PART 9 Ilham dan Rumi

1210 Kata
-Rumi Pov- Langkahku mulai memasuki desa dimana tempatku tinggal, kakiku ternyata sangat semangat untuk segera sampai rumah, bahkan aku tidak memperdulikan batu-batu kecil yang sesekali membuat kakiku tergelincir, tidak seperti tadi pagi saat batu-batu itu menjadi sasaran tendangan-tendanganku. Aah tau sendiri lah sebabnya... Meski lelah seharian di sekolah tidak membuatku letih atau kesal apalagi si Rara yang menjadi ojek setiaku sekarang sedang sibuk-sibuknya gladi resik untuk acara besok, yaa apa boleh buat jalan kaki adalah pilihan. Tapi tak apalah sekali-sekali, toh besok juga gak ada pelajaran alias free hihi, jadi nanti malam bisa puas-puas deh nyantai. Rumah ternyata dalam waktu singkat sudah ada didepan mata, tidak terasa sekali. Apa karena aku sangat merindukannya? Haha... Langkahku untuk memasuki rumah tiba-tiba terhenti karena sebuah kertas ada didalam pot bunga dekat pagar, kertas itu dilipat menjadi dua bagian sehingga dari kejauhan pun akan masih terlihat. Siapa yang bermain kertas selain aku dirumah ini? Bunda? Kak Nada? Tidak mungkin mereka. Lagian mereka akan segera membuang kertas itu jika tau ada dalam pot bunga kesayangan mereka. Ke-kepo-anku kini sudah tingkat stadium akhir, oke sebaiknya akan aku ambil, gak mungkin juga itu bom. Kertas putih yang masih bagus, tidak terlihat kusut. Tidak menandakan layak buang. "Akan tetapi apabila hati manusia kehilangan kedamaiannya, dimanakah dia akan menemukannya, bagaimanakah dia akan bisa memperolehnya kembali?" Puisi bukan? Iya benar, ini puisi. Dan karya Kahlil Gibran "lagi". Oke, puisi-puisi karyanya memang menjadi yang spesial untukku, tapi siapa yang tahu dan sengaja menulis diatas kertas ini sebuah puisi. "Rumi, ngapain disitu?." Tegur seseorang yang berasal dari balik badanku, sontak aku berjengkit kaget. "Eeeh... Gak papa. Hehe," ucapku seadanya, lalu segera memasukkan kertas itu didalam saku rok. "Kak Nada baru pulang?." Ya, Kak Nada yang mengagetkanku tadi, sepertinya dia baru pulang juga. "Mmm, iya. Tapi Kakak cuman lewat doang, habis ini masih ada acara." Jawabnya. Sibuk banget, pikirku. Terus aku harus jawab apa? Ngajak Kak Nada masuk? Kan tadi dia udah bilang cuman lewat doang. Yaa, aku cuman bisa nge-oh-ria. "Yaudah masuk gih, entar anak perawan diculik orang lagi." Sahut Kak Nada sembari menyalakan lagi mesin motornya. "Apasih Kak, doanya jelek amat. Naudzubillah..." Ucapku dengan ketok-ketok pagar. Entahlah apa maksudnya ketok-ketok pager kayak gitu, gak ada hubungannya juga dengan nasib kita. Kak Nada hanya terkekeh sebentar lalu berpamitan. "Assalamualaikum..." Salamku saat sudah membuka pintu dan mulai memasuki rumah. Sepi? Tidak ada tanda-tanda orang, laah Bunda mana dong? "Waalaikumsalam warahmatullah." Sahut pemilik suara lembut yang aku cari-cari tadi, sumbernya dari dapur yang berada paling pojok dirumah. "Rumi langsung kekamar ya Bun." Ijinku. Aku masih penasaran dengan kertas tadi. "Iya." singkat, padat, dan ngirit. *** -Ilham Pov- Aku tidak mengerti dengan sorot matanya, tidak memberi isyarat tentang apapun, entah itu sebuah luka atau rasa rindu. Ha rindu? Aku terlalu berharap dia merindukan orang yang sudah sangat banyak menyakitinya. Hanya saja melihat wajah Rumi membuatku merindukan sosok Aisya kecil yang petakilan dan gak jaim. Dulu, dari sorot matanya saja aku bisa melihat dia sangat bersemangat untuk bertemu denganku. Tapi sekarang? Matanya saja tidak berkata apapun. Ya Allah, apa dia masih sakit hati denganku? Berarti selama ini aku memikul dosa yang nyata yang tidak aku ketahui. Atau dia menuruti perkataanku sejak awal untuk melupakan semuanya, dan membuatnya tidak sakit hati lagi? Syukur kalau memang iya.  Tapi rasanya ada kekecewaan ketika berhayal dia sudah melupakan semuanya dengan mudah. "Hei broo... Ngapain lu nyuruh gue kesini?." Aldi datang, aku menyuruhnya untuk menemuiku di cafetaria dekat sekolah. "Gue pengen ilangin penat aja. Sama lo." Jawab sekenanya saja. "Yakali, cepet cari pacar gih. Ketimbang gue dibuat korban." Ucap Aldi, yaa... Dia sahabatku sejak masuk di SMA yang dulu. Meski sekarang sudah pindah, dia masih setia dan setia jadi sahabat. "Siapa sih yang jadiin lo korban, korban apa juga cobak? Lo disini cuman tinggal diem, makan dan temenin gue." Jawabku suntuk mendengar Aldi bawel. "Oke oke... Emang ada apa lo tadi disekolah? Tumben pulang sekolah gitu mukanya." tanya Aldi, sepertinya dia tahu suasana hatiku. "Tauk, gue males bahas." jawabku. "Lo udah ketemu sama sahabat lo?." Tanya Aldi yang langsung menjurus dan menohok hati. "Iya, dan gue ketemu tepat saat dia dengan orang penyebab semua ini." jawabku. Yaaa, memang iya. Tidak, bukan maksud menyebutnya penyebab masalah ini. Aldi tercengang. "Plis Ham, lo masih nyalahin gadis itu penyebab rusaknya persahabatan lo?." Ucap Aldi. "Bu...bukan gitu maksud gue..." Ucapku namun langsung dipotong oleh Aldi. "Lo terlalu bebanin semua kesalahan ke orang yang gak tau apa-apa, gue kasian sama Rumi. Kenapa dia dulu kenal lo." Ucap Aldi dengan tenang dan bahkan mengangkat tangan kearah pelayan untuk memesan makanan. Oke tingkahnya biasa, tapi kalimatnya yang kerasa banget. Hampir sama dengan yang dikatakan Abi. "Gue gak maksud nyalahin Rumi... Ah udah deh, lo bukannya bikin gue tenang malah ngompor-ngomporin." *** -Rumi Pov- "Rumi, sudah sholat?." Suara Bunda terdengar nyaring hingga kedalam kamar. "Sudah Bun." "Belajar gih." Belajar? Besok kan free. "Free Bun." Tidak ada suara lagi. Hening. Aku mencoba membongkar tasku, meski besok free aku harus memastikan tidak ada tugas yang harus dikumpulkan besok. Saat melihat semua buku dan jadwal besok tidak ada tugas, ya sudah aku pastikan. Sekarang waktunya menaruh tas diatas meja dan keluar untuk nonton tv. Yee... Tapi saat menaruh tas, tiba-tiba aku melihat kertas yang aku temukan kemarin malam, kertas berisi puisi. Aku jadi ingat kertas yang aku temukan di pot bunga tadi, aku menyimpannya dimana ya? Di tas tadi juga tidak ada... Oh iya, aku menyimpannya di saku rok. Aku kembali ke rak cucian kotor. Harus menemukan rok abu-abu dan segera mengambil kertas disaku sebelum rok itu dicuci dan kertas itu hancur. "Nah! Ketemu." Ucapku saat menemukan kertas yang semula berlipat dua kini menjadi empat. "Akan tetapi apabila hati manusia kehilangan kedamaiannya, dimanakah dia akan menemukannya, bagaimanakah dia akan bisa memperolehnya kembali?" Apa lagi maksud dari puisi ini? Siapa yang dimaksud dalam puisi itu. Benar-benar tidak habis fikir. Aku bukan orang yang pintar menerka sesuatu dengan langsung, aku perlu penjabaran. Dan ini semua sangat menyulitkan. Siapa yang mencoba menerorku? Apa aku punya haters? No, aku rasa selama ini berperilaku baik dan sewajarnya kesemua orang, tidak berbuat jahat atau menyakiti seseorang, dan aku rasa, musuh tidak pernah ada dalam hidupku. Karena lebih baik musuh menjadi teman daripada teman menjadi musuh, atau malah musuh semakin menjadi iblis untukku. Dan... Siapa yang dimaksud ingin kembali memperoleh kedamaian hati di dalam puisi itu? "Rumi... Ada Ami." Ucap Bunda yang mengagetkanku. "Suruh masuk kekamar Bun." Jawabku dan langsung membereskan kedua kertas yang tadi kupegang. Belum saatnya Ami tahu tentang puisi ini, nanti malah dia berfikiran aneh-aneh, tau sendiri ketiga sahabatku itu pintar berimajinasi. *** -Ilham Pov- "Eeh yaudah, gue pulang dulu ya. Thanks udah pintar banget ngembaliin mood gue yang jelek." Aku berkemas-kemas memakai jaket dan tas yang ada dikursi. "Buru-buru amat lo, jadi gitu... Kalok lagi sedih aja ke gue, kalok udah baikan gue ditinggal." Ucap Aldi sembari cemberut layaknya cewek. Hii jijik. "Apaan sih lo Al, kayak anak gadis aja," Ucapku kini sudah berdiri, tidak lagi menghiraukan wajah Aldi yang dibuat-buat sedih. "Nanti ada pengajian di pesantren, jadi gue mau bantu-bantu Abi." Tambahku. "Ooh nanti ada pengajian? Gue ikut ya? Sama temen gue." "Boleh, lo dateng aja ke pesantren. Yaudah gue cabut. Thanks sob." Ucapku sembari berlalu menuju kasir untuk membayar makanan. Membiarkan Aldi duduk sendirian, bukannya nyamperin dia malah mengambil ponselnya dan asyik duduk.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN