"Mamah?"
Sekar berdiri di ambang pintu, kala ia melihat siapa yang ada di dalam rumahnya. Dua perempuan setengah baya sedang bermain dengan Sharla, putrinya. Lalu kedua perempuan itu adalah ibunya dan mertuanya. Belum habis di sana keterkejutan Sekar. Ia menemukan Saka sedang memotong buah pepaya untuk Sharla dan kedua perempuan setengah baya itu. Sekar tersenyum kecil. Ini adalah sebuah konspirasi dari Saka. Dia memang licik dan menyebalkan.
Sekar tidak boleh kalah. Ia segera masuk dan menyalami kedua perempuan setengah baya itu. Lalu mencium Sharla, dan memakan sepotong buah pepaya hasil potongan Saka. Ia sama sekali tidak canggung atau terlihat tidak senang pada kehadiran Saka. Biar saja, jika itu yang diinginkan Saka. Maka Sekar akan mengikuti permainannya.
"Pepayanya enak!" Dia berjalan ke arah dapur dengan santai tanpa beban. Meski jauh di dalam hatinya ingin sekali memukul lelaki menyebalkan itu.
"Kamu baru pulang? dari mana aja?" tanya Saka mengikuti dari belakang.
Sekar yang hendak mengambil gelas kosong, hanya meliriknya. Lalu mengambil air, lalu meminumnya dengan nikmat. "Kamu ngapain ke sini dengan membawa mereka?" tanya Sekar kesal.
Saka duduk di kursi makan, seolah ia adalah pemilik rumah itu. "karena mereka menginginkannya. Apa aku salah?" tanya nya tanpa dosa.
"Enggak, kamu enggak salah. Tapi kenapa enggak sekalian kamu bawa satu RT aja buat datang ke rumah? biar mereka bisa jadi sekutu kamu!" sindir Sekar, membuat Saka tersenyum dengan gelengan gemasnya pada perempuan itu.
"Suatu saat akan aku bawa ke sini untuk penyatuan orang tuanya sharla!"
Sekar berdecih. "Tidak, terima kasih. Aku sepertinya sedang ingin istirahat. Karena kamu yang membawa mereka. Sebaiknya kamu temanin mereka, oke?" bukannya tidak ingin menghargai kedua orang yang sangat ia hormati. Namun Sekar tidak ingin ada kesalah pahaman antara mereka. Sekar tidak ingin mereka mengira bahwa dirinya akan kembali pada sang mantan.
Sekar hendak pergi, namun Saka menahannya. "Kamu tidak sopan kalau meninggalkan kami!"
Sekar menarik tangannya. "Yang tidak sopan itu adalah, ketika pemilik rumah bekerja. Dan tamu datang ke rumah tanpa permisi."
"Aku itu bapaknya Sharla. Jadi boleh lah, aku datang untuk menengok anaku."
"Tapi tidak dengan mereka berdua."
"Kenapa memangnya? dia ibuku, dan juga ibumu?"
Sekar terdiam kesal. "Baiklah, jika itu yang kamu inginkan. Mari kita bicara bersama mereka. " Sekar berjalan mendahului Saka yang hendak mensejajarkan langkah mereka.
"Mah!" Sekar duduk di dekat Sharla, diantara ibu mertua dan ibunya. Sedangkan Saka duduk di sampingnya mamahnya.
"Jadi kenapa kamu enggak bilang sama mamah, kalau kamu punya anak dari Saka?" tanya mamahnya Sekar. "Kamu pasti berat mengalami ini sendirian, sayang." mamahnya terlihat sedih.
"Enggak apa apa, Mah. Sekar cuma enggak mau ngerepotin mamah aja." jawab Sekar tenang.
"Tapi hamil dan melahirkan itu bukanlah hal yang mudah, sayang. Mamah mungkin bisa bantuin kamu, kalau kamu bilang sama mamah."
"Dan mamah akan tetap percaya kalau itu bukan anak orang lain. Meski aku hamil setelah bercerai dengan Saka?"
Mamahnya melirik Saka dengan tidak senang. Sehingga laki laki itu pun menunduk. "Seandainya kejadiannya akan seperti ini, mungkin mamah tidak akan menikahkan kalian!" ucap mamahnya, membuat Saka dan mertuanya Sekar menunduk merasa bersalah.
Sekar menghela napas dalam. "Sudahlah, Mah. Sekar udah baik baik aja. Dan Sharla pun tumbuh dengan sangat baik." ucapnya.
Mamahnya melirik ke semua isi rumah itu.
"Setiap bulan kamu pasti bayarnya sangat mahal sayang?" tanya mamahnya lagi. Keadaan rumah kontrakan Sekar yang besar, juga isinya yang lemgkap. Membuat mamahnya meringis memikirkan berapa rupiah yang harus dikeluarkan oleh anaknya itu.
"Sekar tinggal di sini gratis, sejak kerja dengan Pak Ishak. Dulu emang tinggal dikontrakan kecil. Namun setelah sekar bergabung dengan Pak Ishak. Sekar tinggal di sini gratis, Mah." jawab dengan senyuman lega.
***
Pembicaraannya kemarin dengan ibunya, membuat mertua dan saka terlihat malu. Itulah kenapa Sekar kemarin tidak mau berbicara dengan mereka. Namun karena Saka memaksanya, maka Sekar mau tidak mau berbicara dengan ibunya, dan berujung dengan mengatakan semuanya pada mamahnya itu. Lalu setelah ini, mungkin tidak akan lagi ada pengganggu dari Saka dan keluarganya. Mereka mungkin malu dan tahu diri.
"Saya sudah menolak permintaan Pak saka. Tapi beliau berjanji tidak akan menyita waktu kamu." Saat ini Sekar di ruangannya Pak Ishak. Meski pikirannya sedang tidak stabil karena pertemuannya dengan kedua orang tuanya itu.
"Maksudnya ia tetap mau bekerja dengan saya, Pak?" tanya Sekar dengan nada jengkel. Saka benar benar tidak tahu malu. Padahal ia kemarin sudah mengatakan dengan jelas. Bahwa ia tidak mau lagi berhadapan dengannya dan juga keluarganya.
"Iya. Beliau mengatakan begitu. Namun dia akan menunggu kapan waktu kamu bisa bekerja dengannya."
"Baik, Pak. Kalau saya bisa. Oh, yah. Hari ini saya akan segera pergi ke tempatnya Pak Adrian ya Pak. Katanya asistennya sudah nunggu." ujar Sekar.
"Oh, baiklah. Silahkan." Lalu Sekar pun pergi. Sesampainya di sana, ia menautkan kedua alisnya, karena Adrian berada di sana.
"Loh, Bapak tidak ke rumah sakit?" tanya Sekar.
Dia tersenyum padanya. "Saya libur hari ini!" jawabnya santai.
"Libur lagi?" tanya Sekar bingung. Setahunya Dokter bedah seperti dirinya itu sangat sibuk. Bahkan mungkin tidak akan punya waktu untuk sekadar melihat pembangunan itu.
"Ayolah, kamu tidak perlu berpikir terlalu keras. Saya akan menjelaskannya nanti, kalau kita ada waktu."
Sekar mengangguk saja. Kemudian ia pun memakai pelindung kepala. Dan mengikuti pemimpin pegawai lapangan di sana.
"Saya suka desaign 3d interiornya. Dari mana kamu terinspirasi ini?" tanya Adrian. Ia masih tidak bisa melupakan desaign modern yang dibuatkan secara spesial itu untuknya. Ah, mungkin bagi desaign cantik itu hanya biasa saja. Namun bagi Adrian itu sangat istimewa.
"Terima kasih, Pak. Tapi saya rasa desaign rumah sakit modern saat ini memang sudah marak di mana mana. Saya hanya mengikuti saran pasar saja." jawan Sekar seadanya.
Adrian melirik wajah jelita itu dari samping. "Saya ingin memberi nama rumah sakit ini, dengan nama yang sangat spesial." katanya.
Karena merasa diperhatikan. Sekar menoleh, lalu mendapati sorot gelap nan menawan itu. "Apa itu?" tanya nya, datar.
Adrian menghentikan langkahnya. Begitu juga Sekar, ia berhenti karena merasa Adrian seperti ingin mengatakan sesuatu yang penting terkait projek yaang sedang ia kerjakan.
"Awalnya saya tidak mengira kalau seorang perempuan bisa menjadi seorang desaign arsitek sehebat kamu." katanya. "Saya selalu menganggap bahwa profesi itu hanya pantas untuk seorang lelaki saja."
"karena kami para perempuan lemah?" tanya Sekar sarkas. Dan hal itu membuat Adrian merasa bersalah. Sehingga ia menggeleng cepat. "Bukan! bukan seperti itu. Kami hanya merasa bahwa pekerjaan ini sangat rumit. Namun, melihat kamu. Itu memang tidak ada yang mustahil."
"Saya suka kerumitan, dan hidup saya memang sudah lebih rumit, jika dibandingkan dengan desaign ini." jawaban yang sendu, juga agak mencubit hatinya Adrian. Ia sungguh tidak bermaksud menyakiti hati desaign cantik di depannya ini. Perempuan itu berjalan lebih mendahului, namun Adrian menghentikannya.
"Sekardriana!"
Dan nama aneh itu yang disebutkan adrian langsung membuat perempuan jelita itu kembali menoleh. Dia menautkan kening. "Maksudnya?"
Adrian mendekat, dan berhenti satu langkah di depannya. "Nama rumah sakit itu, Sekardriana!" ucapnya mantap. Menghadirkan tatapan lebar dari kedua mata cantik itu.