Matahari telah tenggelam, bulan naik perlahan memancarkan cahaya terang yang membuatnya tampak indah.
Di tepi danau, di bawah cahaya bulan surai keemasan milik Penelope berterbangan ditiup oleh angin malam yang membungkus tubuhnya.
Permata biru terang milik Penelope menatap pantulan bulan di permukaan danau. Dua bulan itu seperti dirinya dan Velove. Sudah terpisah jauh namun tetap memiliki gambaran yang sama. Velove telah berada di langit sekarang dan dirinya akan menyelesaikan misi Velove dengan berpijak di bumi.
Penelope sudah mengetahui semua tentang saudari kembarnya. Asley yang semula tak mau bicara akhirnya bicara. Bukan itu saja, Asley akan menemani Penelope kembali ke istana. Ia akan ikut saudari kembar majikannya untuk membalas jasa majikannya yang telah tiada.
Dari Asley, Penelope mengetahui tentang masa kecil Velove. Ia lega bahwa saudari kembarnya juga mendapatkan kasih sayang dari orangtua angkatnya. Velove diasuh oleh seorang wanita yang terkenal di Apollyon. Wanita itu pemilik sebuah rumah bordil yang dihuni oleh banyak gadis cantik.
Meski Velove tinggal dengan seorang p*****r tapi Velove tak pernah dijadikan p*****r. Velove menjadi wanita paling suci disana, jangankan untuk melayani, untuk sekedar menghibur saja ia tak diperbolehkan oleh Madam Louisa.
Madam Louisa tak pernah menganggap Velove anak angkatnya, ia selalu mengakui Velove sebagai anak kandungnya. Madam Louisa pernah memiliki putri namun putrinya tewas ditangan pria yang sudah menghamilinya.
Kehidupan Velove di istana juga tak lepas dari campur tangan Louisa. Wanita yang dekat dengan raja ke IV Apollyon itu merayu raja agar Velove dijadikan salah satu menantu.
Raja yang menyukai Louisa itu tentu saja akan mengikuti mau Louisa. Tak tanggung-tanggung. Ia memilihkan Putra Mahkota untuk menikahi Velove.
Harusnya pembalasan dendam Velove bisa berjalan dengan baik. Wanita itu berpikir bahwa dengan kecantikan yang bisa meruntuhkan satu kerajaan, ia bisa menaklukan Putra Mahkota namun perkiraan tak sesuai dengan kenyataan. Putra Mahkota yang coba ia rayu tak bisa ia gapai sama sekali. Bukan hanya itu, Velove yang harusnya balas dendam malah jatuh cinta pandangan pertama pada Elcander.
Kebodohan fatal Velove hanya satu, ia melibatkan hati untuk balas dendam. Hal yang harusnya tak dipertemukan dalam satu kejadian.
Menurut Penelope, saudari kembarnya terlalu sentimentil. Ia tak tahu bagaimana suadarinya sekarang menghadap orangtuanya.
Bulan kembali ke tempatnya berganti dengan matahari yang mulai menampakan sinarnya.
Penelope telah memberikan arahan pada bawahannya, ia menginstruksikan Derreck untuk membuka satu rumah potong sapi untuk tempat bekerja sementara para anggota Black Eagle dan lokasi yang ia pilih adalah di jantung ibu kota.
Orang-orangnya harus menjadi penyambung informasi untuknya. Dengan kata lain, orang-orangnya adalah mata-mata.
"Yang Mulia, Anda sudah siap?" Asley telah terlihat lebih baik dari kemarin. Luka di tangan dan wajahnya juga sudah membaik.
"Kita berangkat sekarang." Penelope jauh lebih dari siap untuk memasuki istana. Ia bahkan sudah tidak sabar untuk mengoyak tubuh orang-orang yang telah membuat adiknya tewas.
Melintasi beberapa bukit akhirnya Asley dan Penelope sampai ke perbatasan antara Provinsi Brook dan Provinsi Crysl. Itu artinya mereka sudah setengah perjalanan.
"Yang Mulia, berhenti!" Asley menghentikan kuda Penelope. "Prajurit yang tengah beristirahat di depan kita adalah prajurit yang membunuh Yang Mulia Velove."
Penelope melihat ke gerombolan prajurit yang tengah beristirahat. Wajah orang-orang kotor itu terlihat bersemangat. Tentu saja, mereka akan mendapatkan imbalan sekembalinya mereka ke istana.
Aura pembunuh yang melekat di diri Penelope menguar ke permukaan. Otaknya kini dipenuhi oleh nafsu membunuh. Ia turun dari kudanya, "Bersembunyilah." Penelope memerintahkan Asley untuk sembunyi.
Asley ingin menahan Penelope namun ia terlambat. Penelope telah maju ke depan mendekat ke para prajurit.
Mata Asley terperangah, ia menatap tak percaya pada adegan yang ia lihat.
Siapa kembaranan majikannya ini? Malaikat kematian atau iblis dari neraka?
50 prajurit yang mengantar Velove dan Asley telah terkapar di tanah. Darah membasahi tanah di musim panas ini.
Dengan wajah tenang, Penelope kembali ke Asley. Wajah Penelope dikotori oleh percikan darah. Pakaiannya yang indah telah ternoda.
"Apa yang kau tunggu, ayo jalan!" Penelope menatap dingin Asley. Bahkan ekspresinya tak berubah setelah ia membunuh sebanyak itu.
Asley ketakutan. Tangannya gemetar, wajahnya pucat, namun ia tetap menjalankan kudanya mengikuti Penelope.
Kuda Penelope berhenti belari. Si penunggang turun dan melangkah ke tepian sungai. Ia membasuh tangan dan wajahnya.
"Berikan aku pakaian baru!" Penelope bicara tanpa melihat ke Asley.
Asley dengan gugup memberikan apa yang Penelope minta. Pelayan muda itu masih terperangkap dalam adegan pembantaian keji yang dilakukan oleh Penelope. Hanya dengan sebuah belati, majikan barunya itu bisa mengalahkan 50 prajurit terlatih. Hanya dengan satu gerakan cepat, ia berhasil mengambil satu nyawa. Kurang dari hitungan 100 ia telah kembali ke posisinya.
Baru kali ini Asley melihat kematian banyak orang dengan waktu yang sangat singkat.
Mungkin inilah alasan kenapa majikan barunya tak ragu sama sekali untuk ke istana.
Penelope telah mengganti pakaiannya. Ia membuang pakaian kotor tadi dengan menghanyutkannya ke sungai. Tak menunggu waktu lama ia kembali melanjutkan perjalanannya.
Melintasi beberapa bukit akhirnya mereka sampai ke ibu kota. Sebelum masuk ke gerbang istana, Penelope terlebih dahulu mengacaukan penampilannya. Ia merusak pakaiannya lalu merusak pakaian Asley. Orang-orang tak akan percaya jika ia mengatakan dihadang oleh bandit dengan penampilan sebelumnya. Dan dengan penampilannya saat ini barulah orang akan percaya.
Di depan gerbang istana, Asley menunjukan tanda pengenalnya. Prajurit penjaga gerbang mempersilahkan ia dan Penelope masuk setelahnya.
Tak banyak orang yang pernah melihat wajah Velove di istana termasuk penjaga gerbang utama istana jadi sangat wajar jika tak ada salam hormat dari prajurit.
Kaki Penelope menyebrangi gerbang itu. Ketika tubuhnya sepenuhnya berpindah ke belakang gerbang maka saat itu juga ia memastikan bahwa gerbang itu akan ia hancurkan beserta istana dan penghuninya.
Dengan bimbingan Asley, Penelope sampai ke bagian dalam wilayah istana. Beberapa pelayan yang Asley dan Penelope lewati memandangi Asley dan Penelope heran, apa yang terjadi pada dua orang itu hingga penampilan mereka seperti itu. Namun pelayan dalam istana tetap menundukan kepala mereka ketika melihat Penelope. Mereka tak akan menunjukan rasa tak hormat mereka secara langsung.
Berita kembalinya Penelope ke istana membuat ibu suri dan selir Elyse murka. Mereka berdua pergi ke kediaman ratu dengan segera untuk memastikan bahwa yang kembali bukan mayat Penelope.
"Ibu Suri memasuki ruangan! Selir Utama Elyse memasuki ruangan!" Pemberitahuan sampai ke telinga Penelope.
Wanita itu mendengus keji, dua orang itu nampaknya tak sabar untuk memastikan tentang ia kembali hidup-hidup.
Wajah dingin Penelope tak berubah, ia membalik tubuhnya dan memberi salam pada ibu suri, "Memberi salam pada Ibu Suri." Penelope ingin membunuh Ibu Suri sekarang juga tapi itu tak akan menyenangkannya. Air mata darah harus dikeluarkan ibu suri terlebih dahulu barulah ia boleh mati.
"Selir Utama memberi salam pada Yang Mulia Ratu." Dengan wajah congkaknya Selir Elyse memberi hormat.
Penelope tak mempedulikan Elyse, mulai saat ini wanita itu harus tahu siapa yang pantas menunjukan wajah congkak.
"Ada apa dengan penampilan memalukan ini, Ratu?" Ibu Suri tak pernah berbasa basi jika sedang berhadapan dengan Penelope. Ia hanya akan menunjukan keanggunannya jika itu di depan orang ramai.
"Aku berhasil lolos dari kematian, Ibu." Penelope menjawab dengan nada dingin. "Para bandit gunung merampok kami namun kami berhasil selamat." Penelope membuat cerita yang sudah ia pikirkan.
Wajah ibu suri tidak nampak prihatin sedikitpun. Yang ia inginkan bukanlah keselamatan Penelope tapi kematian Penelope.
"Apa kau sudah kehilangan akalmu? Kau harusnya membeli pakaian dulu sebelum kembali ke istana. Penampilanmu akan mencoreng istana dalam!"
"Ibu, sebaiknya kita biarkan Ratu beristirahat. Dia pasti lelah karena perjalanan." Selir Elyse membujuk Ibu Suri. Anak dari Perdana Menteri ini adalah wanita yang sangat disukai oleh Ibu Suri. Sejak dulu Ibu Suri selalu berharap bahwa yang akan jadi ratu Apollyon adalah Elyse.
Ibu Suri mengikuti kata-kata Selir Elyse, tanpa mengatakan apapun ia membalik tubuhnya dan pergi.
Mata Selir Elyse menatap Penelope sinis, "Harusnya kau mati saja. Kau tidak diinginkan di kerajaan ini. Aku tak tahu seberapa tebal wajahmu itu." Kata-kata seperti ini sering diterima oleh Velove ketika di istana. Namun wanita cantik itu selalu bertahan dengan alasan ingin berada dekat dengan Elcander.
Penelope mengepalkan tangannya, ia ingin merobek mulut Elyse tapi ia menahan dirinya. Bermain dengan Elyse harus menggunakan permainan cantik. Mencari masalah sekarang hanya akan membuat rencana balas dendamnya gagal.
"Aku tak akan pernah meninggalkan tempatku." Penelope menjawab Elyse. Dari yang Penelope tahu, Velove tak pernah tunduk pada siapapun yang berada di bawah kakinya. Saudarinya memang anggun dan lembut tapi ia bukan tipe wanita yang mudah ditindas. Setidaknya itu yang Penelope ingat tentang saudarinya selama 10 tahun mereka hidup bersama. "Kau bisa miliki raja sesuka hatimu tapi posisi ratu, kau tak akan pernah memilikinya."
"Wanita tidak tahu diri. Apa kau pikir dengan kau bertahan di sini Yang Mulia Raja akan melihatmu? Tch! Kau bermimpi." Ekspresi wajah Elyse penuh cemooh dan menghina.
"Meski aku tak disukai oleh Raja tapi posisiku tetap di atasmu. Ingat batasanmu dalam bertindak." Penelope menunjukan ekspresi tak kalah congkak.
Elyse menatap tak terima, "Keangkuhanmu itu akan hancur. Raja sendiri yang akan menggulingkanmu dari singgasana."
Penelope tertawa dingin, "Rayu dia untuk itu. Setahuku Raja tak pernah tertarik pada urusan istana dalam kecuali pada apa yang ada di dalan gaunmu itu."
"Kau akan menangis darah, Penelope. Aku pastikan itu." Dengan kemarahannya, Elyse keluar dari kediaman Penelope.
Asley yang sejak tadi jadi penonton kini mendekat ke Penelope, "Yang Mulia, Selir Elyse akan membuat Anda kesulitan."
Penelope tak peduli sama sekali, "Dia tidak memiliki kemampuan untuk itu, Asley. Velove mudah dijebak, dia angkuh tapi dia naif. Wajah kami memang sama tapi aku tak akan sebodoh Velove." Penelope terbiasa mengatakan apapun yang ia suka. Ia berpikir bahwa saudarinya memang bodoh. Terlalu bodoh hingga mudah dibingkai oleh Ibu Suri dan Elyse.