Tertarik
Tawa seorang anak perempuan berusia 6 tahun terdengar begitu riang. Anak itu—Keyra, akhirnya bisa tertawa lepas di hadapan ibu kandungnya. Kaluna yang menyaksikan itu jelas tersenyum. Ada rasa senang di hatinya, tapi juga ada sedikit rasa kecemburuan yang hadir. Mungkin karena ia sudah terbiasa menghabiskan waktu bersama anak itu.
“Jangan bengong, nanti kesambet!”
Kaluna segera menoleh dan tersenyum kecil saat ayah Keyra—Jagat muncul dengan membawa beberapa air mineral.
“Minum dulu, kamu pasti haus kan?” tanya Jagat dan Kaluna mengangguk.
Pria itu lekas menyodorkan sebotol air mineral pada Kaluna, dan puan itu menerimanya dengan senyuman. Jagat tentu suka sekali mendapatkan senyuman dari Kaluna yang super irit ini. Jarang-jarang sekali Kaluna mau tersenyum tanpa diminta.
“Makasih, Mas Jag—”
“Jagat!”
Sang pemilik nama segera menoleh ke arah suara, begitu pun Kaluna. Keduanya sama-sama mengalihkan pandangannya ke arah Fiona yang mendekat.
“Kamu udah beli minumnya Gat? Anak kita minta minum,” ujarnya sengaja menekan kata anak kita.
Kaluna menatap malas ke arah Fiona yang kelihatan ingin membuatnya cemburu. Kenapa juga harus menekan kata ‘anak kita’ di depannya? Sementara ia sendiri juga sudah tahu jika Keyra memang anak Fiona dengan Jagat. Apa mau Fiona sebenarnya?
“Ya udah ini—”
“Bukain tutupnya sekalian dong Gat, telapak tanganku masih agak sakit. Lagian kasihan anak kita kalau harus buka tutup botol minumannya sendiri,” sela Fiona, di akhiri dengan senyum simpul.
Diam-diam Kaluna mendecih melihat kelakuan mantan Jagat itu. “Cih, manja!” gumamnya super pelan.
Lagi, Kaluna memperhatikan bagaimana bahasa tubuh Fiona saat berhadapan dengan Jagat saat ini. Benar-benar gatal dan genit menurutnya.
“Thanks, Papa Keyra!” seru Fiona, lalu kemudian pergi. Namun wanita itu masih sempat-sempatnya melirik ke arah Kaluna dengan sudut bibirnya yang tertarik ke atas. Terlihat sekali jika sengaja memanggil Jagat demikian untuk membuat Kaluna kesal.
Dan memang nyatanya berhasil membuat Kaluna kesal.
“Kok nggak diminum? Katanya haus?”
Bukannya menjawab, Kaluna justru menyodorkan botol minumannya yang masih utuh itu pada Jagat dengan raut wajah masam. Bahkan bibirnya sedikit memanyun sebal.
“Eh—”
“Bukain!” pintanya.
Belum sempat Jagat menjawab, Kaluna sudah lebih dulu kembali melanjutkan, “kenapa? Nggak mau bukain botol minuman punya Luna?”
Kening Jagat mengernyit heran. Butuh beberapa detik bagi Jagat untuk memahami, sampai akhirnya ia mengerti dan terkekeh geli.
“Kenapa sih Mas—”
“Luna cemburu ya?” sela Jagat, menebak. “Iya kan? Luna cemburu?”
Kaluna lekas menggeleng dengan cepat, berusaha untuk menutupi apa yang ia rasakan. “Enggak! Siapa juga ada yang bilang cemburu? Nggak ya! Aku nggak cemburu!”
“Iya juga nggak apa-apa kok, Luna. Mas seneng malahan,”
“Ih apa sih? Enggak ya Mas Jagat!” sahut Kaluna masih betah membantah.
Namun, Jagat terus-terusan menggodanya. Yang mana hal itu membuat Kaluna kesal dan malu sendiri.
“Udah, jujur aja sama mas, kalau Luna emang cemburu.”
“Enggak ya!”
Beberapa bulan sebelumnya,
Jagat Kaivan Mahatama, seorang CEO berusia 33 tahun itu keluar dari mobilnya dengan raut wajah masam. Ia baru saja mendapatkan pesan dari sang bunda—Rengganis yang berniat ingin mengatur pertemuan antara dirinya dengan salah satu anak dari teman arisannya.
Gila, Jagat benar-benar tidak tahu lagi harus mengatasi yang satu ini. Sang bunda terus-terusan ingin menjodohkannya.
Jagat yang semula ingin makan siang di rumah, mendadak mengubah tujuan menjadi ke kafe milik salah satu temannya.
Baru saja masuk ke dalam kafe tersebut, mata Jagat sudah mengincar sebuah bangku yang terletak paling ujung. Sengaja agar tidak mengundang perhatian banyak pengunjung cafe.
Sejujurnya, ini kali pertama Jagat datang ke cafe milik salah satu teman semasa kuliahnya dulu. Bahkan teman yang tergabung dalam grup band yang mereka buat. Tapi sayangnya bubar, setelah wisuda. Tentu saja, karena masing-masing dari mereka lebih memilih untuk meraih keinginannya sendiri-sendiri.
Suara gaduh mendadak menarik perhatian Jagat yang baru saja akan melangkahkan kakinya menuju bangku yang ia incar. Namun, rasa penasarannya yang terlalu besar, membuat Jagat berdiri di tempatnya bak patung selamat datang. Jujur, bukan hanya Jagat saja yang tertarik akan suara gaduh tersebut, tapi hampir seluruh pengunjung yang ada di dalam cafe tersebut langsung tertuju pada bangku yang letaknya berada di tengah-tengah.
Seorang wanita, baru saja menyiramkan segelas es americano pada salah seorang pria yang duduk di bangku tersebut, tepat pada wajahnya. Dan seorang wanita yang Jagat pastikan itu adalah selingkuhannya langsung berdiri menjauh.
"Dasar cowok brengsekk! Ini yang lo bilang sibuk ketemu klien, hah?!"
"Cewek stres lo! Basah semua muka gue, sialan!"
"Lo pikir gue peduli? Nggak!” sahut wanita itu dengan berani. Terlihat tidak gentar sama sekali. “Kita putus!"
Pria itu mendecih pelan dan menyahut, "bagus deh, kalau putus. Gue juga udah males sama lo Lun! Lo tuh sok keras, sok mandiri yang bisa apa-apa sendiri. Nggak ada harga dirinya gue sebagai laki-laki kalau di hadapan lo!"
Wanita berusia 29 tahun, yang bernama lengkap Kaluna Atmadja itu mendecih menatap sang mantan kekasih dengan berani. Tidak sedikit pun ia takut dengan suara tinggi pria itu.
"Ck! Gue emang nggak butuh laki-laki pecundang kayak lo!"
Jagat diam-diam tersenyum di tempatnya saat ini. Wanita itu, benar-benar keren di matanya. Sangat pemberani dan bahkan tidak terlihat sedih sama sekali saat mengetahui kekasihnya berselingkuh.
Baru kali ini Jagat merasa senang menonton orang bertengkar di depan umum. Karena menurut Jagat, wanita itu memang berbeda. Sangat berani, meski menjadi bahan tontonan banyak orang. Selain itu juga sangat menarik. Salah satu kriteria yang dicari oleh Jagat. Yaitu, pemberani, tegas dan mandiri. Sepertinya memang ia benar-benar tertarik pada wanita cantik itu.
Jagat bahkan terus memandangi wanita tersebut, sambil terus memujinya dalam hati. Bagaimana bisa, wanita itu tetap terlihat cantik meski sedang tidak menunjukkan senyuman sedikit pun? Dan kenapa mendadak Jagat jadi tertarik pada sosok wanita asing ini?
“Eh—” Jagat reflek terkejut saat wanita itu tak sengaja menabraknya.
“Maaf!” seru wanita tersebut, lalu buru-buru keluar dari cafe tersebut, mengabaikan Jagat.
"Cantik juga," gumamnya tanpa sadar. Bahkan Jagat terus menatapnya sampai wanita itu menghilang dari balik pintu.
"Gat? Lo barusan dateng? Sorry deh kalau yang ribut-ribut tadi bikin lo keganggu. Udah gue—"
"Cewek tadi..."
"Hah?"
"Cewek tadi Van, cewek yang kayak tadi carinya di mana?"
Evan sontak memutar bola matanya malas. Dia pikir Jagat akan mengatakan apa, tapi ternyata soal makhluk yang namanya perempuan.
"Van—"
"Noh, di pinggir empang!"