Erika Berulah

1146 Kata
Jagat sengaja mengemudi sepelan mungkin agar waktunya bersama Kaluna sedikit lebih lama. Saat ini, mereka sedang berada di perjalanan pulang dari kedai soto lamongan. "Gimana tadi sotonya? Enak kan?" Kaluna segera menoleh ke samping, menatap sekilas pria yang tengah sibuk mengemudi dan matanya fokus lurus ke depan. "Mas sudah menanyakan pertanyaan itu berulang kali." "Emang iya ya? Perasaan saya belum nanya ke kamu kok Luna." "Sifat pelupa memang nggak mandang usia sih," balas Kaluna yang sebenarnya tengah mengatai Jagat pikun atau pelupa. Tapi Kaluna yakin, itu hanya alasan saja. Jagat terkekeh mendengarnya. Kaluna tetaplah Kaluna yang selalu santai tapi kadang sedikit ketus juga saat menjawab. Meski tidak pernah tersenyum, Kaluna tetap menarik perhatian Jagat. Tidak masalah jika Kaluna seperti itu. Toh nanti pada akhirnya, Jagat bersumpah pasti bisa membuat Kaluna tersenyum cantik padanya tanpa diminta. "Tapi serius deh, tadi sotonya beneran enak kan? Saya takut aja kalau selera kamu beda sama saya, Luna. Jadi, saya tanya berulang kali karena takut jawaban kamu yang sebelumnya itu bohong, mungkin?" "Kenapa harus bohong?" "Berarti beneran enak?" Kaluna mengangguk. "Saya nggak bisa bohong orangnya. Kalau enak ya enak, kalau nggak ya nggak." "Ya sih, kelihatan kok. Luna emang orangnya sangat jujur." sahut Jagat yang terdengar memuji. "Luna suka banget makan ya? Jawabnya yang serius ya Luna. Jangan kayak kemarin. Saya tau kalau orang tidak makan ya pasti mati." "Harusnya pertanyaan Mas yang dirubah. Bukan tanya suka makan, tapi hobi makan. Dua hal berbeda, jadi artinya juga beda. Bukan salah saya dong kalau kemarin jawabnya begitu? Bahkan sekarang pun harusnya saya jawab seperti kemarin lagi sih." "Astaga, baik siap salah Tuan putri Kaluna. So, Luna hobi banget makan ya?" "Ya," jawab Luna singkat. "Sama. Kalau begitu, besok mau makan siang bareng lagi? Kebetulan saya tau banyak tempat-tempat makan yang semua menunya enak-enak." Kaluna tak langsung menjawab. Instingnya sebagai seorang perempuan yang sudah biasa menghadapi pria yang suka modus macam Jagat mendadak on. Tapi jika boleh jujur, baru Jagat yang seugal-ugalan ini mendekatinya. Terlalu kentara sekali jika Jagat menyukainya. Bahkan bisa dibilang terlalu berani. "Kalau diam berarti mau kan?" "Mana bisa dibilang mau? Kalau saya nggak mau bagaimana?" "Oh, berarti ajakan saya ini ditolak ya? Ya sudah tidak masalah, Luna. Next time semoga kamu mau ya. Sayang banget soalnya kalau kamu nggak mau makan siang bareng saya lagi. Padahal, saya bisa kasih kamu rekomendasi makanan enak tiap hari." "Makasih, tapi kayaknya nggak perlu. Saya bisa sendiri." tolak Kaluna. Meski lagi dan lagi Kaluna menolak ajakannya, Jagat sama sekali tidak pantang menyerah. Dia tidak masalah jika saat ini Kaluna menolak ajakannya. Tapi Jagat yakin, cepat atau lambat Kaluna akan menerima ajakannya lagi. Contohnya seperti hari ini, Luna mau di ajak untuk makan siang bersama. "It's okay, Luna. Kamu juga bisa kok chat saya kalau lagi bingung dan males mikir mau makan siang apaan. Saya bakalan ngasih kamu rekomendasi." "Udah kayak google aja ya?" "Iya, tapi ini google hanya khusus untuk Mbak Kaluna saja." "Nggak pakai Mbak," tegur Kaluna yang membuat pria itu sedikit terkekeh. "Iyaa deh iyaa, nggak pakai Mbak. Terus apa dong? Sayang?" Mata Kaluna langsung menatap malas ke arah Jagat. Enggan menegur, sebab tatapan Kaluna sudah menunjukkan rasa ketidaksukaan saat pria itu memanggilnya dengan panggilan sayang. "Bisa lebih cepat lagi nggak ini?" tanya Kaluna yang merasa jika Jagat mengemudi dengan sangat pelan. Dia benar-benar ingin cepat sampai ke butik tepat waktu. "Berhenti," "Kok berhenti?" "Berhenti, biar saya aja yang bawa." "Nggak usah Kaluna. Saya saja yang—" "Mas Jagat nyetirnya kayak siput, pelan banget." sela Luna penuh dengan kejujuran. "Sengaja," Kening Kaluna sontak mengerut heran begitu mendengar jawaban singkat dari Jagat. "Hah?" "Sengaja dipelan-pelanin kok. Biar ada waktu lebih lama sama Luna," sahut Jagat tidak kalah jujurnya. "Kalau gitu caranya, lebih baik Mas Jagat turun aja deh. Naik ojek online aja ke butiknya. Saya buru-buru," "Jelek banget ngambeknya Luna. Iya deh ini ngebut." Kaluna mendengus, lalu merotasikan mata malas saat mendengarnya. Dia sendiri heran. Mengapa bisa mengiyakan ajakan Jagat sebelumnya untuk makan siang bersama? Mana menawarkan mobilnya sendiri pula. Aneh, tapi Kaluna langsung mengabaikan pikirannya tentang itu. +++ Sementara itu di butik, tampak seorang pasangan pria dan wanita baru saja keluar dari ruangan setelah melakukan konsultasi bersama Erika— asisten Kaluna. "Terimakasih sudah mempercayakan D'Moon Boutique, Kak." "Sama-sama Kak. Saya seneng banget karena ternyata masih bisa buat pesen gaun pengantin. Soalnya kemarin sempat chat admin katanya udah close untuk pemesanan gaun pengantin. Niatnya ke sini tadi mau pilih-pilih gaun yang udah jadi aja. Tapi justru ketemu Kak Erika. Makasih loh Kak, tolong sampaikan salam saya buat Mbak Kaluna ya. Saya udah nggak sabar banget pengen pakai gaun buatan Mbak Kaluna." Mendengar nama Kaluna disebut membuat mood Erika menjadi turun. Selalu saja Kaluna yang disebut-sebut, padahal dia yang melayani dan dia yang mengiyakan untuk deal pembuatan gaun pengantin. "Oh iya Kak, selanjutnya kapan lagi ya saya harus kemari?" "Nanti akan saya hubungi Kak." "Oh gitu ya. Biasanya ada sesi konsultasi dan meeting kan sama Mbak Kaluna? Kebetulan saya mau minta request sesuatu buat di gaunnya." "Kenapa tidak disampaikan sekalian tadi Kak? Kan sama saja dengan saya—" "Pengen sama Mbak Kaluna nya langsung. Yang lebih mengetahui soal desain." Sial! Mendengarnya membuat Erika semakin kesal. Secara tidak langsung, orang tersebut baru saja mengejeknya karena terlalu berada di bawah Kaluna. "Tapi saya—" "Eh Mbak Kaluna ya?" Erika sontak menoleh ke arah yang sama dengan calon klien. Tidak jauh dari tempatnya berdiri saat ini muncul lah Kaluna yang baru saja kembali setelah makan siang. Hal itu tentu membuat Erika was-was. Kaluna mengernyitkan dahinya begitu melihat ada seseorang yang menyapanya sedikit sok akrab. "Maaf, siapa ya?" tanyanya. Lalu dia melirik ke arah Erika yang enggan menatapnya. "Ada keperluan apa?" "Mbak Kaluna baru selesai meeting ya? Ini perkenalkan saya Meta dan ini calon suami saya. Baru aja saya dan calon suami diskusi bareng Kak Erika soal gaun pengantin yang saya mau." "Gaun pengantin?" Meta mengangguk, "iya Mbak Luna. Saya seneng banget deh ternyata masih bisa pesan gaun pengantin. Padahal dari kemarin udah chat admin katanya sudah full. Tapi tadi iseng-iseng ke sini langsung dan ternyata kata Kak Erika masih bisa buat pesan gaun pengantin. Alhamdulillah banget deh asli. Dari lama ngincer Mbak Luna. Karena sesuka itu sama semua gaun buatan Mbak Luna." Astaga, Kaluna sudah tidak bisa menyembunyikan raut wajahnya yang kesal. Dia bukan tipe orang yang mudah untuk menutupi rasa kesalnya. "Ah, begitu ya. Kalau begitu terimakasih karena sudah mempercayakan semuanya pada kami." ujar Kaluna pada Meta yang terlanjur menjadi customernya. Karena sejujurnya dari awal sudah tidak ada pemesanan gaun lagi. Tapi sialnya, Erika justru menambah pekerjaannya. Sebelum benar-benar masuk ke dalam ruangannya, Kaluna sudah memberi kode pada Erika untuk segera masuk menemuinya. Kali ini Erika sudah melebihi batas dan Kaluna sudah tidak bisa membiarkannya. Kaluna diam bukan berarti tidak tau soal yang sudah-sudah. Hanya saja dia mencoba untuk memakluminya. Tapi yang sekarang benar-benar sudah melebihi batas. Dan Kaluna tidak menyukai itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN