Bab 7

1210 Kata
Varizen masih terus berlari tak tentu arah. Ia tidak keluar dari bangunan tersebut karena buta arah. Gadis itu memilih bersembunyi disebuah ruangan kosong, tampak seperti sebuah laboratorium karena banyak alat-alat yang tertata diatas meja, seperti: Gelas Ukur, Tabung Reaksi, Erlenmeyer, Gelas Beaker, Pipet tetes dan masih banyak lagi. Gadis itu menebak sambil menatap ke sekeliling ruangan. Ia tahu ruangan yang ditempati saat ini adalah Laboratorium Kimia. Tapi, kenapa ruangan yang berbahaya seperti ini tidak terkunci sama sekali? Tiba-tiba, suara seseorang membuka pintu terdengar di telinga Varizen. Ia langsung duduk di lantai lalu merangkak seperti bayi, sembuyi di sisi kanan meja yang jauh dari pintu. Gadis itu mengintip orang itu lalu mengamatinya dengan jelas. “Kak Jonathan,” gumam Varizen lirih sambil menutup mulutnya. Diantara banyak orang yang ada di sekolah ini, kenapa harus ada Jonathan di dalam ruangan? Sungguh Tuhan tidak berpihak padanya. Selalu memberi kesulitan disetiap langkah yang sudah ditempuh. Varizen melirik ke arah pintu, jarak persembunyiannya dengan pintu keluar sangat jauh. Gadis itu menggigit bibir tanda cemas, ditambah keringat dingin yang mulai bercucuran. Jika ia ketahuan, pasti pria itu akan melakukan hal buruk. Terlebih lagi, dia sangat membencinya. “Bagaimanapun caranya aku harus keluar dari ruangan ini,” final Varizen hendak bersiap merangkak. Namun, karena fokus dengan pemikiran untuk pergi dari ruangan itu, Varizen tidak menyadari bahwa kegiatannya sudah diamati oleh Jonathan. Bahkan, pria itu sudah mulai mendekat perlahan dan sudah sampai tepat dibelakang gadis itu. “Kenapa ada siswa yang masih berada di ruangan ini?” celetuk Jonathan masih belum menyadari bahwa dia adalah Varizen. Gadis tersebut tersentak kaget, keringat terus saja membanjiri tubuhnya. “Jika kau diam saja, saya akan memberi sanksi.” Jonathan berjalan mendahului Varizen yang masih menunduk dan belum berdiri. Ia sekarang beralih tepat dihadapannya, “Angkat kepalamu!” titah pria itu dengan tegas. Aku tak ingin ketahuan, batin Varizen menggigit bibirnya dengan raut wajah cemas. Suara ponsel berdering di atas meja membuat Jonathan mengalihkan pandangannya. Ia berpikir untuk mengabaikan panggilan itu. Namun, bunyi yang keras dari benda pipih tersebut membuat telinganya terganggu. “Siapa yang menghubungiku?" tanya Jonathan sambil melangkahkan kakinya menuju tempat ponsel berada. Varizen menghela nafas lega dan langsung bangkit. Ia tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan emas yang telah Tuhan berikan. Dengan cepat, gadis itu melangkahkan kakinya untuk pergi meninggalkan ruangan tersebut. Varizen pun keluar dengan selamat dan sekarang bersandar di depan pintu. “Aku harus kembali ke sokolah lamaku,” kata gadis itu penuh semangat. Dari jauh, tampak seorang siswa yang mengamatinya. Dia tersenyum kemudian berbalik arah, lalu menghubungi seseorang. “Halo… saya sudah menemukannya. Dia masih ada di lingkungan sekolah. Anda bisa kembali sekarang.” “Kerja bagus,” kata orang yang masih berada di dalam mobil. Siapa lagi kalau bukan Berto. Untung saja, ia mempunyai seseorang yang bisa diandanlkan di dalam sekolah itu. Dia adalah mata-mata Jonathan sekaligus bocah yang sudah ikut lama dengannya. “Jonny, kembali ke sekolah!” titah pria itu sambil tersenyum. Ternyata, perkiraannya salah. Karena terlalu emosi, pikiran pria itu kalut sehingga menilai bahwa Varizen kabur keluar dari sekolah. Mobil Berto melaju dengan cepat, sehingga dalam waktu singkat, mereka sampai di sekolah. Pria itu tahu kalau Varizen buta arah. Mudah baginya untuk menemukan gadis tersebut. “Kerahkan semua orang untuk membawanya dalam ruangan pribadiku.” Berto keluar dari mobil dengan gagah. Ia bejalan dengan angkuh menuju ke ruang pribadinya. Para staf guru yang melihat kedatangan langsung menyambut dengan ramah. Bahkan ada yang tanpa maalu-malu sengaja untuk menggodanya. Namun, pria itu hanya diam saja dan bersikap dingin. Sementara itu, Varizen masih dalam kebingungan karena berputar-putar tidak jelas. Ia merasa kalau semua bangunan sama. Jadi, arah yang dilewati selalu berakhir di taman. Langkah kakinya pun berhenti karena lelah berjalan. “Sepertinya, aku sudah dua kali melewati taman ini,” kata Varizen sambil menengok ke kanan dan ke kiri. Ia hanya takut kalau Berto menemukan keberadaanya. Jika itu sampai terjadi, pasti tiada nasib mujur. Sebuah tepukan pundak mengaggetkan Varizen sampai tersentak. Ia menoleh lalu terkejut bukan main sampai mundur selangkah ke belakang. “Nona… seharusnya Anda tidak kabur dari Tuan,” peringatnya dengan lembut. Satu persatu, orang muncul dari berbagai arah. Gadis itu tidak bisa kabur lagi. Satu-satunya cara adalah minta tolong. Tapi, karena kondisi lingkungan yang sepi, pastinya tidak ada seseorang yang lewat sekitar. “Bekerja samalah, Nona… Tuan sudah menunggu di ruangannya,” kata pengawal tersebut. Varizen menggelengkan kepala, “Aku tidak mau sekolah disini. Aku mohon… bujuklah ayah.” “Anda sudah dikeluarkan dari sekolah lama!” teriak seseorang dari arah belakang. Varizen menoleh dan terkejut lagi, “Jo-Jony,” panggilnya lirih. Jika Jonny disini, pasti Berto juga ada disini. Varizen mengira ruang pribadi yang dibicarakan pengawal sebelumnya adalah rumah. Namun, ternyata perkiraannya salah. “Ikut saya, Nona. Dengan aman dan tanpa perlawanan,” kata Jonny dengan tegas. Gadis itu menunduk, “Haruskah aku ikut… bagaimana jika aku menolak?” Varizen mengangkat kepalanya, menatap Jonny dengan pandangan tajam. Kali ini, ia tidak mau kalah. Semua harus diperjuangankan. “Anda tau sendiri kekejaman Tuan,” peringat Jonny sedikit ragu lantaran pandangan Varizen yang berbeda, “Tidak ada yang perlu aku pertahankan,” gumam gadis itu lirih. Lagi pula, Felisia juga tidak mau ikut dengannya. Kabur memang jalan satu-satunya, namun, akankah dia ditemukan jika melakukan aksi itu. Mengingat bahwa pria yang berstatus ayahnya memiliki banyak anak buah dimana-mana. ‘Dimanapun aku menginjakkan kaki, pasti dia dapat menemukanku dengan mudah. Aku ingin pergi secepatnya,’ pikir Varizen. Jonny pun mendekat, mengikis jarak diantara mereka. “Bukan untuk saat ini, Nona. Pikirkan baik-baik. Suatu saat, saya akan membantu Anda.” Bola mata Varizen melotot sempurna karena tidak menyangka bahwa Jonny akan berkata demikian. Bukankah itu namanya penghianatan? Kenapa pria itu tampa ragu mengucapkan hal tersebut? “Ikutlah dengan saya,” bujuk Jonny dengan lembut agar Varizen percaya dan mengikuti kemauannya. Gadis itu masih diam membeku lantaran memikirkan semua yang dikatakan oleh pria dihadapannya. Tujuh tahun berharap ada seseorang yang menolongnya, apakah semua yang didengar tersebut akan menjadi kenyataan. “Aku tidak tahu apa alasanmu berkata seperti itu. Tapi, bisakah aku mempercayaimu,” jawab Varizen dengan wajah polos. Jonny sedikit kaget melihat ekspresi gadis tersebut. Varizen memang bukanlah gadis yang sama dengan gadis diluar sana. Dia hanyalah seseorang yang ingin terbang bebas seperti burung. “Saya akan membantu Anda dengan tulus. Tapi, bukan sekarang,” ucap Jonny meyakinkan lagi. Batin Varizen berteriak keras. Ia tahu kalau itu adalah harapan palsu. Saat ini, yang terpenting adalah keluar dari kondosi yang tidak nyaman, “Aku ingin ke kamar mandi.” Varizen mulai melangkahkan kakinya, namun dihalangi oleh para pengawal. Ia menghela nafas dengan panjang, “Biar Jonny yang menemaniku,” finalnya sambil melangkahkan kaki. Jonny memberi kode lalu mereka bubar menunggu di pos masing-masing. Ia pun mengikuti Varizen dari belakang lalu berjalan beriringan. “Sebelah sini, Nona,” katanya sambil mempersilahkan gadis itu untuk belok kanan. Varizen mengangguk, “Tunggulah diluar… jangan masuk,” titahnya kemudian masuk ke dalam toilet khusus perempuan. Ia masuk ke dalam lalu membasuh mukanya dengan kasar. Mata gadis itu menelisik ruangan. Tidak jauh dari sana, ada jendela besar yang bisa digunakan untuk kabur. Kaki kecil Varizen melangkah menuju jendela. Ia menoleh ke seluruh ruangan dan bernafas lega karena tidak ada orang selain dirinya, “Aku tidak ingin bertemu dengannya.” BERSAMBUNG
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN