10. Pertemuan

1125 Kata
"Mah, Arsy mau main ke rumah Via ya." izin Arsy kepada Mela yang sedang mencatat bahan makanan yang akan dibelinya. "Kapan Sayang?" tanya Mela. "Sekarang. Sekalian mau ngerjain tugas gitu. Arsy pulangnya gak akan larut malem kok." Wanita setengah baya itu melirik jam dinding di ruangan itu, jam menunjukkan pukul lima sore. "Gak boleh, Sayang." ucap Mela membuat Arsy menautkan alisnya. "Nanti kita ada pertemuan keluarga dengan keluarga yang akan dijodohkan dengan kamu." lanjutnya. Arsy diam. Dalam hati gadis itu ingin menolak, namun mulutnya mendadak bisu. "Yaudah kalo gitu. Arsy ke kamar lagi ya." Mela mengangguk. "Aldi sebentar lagi juga pulang kok." Kini giliran Arsy yang mengangguk. Gadis itu langsung berlari menuju kamarnya. Mungkin menonton drama korea menyenangkan sambil menunggu waktu tiba. Arsy berpikir tidak perlu mandi lagi karena barusan sudah mandi. Arsy membuka laptopnya, merefreshnya beberapa kali lalu mulai menonton drama korea yang sebelumnya belum tuntas ditonton. Entah kenapa Arsy merasa bahwa pertemuan nanti tidak begitu memberatkan hatinya sekarang. Bahkan terasa seperti biasa saja. Secepat itukah dirinya terbiasa dengan ini? Sebuah ketukan pintu menganggu kegiatan menonton Arsy. Gadis itu beranjak dari sofa yang ada dikamarnya dan membukakan pintu. "Jam setengah tujuh kita berangkat ya. Kamu siap-siap, tampil yang cantik." ujar Mela begitu Arsy membuka pintu. "Iya, Mah." Mela tersenyum lalu berbalik menuju kamarnya yang ada di lantai satu. Arsy kembali ketempatnya dan melanjutkan kegiatan menontonnya. Namun, lagi-lagi sesuatu menganggunya. Kali ini benda pipih yang ada disampinya bergetar menandakan ada panggilan masuk. Dengan gondok, Arsy mejawab telepon tersebut tanpa melihat siapa yang meneleponnya. "Hallo." ucap Arsy dengan malas. "Lo dimana? Katanya mau kesini?" tanya seseorang disebrang sana. Arsy melihat nama yang ada dilayar ponselnya, Via ternyata. "Eh, Vi, sorry ya gue kayanya gak jadi deh." "Lah, ngapa? Daren udah disini." Arsy menggigit bibir bawahnya dengan mata yang melirik kesana-kesini—mencari alasan yang pas untuk Via. "Gue—" Arsy menghela nafasnya perlahan. "Gue mendadak ada acara." ucapnya. Arsy tipikal orang yang memang tidak pandai berbohong. "Acara apaan dah?" tanya Via dengan kepo. "Ih, apaan, gue belum selesai." ujar Via dengan nada kesal. "Hallo, Sy? Lo dimana? Lo baik-baik aja kan?" kali ini Daren yang bertanya. Sepertinya cowok itu merebut ponselnya dari Via. Arsy terkekeh pelan. "Daren balikin ih, gue belum selesai." "Diem napa, ish." "Gue gak papa kok. Sorry ya gue gak jadi jalannya sama kalian." "Lah, kenapa gak jadi?" tanya Daren. "Ada acara mendadak gitu. Biasa, acara keluarga. Hehee." "Oh. Ya udah kalo gitu, gak papa deh." Arsy tersenyum bahagia memiliki sahabat seperti Via dan Daren. "Ya udah, gue tutup ya, mau siap-siap dulu." "Ish, kacang ijo, siniin gue kan belum selesai." Via disebrang sana masih berusaha mengambil ponselnya lagi dari tangan Daren. "Nih nih nih ah." "Hal—" Tut tut tut... Sambungan terputus sebelum Arsy mendengar ucapan Via disana. Gadis itu menatap jam yang tertera diponselnya, jam menunjukkan hampir pukul enam. Arsy menutup laptopnya dan berlalu menuju lemarinya, memilih baju untuk digunakan nanti. Gadis itu menulusi setiap jejeran baju yang menggantung dilemarinya. Semua nampak tidak ada yang tertarik dipenglihatannya. Namun, Arsy menangkap sebuah dress selutut tanpa lengan berwarna merah. Arsy mengambilnya dan tertarik dengan dress itu. Arsy menggantinya dikamar mandi. Sepuluh menit kemudian, Arsy keluar dengan dress merah selutut itu sudah terpasang di tubuh mungilnya. Arsy tersenyum saat melihat dress itu sangat pas ditubuhnya. Arsy melenggang menuju pintu kamarnya ketika pintu itu diketuk dari arah luar. "Sini-sini." Arsy menarik tangan Aldi hang semula berdiri didepan pintunya. "Bagus gak?" tanya gadis itu. Aldi tersenyum. "Bagus." Arsy mengangkat dagunya sembari tersenyum puas. "Arsy gitu." "Semangat banget mau ketemu calon." goda Aldi. Senyum dibibir Arsy memudar, gadis itu merubah wajahnya menjadi datar lalu mendengus sejadi-jadinya. "Dih, apaan?" "Diem-diem ternyata—" Ucapan Aldi terhenti ketika Arsy mendorong punggung Aldi hingga keluar dari kamarnya. "Sana ah. Aku mau siap-siap. Aku gak mau dimarahin sama Papa." ujar Arsy lalu menutup pintu kamarnya tanpa mendengarkan ucapan lagi dari Aldi. "Jangan lama ya, Sy! Dandan yang cantik!" teriak Aldi dari luar. Sekali lagi, Arsy hanya mendengus. ***** Mobil yang dikendarai Dimas memasuki area parkir sebuah restaurant berbintang. Mereka—Dimas, Rina, Nina, Daniel, dan juga Dania masuk kedalam resturant itu. "Atas nama Dimas Andhika." ucap Dimas langsung kepada seorang pegawai disana. "Mari saya antar." ucap pelayan tersebut. Pelayan tersebut membawa keluarga Daniel ke sebuah ruangan VIP dilantai dua yang ada di restaurant ini. "Saya permisi." kata pelayan tersebut setelah mengantar keluarga Daniel. Dimas hanya mengangguk dan memberikan sejumlah tip kepada pelayan tersebut. "Kita tunggu, sebentar lagi katanya sampai." ujar Dimas. Daniel berkali-kali menghela nafasnya. Sedari tadi ia tidak bisa mengatur degup jantungnya yang menggila didalam sana. Daniel tidak mengerti kenapa jantungnya berdegup kencang sekali, bahkan degupannya melebihi saat ia bersama Floria. Berbicara soal Floria, Daniel merindukannya sekarang. Dari siang tadi, Daniel sama sekali belum memberikan kabar kepada Floria. Daniel tau bahwa Floria pasti tengah menunggu kabar darinya. Daniel melirik Nina yang sedang meminum tehnya, juga kearah Dimas yang tengah berkutat dengan ponselnya. "Daniel ke toilet sebentar ya." ujar Daniel. "Tetap diam disini Daniel." ujar Dimas dengan tegas. Sedangkan Nina tidak berbicara apapun, wanita paruh baya itu hanya menatap Daniel, seolah berkata 'diam ditempat' hanya lewat tatapan saja. Daniel pun tidak berkutik. Cowok itu memutuskan untuk mengirim sebuah pesan singkat kepada Floria agar gadis itu tidak mengkhawatirkannya. Ketika Daniel sedang sibuk dengan ponselnya, pintu terbuka dan muncullah empat orang. Dimas berdiri. "Halo Adam, lama tidak berjumpa ya?" sapa Dimas yang langsung menjabat tangan pria bernama Adam tersebut. "Haha,, lama tak jumpa juga, Dim." ujar pria bernama Adam itu sambil terkekeh. "Mari duduk." Dimas mempersilakan. "Apa kabar, jeng?" tanya Rina sambil bercipika-cipiki ala ibu-ibu dengan istri Adam. "Baik, jeng." katanya. Dania yang sedang menikmati sebuah kue yang dipesannya pun sekarang mendongak. Pupil mata gadis kecil itu membesar. "Kak Arsy?" gumamnya tidak percaya. Ya, Arsy adalah orang yang akan dijodohkan dengan Daniel. "Jadi yang dijodohin sama Kakak itu Kak Arsy?" tanyanya tidak percaya. "Kamu kenal Sayang sama Kak Arsy?" tanya Rina bingung. Dania mengangguk. "Kita satu tempat bimbel. Kak Arsy juga sering menemin aku kalo Pak Jali telat jemput." ujar Dania. Pak Jali adalah supir Dania. Merasa tidak asing dengan nama yang disebutkan Dania, Daniel mengantongi ponselnya dan mendongakkan kepalanya. Daniel berdiri dan meneliti wajah Arsy yang tidak asing diingatannya. Sedangkan Arsy nempak membulatkan matanya. Dia kan? Batin Arsy. "Lo—" Daniel tampak menggantungkan ucapannya, cowok itu tampak mengingat-ngingat. "Kamu sudah kenal Arsy, Dan?" tanya Rina. Daniel menjentrikan jarinya. "Lo anak IPA 2 kan? Temennya Floria?" "Oh, lo anak basket itu?" Arsy menganggukkan kepalanya. "Ohiya, gue emang anak IPA 2." Sengaja Arsy memasang wajah songong agar pihak calonnya berpikir yang aneh-aneh, dengan begitu mereka akan membatalkan perjodohan ini. "Wah,, dunia emang sempit ya." Arsy melipat tangannya didepan d**a. Kenapa juga harus dia? Dia kan udah punya cewek. Batin Arsy. *****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN