Kaluna buru-buru menoleh ke arah pintu ruangannya yang terbuka. Setelah tau siapa yang datang ke ruangannya, Kaluna sontak mengalihkan wajah dan menghentikan pekerjaannya barang sejenak.
"Mbak Kaluna masih sibuk?"
"Ya Sin, masih harus revisi design buat Mbak Vinia. Kenapa? Ada kendala?"
"Nggak bisa dibilang kendala juga sih Mbak, cuma mau ngasih tau ke Mbak Luna, kalau ada customer baru yang mau pesan gaun."
"Ya terus? Selagi nggak pesan gaun pengantin sih nggak masalah Sin. Coba kamu tawarin gaun-gaun yang ada di bawah tuh, ada yang cocok nggak? Bilang aja kalau bisa dimodifikasi sesuai kemauan."
"Bukan itu Mbak. Tapi ini orangnya pengennya cuma langsung ditangani sama Mbak Luna. Nggak mau sama saya langsung. Gimana Mbak? Alesannya sih biar bisa lebih mudah aja konsultasinya gitu,"
"Ya udah, langsung kasih nomorku aja Sin. Orangnya biar langsung ngehubungin aku,"
Sinta sontak mengangguk dan menyahut, "oke Mbak kalau gitu. Tapi ini beneran nggak masalah kan Mbak? Soalnya ini kan pakai nomor pribadi Mbak Luna langsung,"
"Nggak apa-apa Sin, daripada pelanggan baru kita lari? Lagian nggak enak juga sih nolak, dia Papa dari temannya Cici yang kemarin ikutan main ke sini."
Sinta sontak membulatkan kedua matanya saat mendengar fakta tersebut. "Mbak Luna kok tau sih? Teman Cici yang cantik itu kan?"
Kaluna menganggukkan kepalanya, sebab Keyra memang sangat cantik. "Ya tau Sin, kemarin kan yang jemput papanya? Emang kamu nggak lihat kemarin?"
"Nggak lihat sama sekali Mbak, kan aku di dalem."
"Oh iya juga ya, gimana kamu bisa tau kalau gitu."
"Tapi Mbak, aku penasaran. Kok Mbak Luna langsung tau yang lagi aku omongin ini Papanya teman Cici? Padahal aku nggak nunjukin nomornya atau pun ngasih tau namanya? Kok udah bisa nebak?"
"Semalem Papanya Keyra DM, jadi aku langsung minta dia untuk chat admin saja. Di situ kan kelihatan foto profilnya. Jadi tau kalau dia Papanya Keyra."
"Ah, gitu ya Mbak?" sahut Sinta dan Kaluna lantas menganggukkan kepalanya. "Tapi aneh nggak sih Mbak? Kok tiba-tiba langsung tau akun sosmed Mbak Luna? Mencurigakan."
"Apanya yang mencurigakan sih? Akun butik cuma ngikutin akun aku doang Sin. Jadi wajar kan kalau dia tau?"
"Iya deh iya, Mbak—"
"Sinta!"
Sang pemilik nama langsung menoleh ke arah pintu saat namanya dipanggil oleh Erika. Bahkan Kaluna pun ikut menoleh karena memang suara Erika terlampau sangat naik. Bisa dibilang seperti seseorang yang tengah berteriak.
"Telepon tuh bunyi terus. Kerja yang bener dong, jangan nyusahin." lanjut Erika.
"Ya tinggal angkat aja apa susahnya sih Er? Lagian—"
"Udah gue angkat. Tuh customer mau komplain dan itu udah tugas lo ya, bukan gue." sela Erika dengan nada sedikit kasar. "Lagian ini masih jam kerja, jangan ngegosip kerjaan lo."
Sinta sontak menganga begitu mendengar ucapan Erika barusan. Dia berniat untuk membalas perkataan Erika yang kelewat menyebalkan itu, namun Kaluna justru menahannya. Dan membiarkan Erika pergi begitu saja.
Meskipun Kaluna hanya diam tak menanggapi, sebenarnya dia sedang berpikir dan bertanya-tanya kenapa sikap Erika jadi berubah drastis seperti itu?
Bahkan Erika jadi kasar dan mudah sekali emosinya naik. Seperti barusan, dan itu cukup mengejutkan karena Erika berani bertingkah begitu di hadapannya.
"Duh Mbak, harusnya jangan nahan aku. Erika nih beneran ngeselin banget Mbak,"
"Udah, nggak perlu diperpanjang lagi Sin. Ngalah aja. Kayaknya dia lagi banyak masalah deh, biar nanti aku yang coba ngomong sama dia."
"Tapi Mbak—"
"Udah sana, turun. Selesaikan dulu kerjaan kamu Sin," selanya dengan cepat. Lalu Kaluna kembali melanjutkan, "sekalian minta Erika nemuin aku setelah jam makan siang."
"Maaf nih Mbak sebelumnya, tapi kan aku masih kesel sama dia Mbak Lun. Lebih baik Mbak Luna aja deh ya yang ngomong sama dia. Atau Mbak Luna chat aja deh. Takutnya kalau aku yang nyampein, malah ntar ujungnya ribut."
"Ya udah deh, ntar biar aku aja yang ngomong."
"Maaf ya Mbak Lun, bukannya mau jadi karyawan yang pembangkang loh yaa."
"Iya Sinta iyaa. Udah sana lanjut kerja. Satu jam lagi istirahat makan siang,"
"Oke Mbak Luna, aku lanjut kerja yaa. Semangat Mbak Lun!"
Kaluna hanya membalasnya dengan senyuman. Setelah Sinta keluar dari ruangannya, Kaluna meraih ponselnya dan mengirim pesan pada Erika. Mengajaknya untuk makan siang bersama sekaligus mengobrol. Karena jujur saja, Kaluna mulai merasa jika Erika ini sangat berbeda. Kaluna hanya takut jika Erika sedang dalam masalah. Sebab dia tau jika di Jakarta ini Erika tinggal sendirian.
Kaluna sangat tau bagaimana rasanya tinggal sendirian. Setiap ada masalah atau apa pun itu pasti hanya akan dipendam sendiri dan diselesaikan sendiri. Mungkin Kaluna termasuk orang yang bisa mengatasi semuanya. Tapi Kaluna tidak yakin jika Erika bisa mengatasi masalahnya. Karena itulah dia khawatir.
Apalagi Erika sudah ikut dengannya selama tiga tahun. Jelas, Kaluna memikirkan keadaan asistennya tersebut yang sudah Kaluna anggap seperti adik sendiri.
Kaluna menggigit bibir setelah mendapatkan balasan dari Erika. "Udah berapa kali ya dia nolak gue ajakin makan siang bareng?"
Kaluna nampak mengingat-ingat, namun lupa juga sudah berapa kali Erika menolak ajakannya. Karena itu dia tak mau ambil pusing dan hanya berpesan pada Erika untuk menemuinya setelah jam makan siang.
+++
Kaluna tidak mengerti, mengapa bisa-bisanya dia kembali dipertemukan dengan pria aneh yang sialnya adalah orang tua dari teman dekat keponakannya.
Ingin menghindar rasanya tidak pantas, sebab pria aneh yang saat ini sedang duduk di hadapannya adalah calon customer barunya. Meskipun di luar itu semua, dia berhak juga untuk mengusir pria itu dari hadapannya.
"Mbak? Kenapa diam saja?"
"Mas kalau tidak ada kepentingan bisa pindah saja? Saya mau menikmati makan siang dengan tenang tanpa gangguan."
Jagat sontak merasa tidak enak saat Kaluna secara gamblang mengatakan untuk memintanya pindah tempat. Namun, bukan Jagat Kaivan Mahatama namanya jika tidak punya alasan agar tetap berada di satu meja dengan Kaluna.
"Justru itu, Mbak Kaluna. Saya ada kepentingan dengan Mbak. Kebetulan sekali kita bisa bertemu di restoran ini."
"Kepentingan apa? Kalau soal pemesanan gaun, harusnya Mas bahas itu dengan saya di butik waktu jam kerja. Sekarang posisinya saya lagi di luar dan sedang jam makan siang."
"Saya belum ngomong lho Mbak, kok Mbak Kaluna sudah tau duluan kalau saya mau bahas soal itu?"
"Urusan Mas dengan saya kan cuma itu, apalagi? Jadi, bisa pindah tempat sekarang juga?"
Belum sempat Jagat menyahut, tiba-tiba saja seorang pelayan mengantarkan makanan dan minuman pesanan milik Jagat di meja tersebut.
Hal itu tentu saja membuat Kaluna menatapnya dengan wajah yang sedikit kerung.
"Mbak—"
"Saya saja yang pindah." sela Kaluna memutuskan. Namun, baru juga beranjak dari duduknya, tiba-tiba saja muncul banyak rombongan ibu-ibu yang masuk ke dalam restoran. Menempati semua tempat yang tersisa. Bahkan ada beberapa yang masih kekurangan tempat duduk.
Jagat yang melihat situasi itu pun sontak bersyukur dalam hati. Sepertinya Tuhan dan bahkan alam semesta sedang mendukungnya agar bisa lebih dekat dengan Kaluna.
"Kenapa Mbak? Nggak jadi pindah?" tanya Jagat sengaja sekali saat Kaluna kembali mendudukkan diri.
"Penuh," jawab Kaluna singkat tanpa menatap wajah Jagat yang ada di hadapannya.
Jagat harus menahan senyum dengan tingkah Kaluna yang menggemaskan saat ini. Tampak sekali malu karena tidak jadi pindah tempat.
Jagat pun berdehem untuk mencairkan suasana kembali.
"Btw, kok Mbak Kaluna bisa sampai ke sini? Restoran ini lumayan jauh dari butik Mbak."
"Mas sendiri kenapa bisa sampai ke sini juga? Dan makan siang di restoran ini?" balik tanya Kaluna tanpa menjawab pertanyaan dari Jagat sebelumnya.
"Kebetulan, kantor saya dekat dari sini Mbak. Justru yang agak bikin kaget kenapa Mbak Kaluna bisa sampai kemari? Jauh loh. Nggak mau jawab Mbak?"
"Tiba-tiba aja pengen. Nggak sadar juga kalau sampai sejauh ini perginya,"
Sejauh ini, ini sudah menjadi perkembangan yang cukup pesat untuk Jagat. Pertama kalinya, Kaluna menjawab pertanyaannya dengan kalimat yang panjang dan ikhlas. Ya, ikhlas sepertinya saat menjawab. Terbukti tidak seketus biasanya.
"Suka makan ya?"
"Suka, kalau nggak ya mati."
Jagat sontak terkekeh pelan saat mendengar jawaban spontan dari Kaluna. Ketus-ketus lucu, tapi sepertinya Kaluna tidak menyadari hal tersebut.
Kaluna yang mendengar kekehan Jagat langsung menaikkan pandangannya. Menatap Jagat dengan penuh tanda tanya.
"Ada yang salah dengan omongan saya?"
"Nggak ada kok Mbak Kaluna,"
"Saya risih dipanggil mbak-mbak terus." ujar Kaluna terus terang. "Kayaknya Mas lebih tua dari saya, jadi jangan panggil mbak-mbak terus. Saya bukan mbaknya Mas Jagat."
"Coba ulangi,"
Kaluna sontak menaikkan sebelah alisnya bingung. "Ulangi apa?"
"Tadi, kamu panggil saya apa?"
"Mas Jagat," jawabnya santai.
Tapi justru hati Jagat yang tidak bisa santai saat ini. Jika bisa salto saat ini di depan orang banyak, Jagat pasti akan melakukannya sekarang juga.
Jagat nyaris gila saat mendengar pertama kali Kaluna menyebut namanya— Mas Jagat. Astaga, merdu sekali menurut Jagat.
Jika jalannya mendekati Kaluna selancar ini, Jagat pastikan tahun ini juga dia akan melamar Kaluna dan mengajaknya menikah. Bahkan Bundanya pasti akan sangat senang mendapatkan menantu modelan seperti Kaluna.
"Mas ini niat mau makan atau apa? Kenapa jadi ngelihatin saya terus? Mau jadi mandor?”
"Ya, makan, Kaluna."
Kaluna yang sedang mengunyah sontak terhenti sebentar saat Jagat memanggilnya tanpa embel-embel 'mbak' lagi.
"Nggak boleh manggil Mbak lagi kan?" lanjut Jagat mengingatkan Kaluna.
"Luna,"
Mendengar itu, Jagat sontak tersenyum dan menganggukkan kepalanya mengerti. Paham sekali dengan maksud perkataan Kaluna yang singkat, padat dan jelas.
"Iya, Luna. Selamat menikmati makan siangnya."
"Sudah hampir habis."
Lagi-lagi Jagat hanya bisa tersenyum dan menggelengkan kepalanya pelan. Kaluna memang benar-benar berbeda dari yang lain. Kenapa dia baru menemukan sosok yang seperti ini?
"Btw, saya kaget loh kalau ternyata Luna ini tantenya Citra teman anak saya. Pantesan, waktu itu kita nggak sengaja ketemu di sekolahan. Inget kan waktu—"
"Mas kan cowok aneh itu." sela Kaluna dengan cepat sebelum Jagat berhasil menuntaskan ucapannya.
Sial! Mengingat hari itu, Jagat baru sadar jika dia memang sangat memalukan kala itu. Pantas saja Kaluna mengatainya cowok aneh. Karena memang aneh.