"Gue nggak akan lepasin lo ...." Noah berbisik di telinga Eve.
Membuat Eve semakin memasrahkan hidupnya. Kembali ingat tujuannya yang tertunda.
Noah kembali berbisik. "Kecuali jika lo kasih gue pekerjaan."
Bisikan itu seketika membuat kedua mata Eve terbuka lebar.
Dan ia masih mendapati Noah berada tepat di hadapan wajahnya. Dan dengan bodohnya ia kembali mengagumi ketampanan Noah, padahal sedang terancam.
Eh, tidak terancam juga sih. Apa kata Noah tadi? Jadi ia datang malam - malam ke apartemen ini ... untuk mencari pekerjaan?
Gila. Dasar Noah gila. Lagaknya sudah seperti psikopat gila yang akan melakukan kejahatan. Tapi ... astaga ....
Sementara Eve tadi sudah sangat ketakutan. Ia bahkan berusaha kabur setengah mati sebelum akhirnya memutuskan untuk pasrah.
Pasti Noah puas menertawakannya melihat Eve yang ketakutan seperti itu.
"Kurang ajar lo, ya!" Eve langsung mendorong tubuh Noah supaya menjauh darinya.
Eve lalu segera berdiri. Ia menggeleng. Mengingat kembali betapa konyol nya ia baru saja berusaha kabur dari seorang pengangguran yang butuh pekerjaan. Astaga.
Eve tak mau menatap Noah lagi saking malunya -- sekaligus kesal sampai ke ubun - ubun.
Eve tidak peduli lagi. Ia tak mengatakan apa - apa. Hanya segera berlari secepat yang ia bisa untuk masuk ke dalam kamar, lalu mengunci pintu dari luar.
Noah terkekeh melihat Eve yang salah tingkah meratapi kebodohannya. Rasanya cukup terhibur melihat sumber deritanya, baru saja merasakan sedikit penderitaan.
~~~ Sepasang Sayap Untukmu -- Sheilanda Khoirunnisa ~~~
Noah duduk menunggu di set sofa yang berada tak jauh dari kamar Eve. Ia memberi Eve waktu untuk meratapi nasib. Sambil sesekali tersenyum mengingat wajah ketakutan Eve tadi.
Meski ia merasa senang, tapi tak bisa dipungkiri tubuhnya sangat lelah. Juga lemah karena kurang asupan nutrisi. Noah menatap jam di dinding. Ternyata ini sudah jam 2 dini hari. Pantas saja ia sangat mengantuk.
Noah terlebih dahulu mencari kertas dan pulpen. Ia kemudian menuliskan rangkaian huruf di atas kertas itu.
Selesai, Noah lalu kembali menuju ke set sofa. Kali ini ia memilih sofa panjang. Ia langsung memposisikan diri berbaring, meletakkan selembar kertas tadi di atas dadanya. Dan mulai memejamkan matanya.
Tak lama kemudian, telah terdengar dengkuran halus. Pertanda bahwa Noah sudah terlelap.
~~~ Sepasang Sayap Untukmu - Sheilanda Khoirunnisa ~~~
Eve mondar - mandir di dalam kamarnya. Masih tak percaya bahwa ia telah masuk dalam perangkap Noah. Sial ... sial ... sial ....
Eve meratapi kebodohannya sendiri. Sesekali gadis itu menghentakkan kaki ke lantai saking kesalnya.
Eve menatap ke pintu. Tahu pasti Noah masih berada di dalam apartemennya, kan? Kira - kira apa yang harus ia lakukan? Minta tolong, kah? Tapi minta tolong ke siapa?
Apakah ia harus menelepon keluarganya? Atau ia harus menelepon polisi?
Eve menatap jam di dinding. Sekarang sudah jam 3 pagi. Sebentar lagi subuh. Eve sudah kehilangan rasa kantuknya. Mana bisa ia tidur lagi dalam kondisi seperti sekarang ini. Gila apa.
Kira - kira apa yang sedang dilakukan Noah di luar kamarnya? Apakah Noah sedang merampok apartemennya? Apakah Noah sedang memasang perangkap lain untuknya?
Noah tadi minta pekerjaan padanya? Astaga ... pekerjaan macam apa yang harus Eve berikan?
Apa ia harus menghubungi ayahnya agar mau membantu Noah mendapatkan pekerjaan?
Tapi ... astaga ... Eve adalah tipe orang yang kurang ramah pada orang asing sejauh ini. Sementara sejak kejadian nahas itu, Eve belum pernah lagi bertemu dengan orang baru, bahkan sampai membantunya.
Jika ia berbicara sang ayah tentang Noah, bisa - bisa ayahnya salah paham. Menganggap Eve ada apa - apa dengan Noah. Mengingat perangai sang ayah yang memang gampang lebay menanggapi ada laki - laki yang dekat anaknya. Bukannya melarang, sang ayah justru belum - belum sudah meminta laki - laki yang dekat dengan Eve untuk menjaga anaknya sepenuh hati. Astaga ... entah sudah berapa kali Eve tengsin akan hal itu sejauh ia hidup di dunia.
Tidak ... tidak ... ia tidak mau mengulangi kesalahan yang sama sekali lagi. Lalu ... bagaimana caranya, ya?
Apa pekerjaan yang bisa ia berikan untuk Noah sebagai ganti atas keteledorannya?
Tiba - tiba terdengar sebuah suara. Eve langsung memegangi perutnya sendiri. Astaga ... kenapa di saat seperti ini, ia harus merasa lapar?
Sementara ia tidak memiliki stok apa pun untuk dimakan di kamar ini. Tentu saja semuanya berada di dapur. Sial.
Eve menggeleng. Ia pasti bisa menahan lapar ini. Iya, ia pasti bisa.
Eve memutuskan untuk berbaring di ranjang. Mencoba memejamkan mata. Siapa tahu ia bisa tertidur lagi.
Selama berbaring, Eve bolak - balik mengganti posisi. Ia tak kunjung bisa tidur lagi. Tapi perutnya terasa makin perih karena menahan lapar.
Eve menengok jam dinding lagi. Baru 10 menit berlalu sejak ia memutuskan untuk berbaring. Tapi rasanya sudah sangat lama.
Pikiran Eve tiba - tiba tertuju pada Noah lagi. Mau sampai kapan ia menahan lapar. Sementara entah sekarang atau nanti, Eve belum tahu kapan Noah akan pergi dari apartemen ini, kan. Seandainya saja Noah tidak pulang sampai seminggu yang akan datang, apalah Eve harus menahan lapar selama itu juga supaya tidak bertemu Noah lagi?
Eve langsung bangkit dari posisi berbaringnya. Mengendap - endap menuju pintu, padahal tidak ada siapa - siapa di kamar ini selain dirinya.
Eve berusaha mengintip dari lubang kunci. Mencoba mencari tahu di mana keberadaan Noah. Namun nihil. Noah tidak terlihat di sekitar kamarnya.
Ceklek ....
Eve memberanikan diri membuka pintu. Ia perlahan keluar dari kamarnya. Memperhatikan sekitar. Noah tidak terlihat di mana pun. Apakah Noah diam - diam sudah pergi?
Ah ... tapi rasanya itu tidak mungkin.
Eve ingin langsung menuju dapur. Tapi ia masih penasaran juga di mana keberadaan Noah. Ia hanya ingin memastikan. Jangan - jangan nanti saat membuat makanan, ia dikejutkan oleh kemunculan Noah secara tiba - tiba.
Eve mengendap - endap menuju area depan apartemennya. Namun baru beberapa saat melangkah, ia kembali mundur. Karena ia melihat ada sepasang kaki yang terlihat di balik sofa yang diletakkan dekat kamarnya.
Ah ... Noah ada di situ rupanya. Eve juga baru mendengar, ada suara dengkuran halus. Noah sedang tidur?
Ha ha ha .... Eve rasanya sangat senang. Ia bersorak sorai -- namun tanpa suara.
Ia pun langsung berbalik ke dapur untuk membuat makanan. Ia melakukan semuanya secepat mungkin. Ia membuat sandwhich isi telur, ham, dan sayuran. Karena sangat lapar, ia membuat empat porsi. Ya, Eve memang seseorang yang serakus itu tentang masalah makanan. Ia memiliki nafsu makan yang besar. Meski badannya kecil. Entah ke mana larinya semua makanan yang ia makan.
Eve kembali dari dapur dengan mengendap - endap lagi. Takut Noah terbangun jika ia membuat suara gaduh.
Namun saat akan masuk kamar, Eve justru berhenti. Ia mendengar suara aneh. Tidak, bukan suara dengkuran Noah. Tapi suara seperti melenguh. Seperti orang yang mengigau ketika sakit.
Apa Noah hanya pura - pura supaya Eve menghampirinya? Apakah Noah sebenarnya sudah bangun dan tahu Eve sedang berada di luar kamar?
Eve semakin mendengarkan suara lenguhan itu dengan seksama. Bagaimana jika Noah tidak sedang pura - pura? Melainkan ia memang mengigau di dalam tidurnya?
Eve lagi - lagi menarik napas dalam. Menggelengkan kepala. Sepertinya ia memang harus melihat Noah sebentar. Bukan karena ia peduli. Tapi jika sampai terjadi sesuatu padanya -- di apartemen ini -- yang akan susah adalah Eve sendiri nanti. Duh ... urusannya akan panjang pasti.
Eve mengendap - endap, mengintip Noah dari balik mahkota sofa ketika sampai.
Ada sesuatu dalam dekapan Noah yang membuat Eve memicingkan mata. Secarik kertas, dengan tulisan tangan di atasnya.
Tulisan itu diletakkan di atas d**a Noah, dengan ditimpa kedua telapak tangan cowok itu. Namun tulisannya masih bisa Eve baca.
'Jangan lapor, jangan coba usir gue. Inget, lo udah hampir bikin gue mati dengan cuman minum air selama dua hari ini. Tanggung jawab di akhirat!'
Eve mendelik begitu membaca pesan itu. Hanya minum air selama dua hari ini katanya? Pantas saja Noah seperti orang kesetanan. Seperti seorang psikopat.
Bagaimana rasanya dua hari tidak makan? Sementara Eve satu hari bisa makan sampai lima kali.
Hati Eve mau tak mau tergerak. Ia merasa sangat kasihan.
Eve menatap empat porsi sandwhich di tangannya. Sebenarnya ia sedih karena harus mengurangi porsi. Tapi tak apa lah.
Eve meletakkan piring sandwhich - nya di atas meja. Ia kemudian menulis di atas kertas memo. Menempelkannya di pinggiran piring.
Eve lalu mengambil dua porsi sandwhich di tangannya. Dan berjalan kembali ke dalam kamarnya.
~~~ Sepasang Sayap Untukmu - Sheilanda Khoirunnisa ~~~
-- T B C --