Aku menunggu Bima dengan cemas karena aku telah melakukan kesalahan dan aku yakin jika Bima akan menghukumku atas apa yang aku lakukan. Tidak lama pintu apartemen terbuka menampilkan Bima yang masih rapi dengan pakaian kerjanya tidak tampak kelelahan dan juga bungkusan makanan. Bima selalu membawa makanan untuk kami berdua jika bertemu di apartemen ini karena memang disini tidak ada bahan makanan, selain itu juga mengisi tenaga agar kuat dalam melampiaskan nafsu kami berdua.
Aku menyiapkan makanan dan Bima lebih memilih masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri, disini kami sudah ada pakaian dan menggunakan jasa bersih apartemen yang membersihkan setiap hari karena Bima tidak terlalu suka jika ada debu atau kotoran sedikitpun di dekatnya, jasa kebersihan juga membawakan pakaian kami ke laundry dan meletakkan kembali ke tempat semula. Bima benar-benar memanjakan aku selama tinggal di apartemen dan itu yang membuatku betah tinggal disini walaupun tanpa Bima.
"Kamu tahu apa yang kamu lakukan?" tanya Bima langsung sebelum duduk di meja makan menatapku tajam "kamu tahu berhubungan dengan siapa?" sekali lagi aku hanya diam dan menunduk "b******n itu bisa menjual anaknya sendiri dan gak menutup kemungkinan kamu juga, ditambah kita menolak kerjasama dengan mereka" Bima menatapku tajam "jangan sampai terjadi sesuatu pada papamu hanya karena ulahmu yang bodoh ini"
"Habis kamu tidak menghubungiku" ucapku pelan dengan nada merajuk tanpa berani menatap Bima.
"Hubungan kita hanya atasan bawahan dan kita sudah sepakat tidak ada pembahasan mengenai kita selama di kantor" ucap Bima langsung "bukankah ini keinginanmu menjadi jalang untukku" Bima menatap dengan licik namun aku hanya diam tidak membalas perkataannya.
"Apa aku tidak ada artinya bagimu?" tanyaku menatap Bima “dan jika aku jalang berarti aku bisa hubungan dengan banyak pria termasuk Soni” aku menatap Bima tajam.
Bima tersenyum sinis "sangat berarti jika kita berada di ranjang untuk saling memuaskan" aku menunduk "namun Bima menarik daguku “ini kesepakatan kita jika kamu lupa" menatapku lembut “jangan sekali-kali kamu berhubungan dengan b******n itu apapun alasanmu hanya aku yang boleh menentukan siapa yang bisa menyentuhmu”
Aku melepaskan tangan Bima dari daguku membuatku menatapnya dengan emosi “jadi Rifat adalah akal-akalanmu?” aku menyipitkan mata menatapnya “bagus sekali mencari umpan lalu kamu yakin Rifat akan terjebak? atau kamu ingin aku menggodanya seperti dulu aku menggodamu?” tantangku “jika memang ya maka aku akan lakukan dan memang aku jalang seperti apa yang kamu ucapkan”
Bima mengangkat daguku dan mencium bibirku sangat lembut lalu mengangkatku yang aku yakini sebagai tempat hukuman ketika aku melawan dirinya, diletakkannya aku dikursi kayu masih dengan posisi berciuman. Bima menatapku dengan nafsu dan ketika aku menatap sekeliling membuatku takut namun tidak sabar atas apa yang akan dilakukan.
"Lepas semua pakaianmu" ucap Bima dengan suara serak “hanya aku yang boleh menyiksamu bukan pria lain apalagi b******n itu dan jangan sekali-kali kamu melakukan lagi” aku menunduk “lepas sekarang atau aku semakin kasar”
Aku segera melepaskan pakaianku begitu juga dengan Bima hingga kami sama-sama telanjang. Bima mendekatiku dengan menggendongku diletakkan di dinding kayu bertanda X diborgolnya tangan dan kakiku membuatku tidak bisa bergerak, perlakuan ini bukan sekali yang kami lakukan tapi sudah beberapa kali dan itu dilakukan jika aku melakukan kesalahan. Bima mengambil dildo namun sebelumnya Bima menunduk untuk menjilat v****a dan memasukkan jarinya kedalam sedangkan aku hanya bisa mendesah atas apa yang dilakukan Bima yang masih lembut dan aku harus siap dengan perlakuan kasarnya.
"Akhhhh" teriakku ketika Bima memasukkan dildo ke dalam v****a menatapku dengan wajah menahan nafsu.
Diciumnya bibirku sekilas dan dapat kurasakan dildo itu sudah bergerak, Bima melangkah ke kursi dan duduk tidak jauh dariku sambil memainkan penisnya yang telah tegak dan menatapku yang mengerang atas apa yang dilakukan dildo ini. Aku mendesah dan bergerak dengan tidak menentu, dalam pandanganku melihat Bima berdiri mengambil peralatan lain membuatku sedikit ketakutan dan bisa aku bayangkan apa yang terjadi nantinya. Bima membuka mulutku dengan segera memasang benda tersebut dan sekarang mulutku terbuka dengan bola berada di antaranya, Bima mencium pipiku setelah memasangnya lalu kembali menatapku dengan memainkan penisnya dan meremas kedua payudaraku menikmati wajahku yang tersiksa.
"Ehmmm" erangku tertahan karena gerakan dildo semakin cepat
Air mataku menetes karena tidak dapat mendesah dengan maksimal, aku bergerak kanan kiri membuat kerja dildo semakin terasa dan aku ingin mencapai o*****e tapi tidak kunjung datang, menatap p***s Bima membuatku ingin menyentuhnya dan memasukkan ke dalam v****a saat ini tapi Bima semakin mempermainkanku dengan gerakan perlahan baik pada dildo maupun kocokan pada tangannya di p***s.
"Ehmmmm ommm" desahku yang tertahan
Bima hanya menatap dalam diam dan semakin mempercepat gerakan dildo tidak lama aku merasakan akan segera o*****e, badanku melengking keatas diikuti dengan kepala. Dapat kurasakan cairan keluar dari v****a di sela-sela dildo. Bima melepaskan alat yang ada di mulut dan menciumku lembut diikuti tarikan perlahan pada dildo
"Ahhhhh" desahku ketika dildo keluar dan terasa lega, aku menatap wajah Bima yang tampak puas dengan apa yang terjadi baru saja.
Penderitaan berlangsung kembali dimana Bima memasukkan mainan lain ke dalam v****a membuatku terkejut namun Bima seakan tidak peduli atas apa yang aku alami. Bima menatapku sedikit menjauh tanpa memainkan penisnya dan itu membuatku semangat dan malu secara bersamaan, tidak lama kemudian Bima mengeluarkan mainan tersebut tapi langsung memasukkan penisnya sebagai ganti dari mainan tanpa memberikanku istirahat membuatku menatapnya tajam tapi sekali lagi Bima tidak peduli atas apa yang dilakukan dan, perbedaan dildo dan asli membuatku semangat. Aku mengikuti gerakan p***s Bima yang semakin dalam masuk hingga ke rahim. Bima menusuknya tanpa jeda dan ampun membuatku tidak kuat mencapai o*****e berikutnya dan benar saja tidak lama aku mengalami o*****e selanjutnya. Bima menatapku dengan puas dan menunjukkan kepemilikan atas diriku di seluruh tubuhku. Secara perlahan dilepasnya ikatan setelah penisnya keluar dari v****a lalu menggendongku menuju kamar. Aku sudah tidak kuat lagi menghadapi permainan Bima karena aku yakin akan ada permainan yang lain dimana akan semakin menyiksaku, Bima tidak peduli atas apa yang dilakukan kepadaku semakin aku terlihat tersiksa semakin Bima menyukainya.
“Kamu memang selalu bisa mewujudkan fantasiku” bisik Bima
“Akhhh” teriakku ketika sekali lagi Bima memasukkan tanpa dugaan sama sekali.
Gerakannya yang cepat dan pelan bergantian membuatku tidak tahu harus melakukan apa selain mendesah dan menikmati setiap gesekan dari alat kelamin kembali. Bima menyukai menyiksaku selama kami melakukan hubungan seks ini walaupun tidak sampai berdarah. Kadang aku berpikir setiap pasangan memerlukan variasi dalam melakukan seks dan itu termasuk kami berdua.