Bad mood (part 2)

1228 Kata
Kali ini mata Liam yang membundar saat melihat tiga jenis es krim tiba di mejanya. “Ini siapa yang pesan? Salah meja kali, mas!” ucap Liam bingung. “Nggak kok mas, itu pesan mbak nya…,” jawab sang pelayan kearah Ara. “Oh, pesanan aku ya? Makasih yaa mas…” jawab Ara ikut bingung awalnya lalu segera sumringah pesannya. “Ngapain pesen es krim sampai tiga segala?!” “Ini bukan cuma es krim! Tapi ada yang pake brownies!” jawab Ara tak menentu sambil menyuap es krim pertamanya. Lalu perlahan gadis itu mendekati Liam dan berbisik. “Sebenarnya aku gak tahu kalau itu es krim semua… abis tulisannya aneh.” Liam segera menoleh ke arah Ara dan melihat gadis itu menatapnya polos sambil menggigit sendok. Liam pun hanya bisa tersenyum dan mengambil salah satu es krim dan ikut memakannya. “Abisin, kalau nggak abis, kamu yang bayar sendiri!” “Ih! Tapi jangan yang itu! Ada brownies melelehnya! Aku mau yang itu!” pekik Ara melihat Liam mengambil piring yang sudah ia incar. “Kamu mau? Sini aku suapin!” “Gak mau ah! Jorok! Bekas iler Om Mas sendoknya!” tolak Ara saat Liam hendak menyuapinya. Belum sempat Liam berbicara tiba-tiba datang beberapa pria langsung menghampiri Liam, menyapanya dan bergabung duduk. Melihat banyak laki-laki Ara langsung bergerak mundur ke sudut, ia merasa gugup dan takut. “Kenalin, ini Ara, cewek gue!” ucap Liam setelah menyapa beberapa temannya dengan riang dan segera mengenalkan Ara pada mereka. “Loh, Lydia?” celetuk salah satu dari mereka lalu saling pandang dan menatap Liam dalam. Liam hanya seolah memberi kode dan suasana pun langsung cair lalu mereka semua menyapa Ara dan berkenalan dengannya. Ara tampak sangat gugup melihat wajah teman-teman Liam yang tampan dan perlente. Tanpa sadar ia segera memeluk lengan Liam seolah meminta perlindungan. Entah mengapa Liam merasa gemas dengan sikap Ara lalu segera mengambilkan es krim yang barusan tengah dinikmati Ara tapi terhenti karena kedatangan teman-temannya. Ara pun kembali menikmati es krimnya dengan diam dalam rangkulan Liam. Ditengah keasikannya berbincang dengan teman - temannya, mata Liam tiba-tiba terpaku pada sosok yang baru masuk ke dalam resto bar itu. Tampak seorang perempuan cantik dengan tubuh sintal tengah menengok ke kanan dan ke kiri. Lydia. Liam segera berdiri dan menghampiri Lydia tanpa mengatakan apa-apa. “Lydia!” panggil Liam. Perempuan itu pun menoleh dan segera menghampiri Liam dan memeluknya mesra. “Frans bilang kamu ada disini, jadi aku segera kemari,” bisik Lydia manja dan mesra. “Anak-anak?” tanya Liam. “Mereka sedang bersama neneknya, jadi kita bisa menghabiskan malam bersama,” bisik Lydia tak ingin melepaskan rangkulannya dileher Liam. Liam menoleh kebelakang dan menarik Lydia ketempat yang lebih gelap. “Aku sedang bersama Ara,” bisik Liam menatap kekasihnya penuh rindu. “Ngapain sih kamu ajak dia kesini? Berkencan dengan perempuan itu gak perlu sampai membuatnya ikut mengenal teman-teman kamu,” gerutu Lydia tak suka. Sebagai kekasih Liam, ia sangat tahu setiap jengkal hubungan Liam dengan Ara. Karena Liam tak pernah menyembunyikan sesuatu darinya termasuk pertengkarannya dengan sang ibu tadi pagi karena Lydia. Mendengar ucapan kekasihnya, Liam hanya diam. Ia hanya ingin melampiaskan perasaannya agar lebih tenang dengan berciuman dengan kekasihnya. Sepasang kekasih itu pun asik b******u sampai tiba-tiba Liam tersentak mendengar suara sumbang tengah bernyanyi riang. Liam segera melepaskan pelukan Lydia dan keluar mencari sosok penyanyi sumbang itu. Benar saja dugaannya. Ia tengah melihat Ara bernyanyi karaoke bersama Joe salah satu temannya di tengah ruangan sambil menatap layar LED besar. Dari gerakannya yang kesana kemari terlihat bahwa gadis itu juga sudah mabuk. Walau suaranya sumbang, tapi Ara terlihat percaya diri dan begitu riang bahkan ia berjalan kesana kemari mengajak para tamu untuk bernyanyi bersama sehingga suasana menjadi semarak. Liam tampak panik saat melihat Ara menari dan berputar-putar sehingga gaun manis yang dikenakannya ikut naik turun menampakan sedikit paha putihnya kemana- mana. “Ara!” panggil Liam segera menarik gadis itu dan memberikan mike nya pada pengunjung yang ikut bernyanyi bersama Ara. “Hei!” ucap Ara protes sambil berjalan sempoyongan mengikuti Liam yang kembali ke meja mereka semula. Meja itu sudah tampak berantakan penuh kartu remi. “Sorry bro, kita taruhan main kartu! Tapi cewe loe hebat, gue kalah dua kali sama dia but rules are rules, kali ini dia kalah dan harus nyanyi,” ucap Frans pada Ara dan menepuk bahu gadis itu bangga. Liam hanya diam dan menatap teman-temannya marah lalu segera menyambar tas Ara dan jacket miliknya untuk segera meninggalkan tempat itu. Liam bertemu dengan Lydia yang menghalangi langkahnya dan tengah menatapnya dengan tatapan dalam. “Aku antar dia pulang dulu. Tunggu aku disini, nanti aku kembali,” ucap Liam segera berpamitan pada kekasihnya dan menarik tangan Ara untuk keluar dari tempat itu. “Misi mbak … mari… pamit dulu,” ucap Ara pada Lydia sambil melangkah terseret-seret ditarik Liam. Liam mendengus kesal menatap Ara yang ngoceh gak karuan dimobil bahkan sampai bernyanyi seriosa. Hanya dalam waktu 30 menit ia meninggalkan Ara bersama teman-temannya, semuanya menjadi keos. Kini ia bingung bagaimana caranya membawa Ara pulang dalam keadaan seperti ini. Tentu saja ia tak bisa membawa Ara pulang kerumah orang tuanya. Hanya satu orang yang bisa menolongnya yaitu karyawan sang ayah. Joddy dan istrinya Rania- Om dan Tante Ara. Satu jam kemudian Liam telah memarkirkan mobilnya dihalaman rumah Joddy dan Rania yang sebelumnya telah ia hubungi dan diberitahu kondisi Ara yang mabuk berat. “Ayo bawa dia ke dalam,” suruh Rania dengan wajah tak suka melihat ponakannya yang digendong Liam yang tengah berdiri di depan pintu. “Kenapa bisa begini sih?!” gumam Rania menatap Liam tajam. Walau Liam anak atasan suaminya tapi ia tak suka melihat keponakannya dibuat mabuk oleh Liam. “Sudah, kamu hubungi mbak Retno dulu saja, bilang kalau Ara menginap dirumah kita. Ini sudah hampir jam 11 malam. Kalau kelamaan nanti mereka cemas,” suruh Joddy cepat pada istrinya. Rania pun mengangguk dan segera menghubungi sang kakak. “Habis dari mana, mas Liam?” tanya Joddy santai sambil menemani Liam yang duduk menunggu diruang tamu. “Tadi saya ajak Ara untuk hangout,” jawab Liam cepat tak banyak bicara. “Seharusnya kamu tahu, bahwa Ara itu masih polos dan gak pernah minum!” tegur Rania ikut nimbrung setelah menghubungi orang tua Ara. “Next nya tolong jangan ajak Ara, seperti itu lagi!” pinta Rania tegas. Liam pun mengangguk seraya berkata, “Saya minta maaf, Tante.” “Ya sudah, kamu juga bisa istirahat di kamar tamu. Besok kita bicarakan hal ini bersama Ara.” “Oh, saya pamit saja …. Saya… “ “Kamu mau pulang dalam keadaan setengah mabuk seperti itu? Nyetir sendiri lagi! Gak bisa! Lebih baik mas Liam, ikut menginap disini, besok pagi setelah efek mabuknya hilang baru boleh pulang. Berbahaya.” ucap Rania tegas dan membuat Liam terdiam. Ia enggan menolak karena memang ia sudah minum alkohol walau belum mabuk. “Maaf ya, mas Liam … lebih baik istirahat disini, kamar tamu kami cukup besar dan nyaman. Biar saya bicara dengan tantenya Ara,” bujuk Joddy pada Liam. Liam pun mengangguk dan mengikuti langkah Rania menuju kamar tamu yang telah mereka sediakan. Liam segera merebahkan tubuhnya dan menatap handphonenya yang bergetar tak berhenti dari Lydia yang pasti menanyakan keberadaannya. Liam hanya bisa mengirimkan pesan pada kekasihnya lalu mematikan handphonenya. Malam ini ia sedang tak ingin menambah masalah yang ia buat sendiri. Bersambung.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN