Keke masuk ke kamarnya. Di kamar dia mulai bolak-balik ke sana ke mari untuk mencari ide agar dia bisa mendapatkan surat dinas palsu tersebut.
“Kalau aku meminta pada Zahra atau Lusi itu tidak mungkin. Mereka tidak akan membuatkanku surat tugas yang mengatasnamakan perusahaan untuk sesuatu yang tidak ada kaitannya dengan perusahaan. Argh! Aku harus bagaimana?” tanya Keke pada dirinya sendiri.
Keke menjambak rambutnya sendiri, dia mulai frustasi memikirkan cara mendapatkan surat itu. Dia bisa saja membuat surat sendiri namun Keke sadar kedaua orang tuanya bukanlah orang bodoh. Mereka tentu bisa mengetahui mana surat asli dan mana surat palsu.
Keke melirik ponselnya. Sebuah pesan dari Lusi masuk hingga layar ponsel Keke menyala terang. Keke pun sumringah. Bukan karena ada pesan dari Lusi, melainkan dari foto Danu yang sengaja di jadikan wallpaper di ponselnya.
“Kak Danu. Yeah, satu-satunya jalan untuk mendapatkan surat secara resmi adalah dari sang CEO. Mama tentu akan percaya padaku bila surat itu ditanda tangani langsung oleh Kak Danu.” Kata Keke.
Diapun langsung mengambil baju dan mengganti pakaian tidurnya dengan celana jeans dan kaos berlengan pendek. Setelah memoles wajahnya singkat. Dia meraih sling bag-nya cepat. Lalu, diapun hendak keluar kamar.
Persis ketika dia memegang pintu kamar. Bayangan surat perjanjian itu terbayang di kepalanya. Dia kembali mengingat kalau jika Keke berani menemui Danu, perjanjian itu dibatalkan. Namun, Keke benar-benar tidak mempunyai cara lain.
“Aku akan memohon pada Kak Danu. Dia pasti mengerti.” kata Keke.
Keke memejamkan matanya sambil menaruh tangannya lagi di atas knop pintu, “Bantu aku, Tuhan.” Doa Keke.
Setelah berdoa, Keke langsung membuka pintu itu lalu keluar kamar. Mencari keberadaan ibunya.
“Maa.. Mamaa..” kata Keke mencari, Keke.
“Ada apa si, Nak. Kenapa teriak-teriak?” tanya Rina.
“Aku pergi dulu ya, mau main.” kata Keke sambil mencium pipi Rina.
“Jangan lama-lama pulangnya.” kata Rina.
“Siap, Ma.” kata Keke.
Kekepun memesan taksi online lalu menulis alamat rumah Danu sebagai tujuan. Lalu diapun memesannya dengan cepat. Tak lama kemudian taksi itu datang. Kekepun keluar gerbang dan hendak langsung masuk ke dalam mobil yang kini tengah berhenti di depannya.
Namun, diapun mengurungkannya. Dia tidak mau kejadian penculikan itu terulang lagi. Dia pun mengetuk kaca mobil.
“Keke ya? Silakan masuk.” kata sang supir.
Keke memang sedikit parno sejak kejadian itu. Padahal, di depannya sudah jelas taksi dengan bagaimana layaknya taksi berwarna biru berlogo sesuai aplikasi yang dia pesan. Dan Keke baru saja percaya setelah melihat sang sopir menggunakan seragam supir taksi.
“Iya, Pak. Betul.” kata Keke.
Kini Keke langsung masuk ke dalam taksi tersebut dan setelah sang supir memastikan penumpangnya masuk dan pintu tertutup rapat, sang supir pun langsung melajukan mobilnya.
Di dalam mobil tidak ada percakapan selain suara radio yang terus memutarb lagu-laagu romantis. Seketika hati Keke sedikit lega mendengarkan lagu-lagu yang diputar oleh si penyiar, dia bahkan sesekali bersenandung kecil.
Tak lama kemudian, Keke pun sampai di depan rumah Danu. Keke membayar taksi sesuai dengan aplikasi lalu menambahkan sedikit tip karena dia merasa kasihan melihat supir taksi yang sudah seumur ayahnya.
“Bagaimana ini?” tanya Keke. Keraguan mulai menyelimutinya.
“Tenang Keke, tenang. Kamu tidak akan tahu apa yang terjadi kalau kamu tidak berusaha. Ingat Ke usaha tidak pernah mengkhianati hasi.” kata Keke kepada dirinya sendiri.
Kekepun memencet bel. Tak lama kemudian seorang security membukakan pagar.
“Cari siapa?” tanya security yang bernama Jarwo. Terlihat dari name tag yang tertulih di bajunya bagian d**a.
“Saya mau cari Kak Danu. Kak Danunya ada?” tanya Keke.
“Apa, Mbak sudah membuat janji?” tanya security.
“Apa menemui pacar harus pakai janji?” kata Keke. Dia menjawab pertanyaan Jarwo dengan cara memberikan pertanyaan.
Keke hanya mengaku-ngaku saja agar bisa masuk ke dalam rumah Danu. Bila dia tidak berbohong. Tentulah dia tidak akan bisa masuk dan bertemu dengan sang pujaan hati.
“Oh, pacar Pak Danu? Tunggu di sini dulu ya, Mbak?” kata Jarwo. Menyuruh menunggu di pos satpam.
“Ah, tidak mau.” kata Keke.
Kekepun menyelonong masuk ke rumah Danu. Jarwo merasa serba salah. Di satu sisi dia tentu tidak boleh membiarkan seseorang dari luar masuk ke rumah majikannya, namun di sisi lain tamunya mengaku sebagai pacar. Jarwo takut juga dimarahi majikan karena menahan pacarnya di pos.
“Mbak, jangan begini, Mbak. Nanti saya di marahi Pak Danu.” kata Jarwo dengan tampang memelas.
Keke tidak memperdulikan raut wajah itu. Tujuan utamanya hanya Danu. Dia harus bertemu dengan Danu dan mengatakan hal yang sebenarnya.
“Kak Danuuu!” teriak Keke di dalam rumah Danu.
“Mbak, maaf. Jangan teriak-teriak.” kata Satpam.
“Biarkan saja. Kak Danuuu! Kak Danuuu!” seru Keke semakin menjadi-jadi.
“Ada apa?” tanya seseorang dari lantai dua. Dia adalah Danu, orang yang tengah dicari Keke. Danu menyilangkan tangan di depan d**a.
“Maaf, Pak. Mbak ini terus menerobos masuk.” kata Jarwo.
“Kau boleh pergi.” kata Danu pada Jarwo.
“Tuh, kan..” kata Keke.
“Maafkan saya, Mbak.” kata Jarwo.
Kini Jarwo percaya kalau Keke adalah pacar majikannya. Tak mau mengganggu, Jarwopun berniat pergi.
“Permisi, Tuan.” kata Jarwo, lalu melengnggang pergi meninggalkan Keke dan Danu berdua.
Keke menatap Danu dengan senyuman. Danu pun jalan dan mulai menuruni tangga. Dia menghampiri Keke.
“Duduklah.” kata Danu.
Dalam hati, Danu mulai bertanya-tanya mengapa Keke datang. sesuai perjanjian itu bila Keke datang, perjanjian itu bisa dia batalkan dengan mudah. Danu tersenyum. Perjanjian itu memang sengaja dibuatnya hanya untuk menguntungkan dirinya saja.
Bila Keke datang padanya sebelum memenangkan sayembara itu, perjanjian itu batal, Keke tidak boleh mendekatinya lagi. Bila Keke kalah pada saat mengikuti sayembara itu, maka perjanjian itu batal, Keke juga tidak boleh mendekatinya lagi. Dan jika Keke memenangkan sayembara itu, meski dia menulis akan menikahi dirinya, namun perjanjian dia tidak kuat, Keke tentu akan dipinang Hardi, dan Keke tidak akan bisa lagi mendekatinya.
Jadi, perjanjian itu sebenarnya hanya didesain untuk benar-benar memisahkan Keke kepadanya.
Danu tersenyum pada Keke. Danu sengaja membiarkan Keke salah paham atas senyumannya, melihat senyuman Danu, jantung Keke berdegup dengan kencang. Ia menganggap senyuman Danu itu sebagai lampu hijau bahwa Danu menyambut baik Keke.
“Bi! Bi Darsih!” seru Danu.
Seseorang yang bernama Bi Darsih datang, “Iya, Tuan?” tanya Bi Darsih.
“Buatkan minum untuknya.” kata Danu.
Keke memandang Danu dengan pandangan memuja. Pasalnya baru kali ini dia merasa diperlakukan baik dan istimewa oleh Danu. Meski menyuruh asisten rumah tangga membawakan minum untuk tamu itu merupakan sesuatu yang lumrah, namun tetap saja bagi Keke bila itu perilaku dari Danu, semuanya istimewa.
“Mau minum apa, Non?” tanya Bi Darsih.
“Apa saja, Bi.” kata Keke sambil tersenyum lembut.
“Baik, Non. Bagaimana dengan Tuan?” tanya Bi Darsih.
“Buatkan kami minuman yang dingin saja.” kata Danu.
“Bai, Tuan.” kata Bi Darsih.
Bi Darsihpun langsung masuk ke dapur dan membuatkan minum untuk kami berdua.
“Aku kira, Kakak akan marah bila aku datang seperti ini.” kata Keke.
“Untuk apa saya marah?” tanya Danu.
“Benarkah?” tanya Keke dengan mata berbinar-binar.
Danu hanya mengangkat bahu.
Bi Darsih pun datang membawakan dua orange juice untuk Danu dan Keke. Setelah meletakkan di atas meja, Keke mengucapkan terima kasih.
“Terima kasih.” kata Keke.
“Sama-sama, Non.” kata Bi Darsih. “Permisi.” Lanjutnya.
Bi Darsih pun langsung masuk ke dalam.
“Minumlah.” kata Danu.
Keke mengangguk, dia langsung mengambil gelas itu dan meminum sedikit.
“Kau datang. jadi sesuai perjanjian, saya akan membatalkan perjanjian itu.” kata Danu.
Hal ini langsung membuat Keke tersedak. Danu kini mulai merasa menang melihat bagaimana Keke tersedak minuman yang ia minum.
Danu menyodorkan tisu. Dan senyumannya kini mulai berubah menjadi sinis. Keke membersihkan dirinya dengan menggunakan tisu. Kaosnya yang berwarna putih kini di bagian bawah leher menjadi oren.
Setelah selesai membersihkan, Keke langsung metapa mata Danu. Dia mulai meminta penjelasan. Dia kini sadar semua yang dilakukan Danu tadi hanyalah ilusi untuk pernyataannya ini. Keke kembali mengerucutkan bibir dan memutar otak. Dia tidak akan kalah dari Danu. Bagaimanapun dia pasti akan mendapatkan surat dinas sesuai keinginannya.