6. Kecewa

978 Kata
Arsy keluar dari kamarnya saat ia hendak berangkat ke sekolah. Matanya sembab karena semalaman ia menangis lagi. Entahlah semejak kenyataan yang didengarnya kemarin, Arsy menjadi lebih gampang menangis sekarang. Arsy melihat kedua orang tuanya dan Aldi yang sudah berada dimeja makan saat ia sedang menuruni tangga. Arsy memejamkan matanya sebentar lalu melengos keluar tanpa mengucapkan apapun, tidak berniat untuk menghampiri keluarganya yang tengah melakukan sarapan pagi. Arsy tau ini salah. Ia tidak pamit kepada orang tuanya atau sekedar mengucakan salam. Namun, Arsy masih belum siap untuk bertemu mereka sekarang. Arsy cukup kecewa dengan keputusan Mama dan Papanya, jadi Arsy masih tidak ingin menemui mereka. Sedangkan diruang makan sana, Mela menatap sendu pintu depan dimana sekitar sepuluh detik yang lalu, Arsy keluar dari rumahnya tanpa berniat menghampirinya disini. Mela tentu merasa bersalah pada Arsy, namun apa yang bisa ia perbuat? Tidak ada! "Arsy bahkan gak nyamperin kita, Pa." kata Mela. Adam menghembuskan nafasnya gusar. "Arsy masih butuh waktu sendiri. Dia pasti masih gak mau ketemu sama kita." "Tapi Arsy belum makan, Pa, Mama juga belum kasih uang jajan buat dia hari ini." kata Mela lalu ia bergegas mengambil sebuah kotak makan berwarna biru dan mengisinya dengan berbagai jenis makanan yang ada dimeja makan. Setelahnya ia menyerahkannya pada Aldi bersama dengan uang selembar seratus ribu. "Kamu susulin Arsy, Di, kasih ini ke dia ya." suruhnya pada Aldi. Aldi mengangguk lalu meneguk air minumnya sebentar. "Aldi berangkat dulu." pamitnya lalu mengecup punggung tangan Mela dan Adam secara bergantian, kemudian mengucapkan salam. Dilihatnya kearah garasi, mobil Arsy sudah tidak ada. Aldi melajukan motornya motornya menuju sekolah Arsy. Aldi berharap ia masih bisa menemui Arsy dijalanan. Aldi sengaja menggunakan motor agar lebih cepat. Setelah Aldi keluar dari wilayah kompleknya, tak jauh dari sana, Aldi dapat melihat mobil Arsy masih melaju dengan kecepatan pelan. Aldi menambah lagi gasnya agar bisa menyusul Arsy. Kemudian Aldi mengklakson mobil Arsy. Arsy didalam sana menoleh dan langsung menepikan mobilnya. "Abang ngapain disini?" tanya Arsy begitu ia keluar dari dalam mobil. Aldi melepaskan helm full facenya kemudian menyodorkan sebuah paper bag yang berisi kotak makan untuk Arsy. "Ini Abang disuruh Mama buat ngasih ini ke kamu." Aldi lalu merogoh saku celananya, mengambil uang titipan Mela untuk Arsy. "Ini juga." Arsy diam menatap kedua barang yang disodorkan Aldi kepadanya, tidak ada pergerakan dari tangan mungilnya untuk mengambil kedua atau salah satu dari barang tersebut. Aldi mengambil tangan Arsy, menaruh uang ditelapak tangan Arsy lalu mengaitkan paper bag itu ditangan Arsy. "Mama sama Papa ngerti kalo kamu masih kecewa sama mereka sampe-sampe kamu gak mau ketemu sama mereka dulu atau sekedar sarapan, makanya Mama nyuruh Abang buat nganterin ini ke kamu." ujar Aldi yang sukses membuat mata Arsy memanas. "Abang.." panggil Arsy dengan suara purau, seperti hendak menangis. Aldi tersenyum. "Gak papa. Papa sama Mama gak marah kok kamu bersikap kaya tadi." "Aku─" "Udah, kamu berangkat sekarang. Nanti telat." kata Aldi tersenyum kecil. Arsy mengigit bibir bawahnya. "Aku gak mau sekolah." cicitnya. Aldi menaikkan satu alisnya. "Kenapa?" Arsy memejamkan matanya sambil menahan nafasnya sebentar, menahan air matanya agar tidak timpah lagi. "Gak papa, gak jadi." ucap Arsy sambil memaksakan tersenyum. "Ya sudah, kamu hati-hati, bekelnya jangan lupa dimakan." ingat Aldi. Arsy mengangguk patuh. "Makasih ya." Aldi tersenyum lalu mengacak pelan puncak kepala Arsy. "Kamu jelek banget sekarang." celetuknya. Arsy mengerucutkan bibirnya. "B ketemu T." katanya lalu menjulurkan lidahnya ke arah Aldi membuat Aldi terkekeh kembali. "Udah sana ah, nanti telat. Abang mau jemput Susi, hehe." katanya sambil tertawa garing. Susi adalah pacar Aldi. "Yaudah. Aku pergi dulu." katanya yang mendapat anggukan dari Aldi. Arsy tersenyum lalu ia masuk kedalam mobilnya. Setidaknya, Aldi bisa menghiburnya dan membuatnya sedikit melupakan tentang perjodohan itu. Arsy membunyikan sekali klaksonnya lalu ia melajukan mobilnya meninggalkan Aldi yang tengah memasang helmnya. Arsy lagi-lagi menghela nafasnya berat. ***** "Lo kenapa, Sy?" tanya Daren ketika ia melihat Arsy dengan keadaan mata yang sembab. Daren yang tadinya sedang duduk didepan kelas karena ia sengaja menunggu Arsy datang terlebih dahulu, berdiri dan menghampiri Arsy yang melenggang kedalam kelasnya tanpa menjawab terlebih dahulu pertanyaan Daren. "Sy?" panggil Daren lagi, lalu cowok itu duduk didepan Arsy. "Lo kenapa?" Via yang sedang menyalin tulisan pun menghentikan kegiatannya lalu menoleh. Via sedikit membulatkan matanya melihat mata Arsy yang sembab. "Lo kenapa, Sy?" Arsy mencoba untuk tersenyum. "Gue gak papa kok." kata Arsy. Senyum yang memiliki banyak arti didalamnya dan hanya Arsy dan Tuhan yang tau apa arti tersebut. "Tapi mata lo sembab, lo habis nangis ya? Kenapa?" tanya Via. Arsy diam. Ia tidak ingin kedua sahabatnya ini tau tentang masalahnya sekarang. Ia tidak ingin merepotkan dan membebankan Daren dan Via. "Gue gak papa. Semalem gue nonton drama korea jadi gue nangis. Baper, hehe." kata Arsy sambil terkekeh. Via menyipitkan matanya tidak percaya. "Beneran?" Arsy mengangguk mantap. "Udah ah. Mending kita makan, Mama bikinin gue bekel tapi kebanyakan, lo berdua mau gak?" tawar Arsy. Daren tersenyum kecil. Daren tau Arsy memiliki masalah yang gadis itu sembunyikan darinya dan Via. Meski Daren baru mengenal Arsy selama hampir tiga tahun, tetapi Daren sudah banyak mengetahui tentang Arsy. Bagaimana sikap ketika gadis berambut panjang itu menyembunyikan sesuatu darinya seperti sekarang atau pun yang lainnya. "Gue tau lo pasti ada apa-apa, Sy. Kenapa?" kata Daren tiba-tiba. Arsy menatap Daren. "Gak papa." sahutnya singkat. "Bohong. Gue tau—" "Gue gak papa! Susah banget sih dibilangin. Gue gak papa." tanpa sadar Arsy membentak. Via menatap Arsy yang sedang marah. Gadis itu juga merasa ada yang aneh dalam diri Arsy. Tidak biasanya Arsy marah seperti ini hanya karena hal sepele. Tanpa mengucapkan apapun, Arsy keluar dari kelas. Daren menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Lo sih." ucap Via. "Ya gue cuma mau tau apa masalah dia doang. Kok dia jadi marah sih? Gak biasanya." Via mengedikkan bahunya acuh. "Dia mungkin emang lagi ada masalah, dan mungkin juga kita gak perlu tau. Udahlah." Daren diam. Firasatnya mengatakan ada yang tidak beres dengan Arsy. *****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN