Arsy memarkirkan mobilnya di parkiran tempat ia bimbel. Hari ini Arsy memang memutuskan untuk bimbel dari pada langsung pulang ke rumah dan bertemu dengan kedua orang tuanya.
Arsy tidak bermaksud untuk menghindar, hanya saja setiap Arsy bertemu dengan orang tuanya, ia selalu saja merasa ingin menangis.
"Kak Arsy." sapa seorang gadis yang mengenakan seragam putih-biru.
"Eh, hai Dania."
Dania? Ya, dia Dania, adik Daniel. Namun Arsy tidak mengetahui bahwa Dania adalah adik Daniel.
Dania tersenyum, lalu ia bergeser untuk mempersilahkan Arsy duduk disebelahnya. "Gak bareng sama Kak Via?" tanya Dania.
"Enggak. Kayanya dia gak bakalan masuk sekarang, tadi soalnya perginya buru-buru." jawab Arsy.
Dania menganggukan kepalanya mengerti. "Kemarin aku gak liat Kakak, gak masuk ya?"
Arsy mengangguk kecil. "Iya."
"Kenapa?"
"Ada acara keluarga."
"Oh begitu." respon Dania.
Dania dan Arsy memang saling kenal, namun tidak dekat. Mereka kenal karena kebetulan satu tempat bimbel saja.
"Kak Arsy kenapa? Lagi sedih ya?" tebak Dania.
Arsy menoleh. "Eh, enggak kok."
"Muka Kakak keliatan banget kalo lagi sedihnya."
Arsy tersenyum untuk menutupi kesedihannya. "Enggak kok. Cuma sedih gara-gara nilai ulangan tadi dibawah KKM. Hahaha.."
Dania juga tertawa. "Ada-ada aja sih."
Arsy hanya tersenyum menampilkan sederetan gigi putihnya. "Kamu kenapa belum masuk kelas?" tanya Arsy.
"Eh, iya, hampir aja lupa. Ya udah aku masuk duluan ya Kak."
Arsy hanya mengangguk, lalu Dania pergi menuju kelasnya.
Arsy tidak tau keputusannya untuk bimbel hari ini benar atau tidak. Tapi percuma juga jika bimbel, tidak akan masuk, pikirannya lagi kacau.
Arsy melirik jam yang ada di pergelangan tangannya, waktu menunjukkan pukul setengah empat, masih ada setengah jam masuk kelas. Arsy melangkahkan kakinya kelaur dari area bimbel, berjalan menuju taman yang ada di sebrang tempat bimbelnya.
Arsy dapat melihat disana banyak sekali anak-anak kecil yang sedang bermain. Mulai dari ayunan, perosotan, kotak pasir, dan yang lainnya. Taman ini cukup luas dan memang diperuntukan untuk rekreasi, tak jauh dari taman juga ada danau.
Arsy duduk dibangku dibawah pohon. Keadaan langit tidak panas, tetapi juga tidak mendung seperti tanda-tanda akan turunnya hujan.
Ponsel yang digenggamnya bergetar beberapa kali, menandakan ada sebuah pesan masuk kedalam benda pipih itu. Arsy menggeser layar ponselnya ke atas, membuka kuncinya. Sebuah pesan w******p masuk, ternyata dari Aldi.
Aldi : Sy, dimana? Kenapa belum pulang?
Arsy : Bimbel.
Aldi : Jangan pulang terlalu sore. Kata Mama, ada yang mau diomongin.
Arsy : Kenapa Mama gak bilang langsung?
Aldi : Mama takut kamu gak abakalan bales chat dari Mama katanya.
Arsy : Yaudah, aku pulang sekarang.
Arsy memasukkan ponselnya kedalam tas. Ia memutuskan untuk pulang dan tidak jadi bimbel.
*****
"Assalamualaikum." ucap Arsy.
Mela yang sedang menonton televisi pun menoleh, ia tersenyum. "Waalaikumsalam."
Arsy menghampiri Mela dan langsung mencium punggung tangan Mela, lalu ia duduk disampingnya.
"Kamu gak marah lagi sama Mama?" tanya Mela dengan hati-hati.
Arsy yang semula menutup matanya pun langsung membuka matanya. "Kenapa Arsy harus marah?" katanya balik bertanya.
Mela langsung memeluk Arsy. "Maafin Mama ya, Sy, Mama gak bisa ngelakuin apa-apa. Mama gak bisa mencegah perjodohan itu agar tidak terjadi." kata Mela.
Arsy membalas pelukan Mamanya, ia menangis disana. "Gak Papa, Arsy ngerti posisi Mama sama Papa. Arsy cuma belum bisa terima aja."
Mela mengurai pelukannya, ia mengusap pipi Arsy yang basah. "Kamu bicarain ini sama Papa kamu ya, jangan terus menghidar."
Arsy mengangguk sambil tersenyum. "Iya. Nanti Arsy bicarain sama Papa."
Mela ikut tersenyum, ia mengecup kening Arsy penuh kasih sayang. "Sekarang kamu ganti baju terus makan ya. Papa mungkin pulangnya sekitar magriban." ujarnya.
Arsy mengangguk lalu ia juga mencium pipi kiri Mela singkat kemudian ia beranjak dan pergi ke kamarnya.
Setibanya, Arsy langsung mendudukan tubuhnya di bibir kasur. Memikirkan ulang apa yang telah ia pikirkan sedari tadi. Arsy berharap semoga ia tidak salah mengambil keputusan.
"Bismillah."
*****
Tok, tok, tok...
Seseorang mengetuk pintu kamar Arsy, sedangkan yang empunya kamar sedang di dalam kamar mandi.
"SEBENTAR!" teriak Arsy dari dalam kamar mandinya.
Arsy mencuci tangannya dengan tergesa-gesa, tidak ingin menunggu orang yang mengetuk pintunya menunggu terlalu lama.
Arsy membuka pintu kamarnya, disana Adam berdiri dengan kedua tangannya masuk kedalam kantong celananya.
"Papa? Maaf tadi Arsy lagi di kamar mandi." kata Arsy.
Adam menyinggungkan senyumnya, meskipun terlihat terdapat beberapa kerutan diwajahnya, namun Adam terlihat masih tampan. "Gak papa, Sayang. Boleh Papa masuk?"
Arsy mengangguk, ia bergeser mempersilahkan Adam masuk kedalam kamarnya.
Selama beberapa saat, tidak ada yang membuka suara diantara mereka, hanya jam dinding karakter kepala mickey mouse yang menempel di dinding berbunyi menemani mereka berdua.
Adam berdehem kecil. "Sayang, kalo kamu keberatan soal perjodohan itu, Papa bak—"
"Arsy terima perjodohan itu, Pah." kata Arsy memotong ucapan Adam.
Adam membelalakan matanya, antara kaget dan senang secara bersamaan. "Kamu serius, Sy?" tanya Adam memastikan.
Arsy menarik nafasnya lalu menghembuskan nafasnya perlahan. "Iya, Pah. Arsy rasa, Arsy memang gak bisa menghidar lagi."
Adam tersenyum, lalu ia menarik Arsy kedalam pelukannya. "Terima kasih. Papa harap kamu gak terbebani karena ini. Terima kasih karena kamu mau menerima permintaan Kakek sama Nenek yang terakhir kalinya." kata Adam panjang lebar.
Arsy mengangguk dalam pelukan Adam. "Lagian sejauh apapun aku berlari untuk menghindar, perjodohan ini akan tetap terjadi kan, Pa?" Arsy tersenyum kecut.
"Seperti yang Mama bilang, kita gak bisa berbuat apa-apa."
"Tapi aku boleh minta sesuatu?
"Apa itu, Sayang?"
"Arsy mau tetep tinggal disini walaupun nantinya Arsy beneran nikah." ucap Arsy.
Adam membingkai wajah Arsy. "Kita lihat nanti ya, Sayang."
"Emang dia mau ya dijodohin sama Arsy, Pa?"
Adam tersenyum. "Dia juga awalnya sama kaya kamu, menolak. Tapi akhirnya dia mau juga karena memang gak ada pilihan lain."
"Kalo aku lahir lebih dulu dari Abang, apa perjodohan ini akan tetap ada?" tanya Arsy.
"Mungkin," jawab Adam tersenyum.
"Tapi aku takut."
"Takut kenapa?"
Arsy menoleh. "Banyak yang aku takutkan, Pa. Mungkin Papa gak akan ngerti."
*****