Ara tampak merengut saat melihat mobil Liam parkir di taman depan rumahnya. Entah apa yang membuat Liam menghubungi Ara dan ingin menemuinya kembali, padahal tadi pagi mereka masih bertemu di rumah Rania.
“Mau apa lagi sih Om Mas?” tanya Ara sambil masuk ke dalam mobil Liam.
“Stt, kalau ketemu tuh bilang Assalamualaikum dulu, sun tangan dan sun bibir,” tegur Liam ketika Ara sudah tampak muram.
“Duh, san sun cap cup melulu! Ayo, jajanin aku ke Indoapril! Tadi aku bilang mama mau ke Indoapril dulu, kita ngobrol disitu aja,” ajak Ara sambil memakai safety beltnya.
“Kenapa gak dirumah aja sih ngobrolnya?” tanya Liam karena Ara melarangnya masuk ke dalam rumah dan menyuruhnya menunggu di mobil.
‘Kenapa pelit banget sih gak mau traktir aku beli cemilan?” ucap Ara balik bertanya. Liam segera menjalankan mobilnya dari pada debat kusir berlama-lama.
Saat itu sebenarnya ia tengah menuju kediaman Lydia. Tapi ketika melihat arah yang sama dengan rumah Ara, mobilnya berbelok dan ingin mampir sebentar menemui musuh kecilnya itu. Membayangkan Ara yang melompat ke pangkuannya dan menjambak rambutnya membuat Liam tertawa dan tersenyum sendiri, ia tak pernah bertemu dengan perempuan yang seliar itu.
Sesampainya diminimarket yang dituju, Ara segera mengambil keranjang dan mengisinya dengan banyak cemilan lalu meminta Liam untuk membayarnya dikasir.
“Kemarin ditawarin belanja gak mau? Sekarang minta jajan,” sindir Liam sembari membayar belanjaan Ara.
“Pelit banget sih! Aku lagi bokek, Om Mas,” bisik Ara sambil mencubit halus lengan Liam. Melihat wajah Ara yang merengut sekaligus memohon membuat Liam gemas dan ingin sekali menciuminya. Sayang mereka tengah berada ditengah keramaian sehingga ia tak bisa mencuri-curi ciuman gemas pada Ara. Gadis itu segera membuka dan menikmati cemilannya saat kembali ke dalam mobil Liam.
“Kita kemana nih?” tanya Liam.
“Ya anterin aku pulang lah, udah malam.”
“Kok langsung pulang, aku masih mau bicara sama kamu sebelum aku pergi.”
“Mau bicara apalagi sih Om Mas?! Lagian udah malam begini, Om Mas mau kemana lagi? Besok kerja loh!”
“Aku mau bertemu temanku,” jawab Liam sembari mengarahkan mobilnya kembali kerumah Ara. Hening. Ara tampak terdiam dan mengunyah cemilannya perlahan.
“Kok melamun?” tanya Liam heran.
“Kalau nikah sama Om Mas, pasti rasanya bakal sepi banget dong ya? Senin sampai jumat sudah berpisah karena pekerjaan. Sabtu-Minggu masih ditinggal karena ngumpul sama teman-teman.”
Mendengar ucapan Ara hati Liam tiba-tiba terasa hangat. Kalimat nikah menggugah perasaannya.
“Ya nggak dong, kalau Sabtu- Minggu aku keluar, kamu juga pasti aku ajak,” ucap Liam sembari mengelus ujung hidung Ara yang lancip. Ara hanya diam dan kembali menikmati cemilannya.
“Aku ketemu kamu buat bahas itu,” ucap Liam tiba-tiba.
“Bahas apa?”
“Itu, soal pertemuan keluarga kita…”
“Ah, nggak ah! Gak usah!”
“Ara!”
“Gak mau ah, aku kaya ngerasa mau dikawinin! Aku belum mau Om Mas!”
“Ra,”
“Aku takut Om Mas, Aku masih ingin bebas …”
Liam menatap Ara dalam. Entah apa yang terjadi tapi tiba-tiba saja ia terikat dengan gadis ini. Yang mereka bicarakan pun bukan cinta tapi lebih dari itu.
“Memangnya kalau sudah menikah kamu gak bebas? Sama aja, Ra.”
Ara diam. Liam memarkirkan mobilnya ditaman dan mengelus pipi Ara gemas. Sedangkan Ara mencoba menepis tangan Liam yang mengganggu pipinya. Melihatnya semakin berontak Liam segera menarik Ara dan kembali mencuri ciuman dari bibir gadis itu.
“Om Mas, ah! Cup cup melulu!” protes Ara tapi kali ini tidak segalak biasanya. Liam tersenyum.
“Cup cup,” gumam Liam mengulang kata-kata Ara. Dua kata itu terdengar manis di telinganya.
“Kamu gemesin soalnya, jadi pengen aku cup cup terus,” goda Liam.
“Tapi aku gak mau … aku tuh pengen di cup cup sama orang yang cinta dan sayang sama aku,” jawab Ara pelan. Liam terdiam.
“Kamu gak suka ya aku cup cup?” tanya Liam. Ara menggelengkan kepalanya spontan. Melihat gelengan kepala Ara, Liam kembali menarik wajah Ara dan mengecupnya lebih lama.
“Kalau kamu gak suka, aku sebaliknya … bibir kamu rasanya lembut dan manis kalau aku cup cup, bikin kecanduan,” bisik Liam sambil menatap mata Ara yang indah. Ara hanya diam dan menundukan kepalanya.
“Besok aku jemput kamu ya dikantor, kita pacaran. Biar minggu depan kalau orang tua kita bertemu kamu sama aku udah gak kaku lagi,” ucap Liam merapikan pakaiannya.
“Pacaran? Ihhh, Om Mas m***m!”
“Loh, kok m***m?!”
“Kalau pacaran kan bawaannya cup cup trus pegang-pegang badan gitu bukan?!”
“Hah?! Apaan sih kamu?! Kamu belum pernah pacaran ya?” tanya Liam sedikit malu mendengarkan arti pacaran dari mulut polos Ara. Diamnya Ara menunjukan bahwa gadis itu memang benar-benar polos dan tak pernah berhubungan cinta dengan orang lain.
“Gini deh, gak usah ngomong pacaran. Besok kamu aku jemput ya. Biar kita bisa makan malam bersama. Ngerti kamu?”
Ara pun segera mengangguk dan mengambil sisa cemilannya lalu membuka pintu mobil.
“Ra,” panggil Liam tiba-tiba tak rela Ara turun dari mobilnya.
“Ya?” tanya Ara. Tiba-tiba saja Liam ingin mengakhiri pertemuan mereka dengan memberikan cup cup untuk Ara tapi Ara sudah berdiri dan keluar dari mobil sehingga ia harus menahannya.
“Gak, gak jadi.” jawab Liam.
Ara pun membalikan tubuhnya dan meninggalkan Liam begitu saja tanpa mengatakan apa-apa. Liam pun meninggalkan kediaman Ara menuju tempat tinggal Lydia dengan perasaan galau. Sesampainya dirumah Lydia, perempuan itu segera menyambutnya dan mengecup bibirnya.
“Kok, bibir kamu asin?” tanya Lydia saat merasakan bibir kekasihnya. Liam hanya tersenyum sendiri dan bergumam,
“Itu rasa cup cup bibir Ara.”
***
Pagi itu rumah Rania sudah sangat ramai dengan keluarganya. Keluarga besar itu berkumpul untuk bertemu dengan keluarga David Kaivan-ayah Liam yang rencananya mau berkunjung sekeluarga untuk berkenalan dengan keluarga Akbar-ayah Ara.
Acara jamuan sengaja dilakukan dirumah Rania, mengingat rumah Akbar yang tak terlalu besar dan tak bisa menampung keluarga adik-kakaknya sendiri. Semua jadi ikut berkumpul karena ingin tahu calon menantu sang kakak.
Pagi itu Ara tampak jumpalitan sana-sini mengacak-acak kamar Alia karena menolak untuk mengenakan kebaya.
“Gak mau ah! Ini cuma acara jamuan keluarga bukan acara kawinan!” tolak Ara saat beberapa tantenya memaksanya mengenakan kebaya.
“Kamu tuh mau ketemu keluarga calon suami, harus rapi!” suruh Rani salah satu tantenya.
“Tapi gak pake kebaya juga, kaya nodong mau ngajak kawin! Nggak!” tolak Ara segera berlari keluar kamar dan bersembunyi di taman belakang. Baru saja ia hendak duduk menyembunyikan diri, tiba-tiba sebuah mobil masuk dan berhenti tak jauh dari tempat Ara berdiri. Tak lama Ara melihat dua orang turun dari mobil itu dan membuat wajahnya berubah masam. Kedua orang itu adalah Bimo sang kakak sulung dan istrinya Vira.