Setelah sampai di rumah, Yuri langsung bergegas membersihkan diri di kamar mandi dan menaruh box berisi kue tersebut di atas meja kecil. Setelah selesai bersiap, barulah Yuri menghela nafas lega saat menyadari bahwa mungkin masih cukup banyak waktu yang tersisa untuknya.
“Sepertinya masih sekitar 40 menit lagi untuk berangkat. Apakah sempat jika Yuri memakan kue ini terlebih dahulu? Pasalnya, perut yuri sudah berbunyi saat ini. Entah, padahal Yuri tadi pagi sudah sarapan di rumah sakit,” gumam Yuri sembari menatap lekat box berwarna peach itu. Sungguh, Yuri benar-benar sangat tergiur saat ini.
“Ah tunggu, namun cuaca hari ini sedang tidak bagus, karena itu Yuri jadi ragu mengenai jam berapa saat ini. Apakah benar jika ini masih 40 menit lagi? Yuri takut telat.”
“Ah tapi daripada telat nantinya, lebih baik Yuri berangkat saja sekarang deh,” gumam Yuri yang kemudian langsung bangkit dari duduknya dan bergegas keluar rumah meninggalkan box kue tersebut yang masih berada di atas meja.
***
Setelah sampai, benar saja bahwa perkiraan Yuri salah. Bahkan, sekarang ia pun telat 5 menit untuk sampai di sana. Sungguh, Yuri benar-benar berharap ia dapat membeli sebuah jam dinding agar dapat mengetahui waktu dengan pasti.
“Aduh Yuri, kamu ini bagaimana… kemarin tidak masuk tanpa memberi surat izin, dan sekarang telat beberapa menit,” ujar salah satu orang yang bertanggung jawab mengurus absensi.
“Maafkan Yuri kak Rendy, Yuri tidak mempunyai jam di rumah. Karena itu, Yuri sering tidak tahu waktu. Terlebih lagi cuaca sering berubah-ubah yag membuat Yuri terkadang bingung untuk menebak,” balas Yuri dengan kepala tertunduk.
“Huh… yasudah tidak apa. Pulang nanti, kamu harus membeli jam ya agar tahu waktu. Ini akan saya maklumi dan tidak akan melaporkannya pada atasan,” ujar Rendy yang sontak membuat Yuri mendongak seketika.
“Kakak tidak memarahi Yuri?” tanya Yuri dengan matanya yang berkaca-kaca.
“Tentu saja tidak. Aku memaklumi, bagaimanapun juga kamu ini yang paling kecil dari semua pekerja. Namun tetap, aku tidak akan mentolerir lagi jika kamu mengulangnya,” jawab Rendy sembari memperingatkan Yuri untuk tidak mengulangi kesalahan tersebut lagi.
“Baik kakak, Yuri akan berusaha untuk tidak mengulanginya lagi,” balas Yuri dengan sangat yakin.
“Nah, kalau begitu sekarang lebih baik kamu lanjutkan saja pekerjaanmu. Ingat, lakukan sebaik mungkin dan jangan membuat kesalahan sedikitpun.”
“Baik kakak,” balas Yuri sembari menganggukkan kepalanya mengerti.
Setelahnya, Rendy pun berlalu pergi ke belakang untuk mengurus absensi lain. Sementara Yuri, kini ia memulai kegiatannya seperti biasa saat di tempat kerja.
***
Setelah jam pulang, Yuri langsung bergegas kembali ke rumahnya. Namun saat berada di perjalanan, tiba- tiba saja Yuri teringat akan sketchbook miliknya yang masih belum dapat ditemukan.
“Um… lebih baik Yuri mencarinya sekarang saja ya? Sudah malam, orang-orang pun sudah tidak banyak yang berlalu lalang. Karena itu, Yuri akan jadi lebih mudah mencarinya bukan?” tanya Yuri pada dirinya sendiri.
Setelah sampai di sana, seperti rencana Yuri pun bergegas mencari sketchbook miliknya yang hilang. Yuri, terus mencari di seluruh penjuru. Ia, benar-benar menyusuri dari arah ia berjalan sampai dengan lokasi kecelakaan waktu itu.
“Masih tidak ketemu… kira-kira dimana ya sketchbook Yuri terjatuh? Di tempat sampah pun tidak ada, apa mungkin seseorang mengambilnya? Namun, apakah ada manfaat dari itu? Sketchbook Yuri sudah hampir penuh. Terlebih lagi, benda itu juga sudah sangat usang dan berkerut,” gumam Yuri sembari terus berjalan yang kini mengarah ke arah pulang. ya, pemuda mungil itu memang memutuskan untuk pulang karena ia tidak ingin telat bangun saat esok hari. Ah, Yuri lagi-lagi melupakan. Ia, sudah 2 kali tidak memberi izin ataupun kabar pada pihak TK tempat ia mengajar seni lukis. Sungguh, Yuri benar-benar merutuki dirinya sendiri saat ini.
“Ah, Yuri benar-benar bodoh. Bisa-bisanya Yuri tidak memberikan kabar lagi untuk hari ini. Terlebih lagi, Yuri juga lupa untuk membeli jam dinding. Bagaimana jika besok Yuri kembali telat? Akankah Yuri sudah tidak meiliki harapan lain lagi untuk mendapatkan uang?” tanya Yuri dengan kepala tertunduk.
“Oh yaampun, Yuri juga melupakannya. Yuri belum memberi izin atau kabar pada café juga. Ah, dengan ini Yuri pasti benar-benar akan tamat bukan? Rasanya ingin putus asa, akan tetapi Yuri harus sadar bahwa Yuri masih harus tetap berjuang demi Okaasan dan Otousan.”
“Hey manis, dongakkan kepalamu,” titah seseorang yang sontak membuat Yuri kaget dan langsung menghentikan langkahnya.
“M-memangnya kenapa?” tanya Yuri membalas orang tersebut tanpa berniat untuk mendongakkan kepalanya.
“Loh, apakah itu membutuhkan alasan?” tanya balik orang itu pada Yuri dengan kekehan ringannya yang entah membuat tubuh Yuri mulai bergetar takut.
“Maaf, tapi tolong biarkan Yuri lewat. Yuri ingin pulang,” jawab Yuri memelas.
“Pulang? Ah, bisa ku antar, di mana ruamhmu? Mari tunjukkan.”
“T-tidak, Yuri bisa pulang sendiri kok. Permisi,” balas Yuri spontan yang kemudian bergegas menerobos orang itu.
“Hey sayang… kamu mau kabur kemana? Kamu kira kamu bisa pulang begitu saja ke rumah dan tidur dengan nyenyak? Tentu saja tidak. Terlebih dahulu, kita harus bermain bersama. Ayo, ikut aku.” Orang itu, kini menarik pergelangan tangan Yuri dengan sangat kasarnya ke arah suatu gang buntu yang sangat gelap.
“K-kamu mau apa?!” tanya Yuri dengan panic. Sungguh, Yuri juga takut akan gelap. Ia sedikit trauma dengan tempat-tempat sepi dan gelap seperti ini. Pasalnya, saat keluarganya dahulu hendak di bunuh oleh para pembunuh bayaran tersebut, mereka menyturuh Yuri untuk bersembunyi di salah satu tempat sampah besar di sana. Dan Yuri, juga dapat melihat dengan langsung bagaimana ayah dan ibunya di Tarik kasar oleh para pembunuh tersebut kembali ke rumah.
“Sshh… tenanglah sayang, jangan menimbulkan suara yang menggelegar. Orang-orang akan menganggapmu aneh nantinya,” jawab lelaki itu dengan seringai tipis yang terbit di suduh bibirnya.
“T-tapi kenapa? Kamu ingin membawa Yuri kemana?!” tanya Yuri dengan waspada sembari berusaha melepaskan cengkraman lelaki tersebut di pergelangan tangannya yang mungil.
“Diam saja. Nanti juga kamu akan mengetahuinya kok.” Yuri semakin dibuat merinding. Ia ingin sekali berteriak meminta tolong. Namun, Yuri masih sangat menyayangi nyawanya sendiri. Ia, dapat melihat jelas bahwa terdapat sebuah pisau di genggaman pria itu. Walaupun kecil, Yuri benar-benar mengetahui bahwa berda tersebut tentu akan dapat melukainya.
“Kumohon… lepaskan Yuri. Untuk apa kamu membawa Yuri ke—“
“Masuk sayang,” titah orang tersebut sembari membukakan pintu sebuah ruangan untuk Yuri. Dan mau tak mau, pada akhirnya Yuri pun masuk dengan paksaan pria tersebut ke dalam ruangan yang entah mengapa membuat Yuri sangat curiga.
“Tempat apa ini?” tanya Yuri dengan jantungnya yang bergemuruh kencang.
“Woah, sangat cantik.”
“Kau dapat darimana pria manis ini Hen?”
“Aku menemukannya di depan gang.”
“Ah, kita akan mendapat santapan lezat untuk malam ini.”
“Ya, sudah cukup lama tubuhku tidak melakukan gerakan yang panas,” ujar salah satu di antara para lelaki lainnya, menatap Yuri dengan penuh hasrat.
~~Bersambung~~