“T-tidak kakak, kalau begitu Yuri akan keluar sekarang. Terima kasih sebelumnya,” jawab Yuri sembari tersenyum pada Riki kemudian berlalu keluar rumah makan agar ia tidak kembali dimarahi lagi nantinya.
Di perjalanan, Yuri benar-benar mencemaskan sesuatu. Ya, tentu saja ia mencemaskan nasibnya. Biasanya, setiap siang ia akan mendapatkan jatah makan. Namun mulai sekarang, sepertinya tidak lagi.
“Aku harus membeli makan pakai apa? Jika aku memakai uang tabunganku, aku tidak akan bisa membeli kanvas dan kuas nantinya,” gumam Yuri dengan sangat gelisah.
***
Saat ini, Yuri tengah berada di rumah. Ya, dia tidak melakukan apa-apa selain berbaring di atas futon miliknya. Tentu, Yuri belum makan saat ini. Ia juga memutuskan untuk tidak makan dulu sampai gajian nanti. Ya meskipun tidak seberapa, namun sekiranya cukup untuk Yuri belikan sebungkus nasi setiap harinya.
“Ah, Yuri kok merasa bosan ya? Biasanya saat ini Yuri seharusnya sedang mencuci piring di rumah makan. Dah sekarang, Yuri hanya diam seperti ini di rumah,” ujar Yuri sembari menatap langit yang tampak terang benderang melalui jendela.
“Oh iya, lebih baik sekarang Yuri melukis saja. Bukankah saat itu Yuri belum menyelesaikan arsiran pada gambar Yuri?” tanyanya pada diri sendiri kemudian mulai mencari sketchbook usang miliknya itu.
Namun saat hendak mencari, Yuri langsung teringat akan sketchbooknya yang ia pegang sewaktu kecelakaan waktu itu.
“Ah?! Yuri melupakannya! Yuri melupakan sketchbook Yuri. Tidak ada, sketchbook itu sudah hilang sebelum Yuri masuk rumah sakit waktu itu. Apa mungkin terjatuh saat Yuri hendak menolong bibi?”
“L-lebih baik Yuri cari di tempat yang kemarin sekarang juga. Yuri tidak ingin jika sketchbook itu hilang. Yuri tidak sanggup jika harus melupakan semua kenangan Yuri bersama dengan Okaasan dan Otousan,” ujar Yuri yang bergegas bangkit dan langsung keluar rumah guna menuju lokasi dimana ia menolong mama sean kala itu.
***
“Yuri rasa benar di sini. Yuri sangat mengingat toko kue ini,” gumam Yuri yang kini tengah berdiri tepat di depan toko kue tersebut.
“Yuri menolong bibi di sini, otomatis seharusnya sketchbook itu jatuh di sekitar sini.”
“Akan tetapi, sedaritadi Yuri cari tidak kunjung ketemu. Sebenarnya, dimana ya sketchbook Yuri terjatuh?” tanya Yuri dengan raut wajahnya yang benar-benar terlihat sangat khawatir saat ini.
Brukk…!
Bahu Yuri yang mungil tertabrak oleh sosok lelaki tegap yang kini tengah mengambil barang-barangnya yang terjatuh. Sontak, Yuri pun langsung membantu dan mengucapkan permintaan maaf.
“Maaf kak, Yuri tidak melihat tadi. Karena Yuri barang-barang kakak jadi berantakan seperti ini,” ujar Yuri meminta maaf sembari menggigit bibir bawahnya sendiri takut.
“Tidak apa kok, memang aku yang sedang tidak fokus sehingga menabrak bahumu. Di sini aku yang salah, maka dari itu seharusnya aku yang meminta maaf. Nah Yuri, aku minta maaf ya,” balas Orang tersebut dengan sangat ramah sembari membenarkan kacamata yang bertengger di hidung bangirnya.
“Loh, kok kakak yang minta maaf? Ngomong-ngomong mengapa kakak tahu nama Yuri?” tanya Yuri dengan dahi mengernyit yang membuat lelaki tersebut terkekeh saat mendengarnya.
“Apa kamu melupakan? Tadi kamu sendiri yang menyebut namamu,” jawab lelaki itu yang membuat Yuri menggaruk kepalanya yang tidak sedang gatal.
“Ah begitu ya? Maaf kakak, Yuri memang pelupa,” balas Yuri dengan cengiran kecil miliknya.
Drtt…
Ponsel lelaki itu bergetar yang sontak membuatnya tersenyum canggung.
“Maaf Yuri, aku harus pergi sekarang. Sampai bertemu lagi di lain kesempatan,” ujar orang itu yang kemudian dengan terburu-buru pergi meninggalkan Yuri yang masih berdiri di tempat semula.
“Hm, padahal Yuri belum mengetahui nama kakak itu,” gumam Yuri sembari menghela nafas panjang.
Setelahnya, Yuri pun lanjut mencari sketchbooknya yang hilang. Sungguh, Yuri benar-benar tidak ingin kehilangan sketchbook tersebut. Karena, semua kenangan keluarganya tergambar apik di dalam sana.
***
Hari sudah semakin sore, namun Yuri masih belum menemukan sketchbook miliknya itu. Kini pemuda mungil itu tengah duduk beristirahat di salah satu kursi panjang yang tersedia. Dirinya begitu lelah berkeliling dan mencari dengan sangat detail sketchbook miliknya itu.
“Sudah sore, Yuri sudah harus bersiap-siap untuk berangkat ke restoran. Yuri tidak mau jika nanti Yuri akan kembali dipecat karena Yuri kemarin sudah tidak masuk tanpa memberi surat izin atau kabar lainnya.
Tanpa menunggu lebih lama lagi, Yuri pun lantas bergegas pulang ke rumah guna membersihkan diri sekaligus mengganti pakaiannya dengan yang lebih baik. Secara, dia bekerja di suatu restoran mewah. Otomatis Yuri harus berpenampilan baik bukan? ya, walaupun memang akan diberi seragam saat di sana.
Namun saat sudah dekat dengan arah rumah, Yuri melihat sosok anak kecil yang tengah berlari untuk menyebrang jalan. Yuri merasa déjà vu. Saat itu ia juga pernah mengalami hal seperti ini. Sama seperti kemarin, Yuri pun berusaha menyelamatkan anak kecil tersebut dari maut.
“Laras!” pekik sosok wanita paruh baya yang kini berdiri tak jauh dari Yuri.
Brukk…!
Tidak, tentu tidak terjadi kecelakaan seperti waktu itu. Ya, Yuri berhasil menyelamatkan anak itu tanpa harus mengorbankan diri sendiri untuk yang kedua kalinya.
“T-terima kasih banyak dik karena sudah menolong anak saya,” ujar wanita paruh baya itu sembari menggendong anaknya yang tengah memperhatikan Yuri sedaritadi.
“Tidak apa-apa ibu. Dan adik, tolong jika menyebrang jalan harus hati-hati ya….” Yuri berbicara pada anak kecil tersebut yang kini tengah mengerucutkan bibirnya.
“Baik kakak, terima kasih karena sudah menolong Laras,” ujar anak kecil itu pada Yuri berterima kasih.
“Iya sama-sama. Kalau begitu Yuri permisi dulu ya,” ujar Yuri yang kemudian hendak pulang ke rumahnya.
“Tunggu!” panggil ibu dari anak kecil itu pada Yuri.
“Iya?”
“Ini untukmu, sebagai rasa terima kasih karena sudah menyelamatkan anak saya,” jawab ibu tersebut sembari memberikan Yuri sebuah box kecil cantik yang berisi dessert.
“Ah? Tidak perlu kok, Yuri tidak ingin diberi imbalan atas apa yang telah Yuri lakukan,” balas Yuri yang merasa tidak enak.
“Justru jika kamu menolak, saya akan merasa bersalah,” ujar wanita tersebut yang membuat Yuri tergagap sendiri.
“B-baiklah kalau begitu, Yuri terima ini ya… terima kasih banyak,” Balas Yuri yang kemudian menyambut sodoran tersebut.
“Iya sama-sama.”
“Kalau begitu Yuri pergi sekarang ya, sekali lagi terima kasih,” ujar Yuri yang langsung bergegas pergi menuju rumahnya. Yuri tentu tidak ingin terlambat datang ke tempat ia bekerja.
***
Setelah sampai di rumah, Yuri langsung bergegas membersihkan diri di kamar mandi dan menaruh box berisi kue tersebut di atas meja kecil. Setelah selesai bersiap, barulah Yuri menghela nafas lega saat menyadari bahwa mungkin masih cukup banyak waktu yang tersisa untuknya.
“Sepertinya masih sekitar 40 menit lagi untuk berangkat. Apakah sempat jika Yuri memakan kue ini terlebih dahulu? Pasalnya, perut yuri sudah berbunyi saat ini. Entah, padahal Yuri tadi pagi sudah sarapan di rumah sakit,” gumam Yuri sembari menatap lekat box berwarna peach itu. Sungguh, Yuri benar-benar sanga tergiur saat ini.
~~ Bersambung ~~