Tapi, penjara penderitaan yang berjalan tanpa henti. Padahal, ia sudah sangat lelah terus berjalan diatas duri yang tidak tahu kapan benda tajam itu menghilang.
Jika saja varizen bisa memutar waktu, ia tidak akan setuju dengan pernikahan Berto dan Felisia tujuh tahun lalu. Tapi, karena memikirkan kebahagian sang ibu, ia menerima dengan lapang d**a. Dan sebagai gantinya, penderitaan terus muncul dalam hidupnya yang damai.
BERSAMBUNG