6

1103 Kata
Devan memintaku ke kantor karena harus ada yang dikerjakan dengan senang hati aku kesana berharap bertemu dengan Bima, mengenai Soni sampai detik ini belum menghubungi sama sekali aku berpikir dia pria yang setia terhadap pasangannya jadi mungkin apa yang aku lakukan kemarin gagal tapi aku tidak peduli karena memang niatku hanya bermain saja bukan tujuan utama mendekati mantan mertua Tania itu. Suasana ruangan tempatku berada ini berbeda dengan ruangan lain disini hanya diisi beberapa orang yaitu Devan dan Lila sedangkan Bima beberapa bulan lalu naik ke atas lebih dekat dengan papa tapi karena papa tidak ada sekarang yang menempati adalah Devan dan Bima tapi jika Bima tidak ada maka Lila yang harus siap naik turun untuk keperluan Devan. Lila menatapku yang baru saja datang dan langsung memintaku mengerjakan pekerjaan yang menjadi bagianku. Perusahaan ini bergerak di bidang properti, tambang dan perkebunan jadi kami harus mempelajari semuanya sedangkan aku mengurus masalah properti dan Bima saat ini berada di Kalimantan mengurus masalah tambang dan juga perkebunan sawit disana. "Aku minta kamu bantu Rifat untuk mempromosikan perusahaan kita yang di Bandung" ucap Devan menatapku ketika masuk ke dalam ruangan "sebenarnya aku bisa minta Lila tapi karena Bima lama di sana jadinya kamu yang aku tugaskan mengenai tempat tinggal sudah ada apartemen yang siap digunakan" "Apartemen? kita tinggal bareng?" tanyaku “lagi pula untuk apa di promosikan? bukannya sudah berjalan dan ada pembeli?” menatap Devan bingung. Devan mengangguk "ini juga masuk unit dan disana ada 2 kamar jadi bisa kalian gunakan" Devan tampak ragu berbicara denganku “sepertinya ada masalah dalam laporan disana.” "Masalah? dan kami hanya berdua? tidak mengajak bagian keuangan?" Devan menatapku lalu mengangguk "laporannya?" aku berusaha agat tidak berangkat. "Jika memungkinkan tiap jumat kalian kesini tapi jika tidak kalian laporan dari sana" jawab Devan "papa menyetujui ini semua" ketika melihatku ingin membantah “justru aku mencurigai bagian keuangan dan mengenai Rifat hanya alasan agar tidak terlihat kita menyelidiki” aku mengangguk paham “tapi Rifat sudah tahu apa yang harus dilakukan karena dia yang menemukan keanehan itu” lanjut Devan “semoga kamu tidak berbuat aneh-aneh disana.” Selepas Devan keluar dari ruangan aku segera mengerjakan beberapa pekerjaan yang sempat tertunda sebentar tadi, Devan mirip dengan papa jika bekerja dimana akan berbicara pada intinya dan tidak bisa dibantah jika memberikan perintah kecuali di saat membutuhkan masukan dari kami semua maka semua sifat itu akan hilang. "Hai sibuk?" Lila masuk ke dalam ruangan "baiklah gak akan lama karena Pak Devan meminta kalian berangkat besok" aku melotot karena tadi Devan tidak mengatakan mengenai waktu keberangkatan "sepertinya tadi kelupaan memberitahu kamu makanya ketika melihatku diminta menyampaikan dan ini karena memang ada yang harus di kerjakan secepatnya" tambah Lila. "Aturlah bagaimana enaknya" ucapku pasrah karena memang tidak bisa ditolak ataupun bantah. "Kalian berangkat menggunakan mobilmu dengan Rifat yang menyetir" ucap Lila menatapku "karena mobil kantor dipakai semua dan gak mungkin dibawa ke luar kota dalam waktu lama" ketika melihatku akan membantah dan akhirnya aku mengangguk kembali "semua biaya sudah ditanggung jadi tenang saja." "Ada lagi?" tanyaku dengan menatap malas pada Lila “apa tidak perlu aku berdiskusi dengan Rifat?” menatap Lila karena memang seharusnya aku berdiskusi dulu dengan Rifat. Lila menggelengkan kepala “kalian bisa berdiskusi ketika perjalanan atau selama disana” aku menghembuskan nafas "lupakan Bima mencarilah yang masih single mungkin bisa mencoba Rifat" ucapan Lila membuatku melotot. "Jangan bilang ini akal-akalan kalian" tuduhku langsung namun Lila langsung keluar ruangan tanpa menjawab perkataanku membuatku berpikir yang tidak-tidak. Aku sudah bisa menebak jika ini adalah strategi papa dan Devan agar memisahkan aku dengan Bima, aku menghembuskan nafas siapa yang bisa aku ajak bicara gak mungkin Tina ataupun Tania apalagi Tari bahkan Lila tidak dipihakku. Aku menatap pesan terakhirku dengan Bima yang hanya berisi mengenai pekerjaan tidak yang lain, Bima sendiri tidak berusaha untuk berbicara pribadi denganku jadi aku tidak akan memancingnya. Aku mencoba untuk memikirkan kerjaan dan menghilangkan pemikiran mengenai Rifat tapi disaat aku mencoba konsentrasi pada kerjaan dimana ada pesan masuk di ponselku dari nomer yang tidak dikenal. +6281134xxxx Apakah tawaran itu masih berlaku? jika ya kapan kita bisa bertemu? -Soni- Aku membaca pesan ini sekali lagi memastikan bahwa Soni mantan mertua Tania, dengan sisa keberanian aku membalas pesan tersebut Via Soni siapa ya? apa kita pernah janjian? +6281134xxxx Ya kita bertemu di cafe kemarin dan jangan bilang jika kamu lupa Aku tersenyum membacanya berarti dia memang tergoda denganku Via Datanglah nanti malam jam 8 dan siapkan tenaga serta alibi pada keluargamu Aku yakin jika mantan mertua Tania mudah ditaklukan, tapi apakah ini yang aku inginkan karena tanpa kabar dari Bima. Dengan segera aku menyelesaikan pekerjaan setelahnya aku menyerahkan pada Lila dan langsung pulang cepat, aku tidak peduli dengan tanda tanya Lila terhadap sikapku dan aku tidak memberikan waktu untuknya bertanya mengenai apa yang ada dalam pikirannya. "Sore, bu" sapa Rifat "Sore" sapaku kembali mencoba profesional "mau pulang?" Rifat menggelengkan kepala "mau bertemu dengan klien" aku mengangguk "besok kita berangkat bersama ya, bu?" aku mengangguk "bertemu di kantor atau bagaimana?" "Nanti aku hubungi" jawabku "masukkan nomermu" sambil menyerahkan ponsel kepada Rifat Rifat dengan segera mengetikkan nomernya dan aku langsung memberikan nama pada nomer Rifat, sampai di lobi kami berpisah dan betapa terkejutnya aku jika Bima datang bersama papa dari pintu lobi. Mereka tampak berbicara dengan serius yang aku yakini mengenai perusahaan karena tampak sekali dari raut wajah papa yang tidak biasa. "Via mau pulang?" tanya papa yang menyadari keberadaanku dan aku menganggukkan kepala "sepertinya ada yang ingin kalian bicarakan saya tunggu di atas" papa memeluk dan menciumku sekilas. Aku menatap Bima dengan penuh rasa rindu tapi tatapan Bima seolah biasa saja, Bima mengajakku duduk di lobi yang sepi dari karyawan karena masih jam kerja jadi tidak ada yang dengan seenaknya keluar dari ruangan seperti aku. "Apa yang ingin kamu lakukan pada Soni?" tanya Bima langsung membuatku melotot "aku tahu semua yang kamu pikirkan dan lakukan jangan melakukan hal-hal yang akan membuatmu celaka" "Bukan urusanmu" ucapku langsung “dan kamu memata-mataiku? memangnya hubungan kita apa?” tanyaku sambil menatapnya tajam “hubungan kita hanya saling memuaskan, bukan begitu?” Wajah Bima memerah dan menatapku dengan menahan emosi "selama demi kebaikan keluarga Wijaya akan menjadi urusanku dan terutama kamu" ucap Bima tak terbantahkan "temui aku di apartemen jangan melarikan diri karena aku tahu apa yang sudah kamu rencanakan" “Aku tidak akan kesana” ucapku sebelum Bima melangkah membuat Bima menatapku tajam “aku tidak akan ke apartemen malam ini” aku balik menatap dengan emosi. “Kamu akan menyesalinya jika tetap memilih bertemu pria tua itu” Bima mengucapkan dengan tekanan “jangan pernah membantahku apapun itu bentuknya” Bima meninggalkanku di lobi seketika aku lemas mendengar perkataannya, aku menatap sekeliling yang masih sepi tapi beberapa saat lagi jam pulang dengan segera aku menuju parkiran untuk pulang dan aku memutuskan ke apartemen tempat Bima karena aku tahu jika tetap bertemu dengan Soni pasti akan terjadi sesuatu yang bakal lebih parah dari ini, selama perjalanan aku hanya memikirkan apa yang akan dilakukan Bima atas sikapku barusan dan keberanianku mendekati Soni
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN