Bab 10. Sweet Lips

1039 Kata
“Sama,” ujar Sean final pada sang pelayan restoran. Tentu saja, pelayan tersebut pun tahu dan bergegas pergi ke belakang guna melaporkan pesanan.   “Maaf karena Yuri sudah membuat Nii-chan malu,” cicit Yuri dengan kepala tertunduk.   Sean mendecak sebal, kemudian ia mengangkat dagu Yuri agar mendongak menatapnya. Sontak, ia pun tersentak ketika melihat air mata Yuri yang sudah berlinangan.   “Kenapa?” tanya Sean dengan dahi mengernyit heran.   “M-maafkan Yuri… hikss… Yuri benar-benar telah membuat Nii-chan malu… hikss… sekali lagi Yuri minta maaf Nii-chan,” jawab Yuri dengan tangisnya yang mulai tersedu.   “Diam.” Ya, Sean memang tidak bisa berbicara banyak.   “Nii-chan marah pada Yuri ya? Hikss… padahal sejak tadi Yuri sudah banyak merepotkan… hikss… Nii-chan, dan sekarang Yuri malah harus membuat Nii-chan menanggung malu,” ujar Yuri yang masih terisak. Tangan mungilnya, ia telungkupkan guna menutupi seluruh wajahnya yang sudah sembab.   “Diam.”   “Ahh… Yuri benar-benar merasa—”   Cup…!   Sebuah kecupan singkat, mendarat mulus di atas bibir ranum nan mungil itu. Sean, mengecup bibir Yuri dengan cepat yang tentu mampu membuat sang empunya terbelalak seketika.   “Diam.” Tegas Sean pada Yuri yang kini tengah mematung akibat kecupan kilat yang didaratkan oleh Sean barusan.   “A-apa yang telah Nii-chan lakukan?” tanya Yuri dengan tatapannya yang masih tak dapat percaya.   “Membungkam,” jawab Sean asal yang sesungguhnya merupakan sebuah kebenaran.   “A-apa itu bibir Nii-chan?” tanya Yuri lagi sembari mengulum bibirnya sendiri dengan wajah memerah.   “Kenapa?” tanya Sean balik dengan dahi mengernyit.   “A-ah… tidak apa-apa Nii-chan,” jawab Yuri yang tentu saja berbohong.   Sean kembali acuh. Ia, tampak sibuk dengan ponselnya sendiri dengan raut wajah serius saat melihat layar tersebut. Sedangkan Yuri yang melihat pun mengerutkan dahi tak berani untuk bertanya.   Sepertinya Nii-chan sedang ada suatu masalah ya?—Tanya Yuri dalam hati pada dirinya sendiri.   Tak lama kemudian, pelayan restoran pun datang dengan sebuah nampan besar yang berisi pesanan yang Yuir dan Sean pesan tadi.   “Silahkan dinikmati tuan-tuan,” ujar pelayan tersebut dengan ramah setelah meletakkan semua pesanan di atas meja. Setelahnya, barulah ia kembali ke belakang guna melanjutkan tugas-tugasnya yang lain.   “Makan,” titah Sean pada Yuri yang sedaritadi hanya diam menatap menu makanan yang kini berada di hadapannya.   “A-ah, i-iya Nii-chan,” balas Yuri kikuk yang baru saja tersadar dari lamunannya.   “Um… apa tidak apa-apa jika Yuri memakannya Nii-chan?” tanya Yuri sebelum menyantap makan malamnya itu.   “Tidak.”   “Baiklah kalau begitu, terima kasih banyak Nii-chan,” ujar Yuri yang kemudian langsung menyantap menu tersebut dengan sangat lahap.   ***   Saat ini, keduanya tengah berada di dalam mobil. Mungkin, lebih tepatnya tengah berada di dalam perjalanan menuju arah rumah sakit. Namun di tengah perjalanan, Yuri membuka suara guna bertanya pada Sean mengenai sesuatu.   “Nii-chan, bolehkah Yuri meminta sesuatu?” tanya Yuri meminta izin pada Sean.   “Apa?”   “Apa Yuri boleh meminta yang tadi lagi?” tanya Yuri sembari memainkan ujung pakaiannya dengan gugup.   “Apa?”   “Bibir Nii-chan. Bolehkah Yuri memintanya lagi? Manis, Yuri ingin lagi,” jawab Yuri yang sontak membuat Sean menghentikan laju mobilnya secara mendadak. Beruntung, sedaritadi Sean memang melajukan mobilnya di tepi karena ia memang tidak ingin mengebut saat malam hari. Terlebih lagi, sang mama sudah memperingatinya tadi.   “Apa?!” kaget Sean dengan nada membentak yang membuat Yuri pun tersentak mendengarnya.   “M-maafkan Yuri Nii-chan. Tapi Yuri benar-benar sangan menginginkannya. Yuri tidak tahu, akan tetapi bibir Nii-chan terasa seperti permen kapas,” ujar Yuri sembari mengulus bibirnya sendiri tanpa memikirkan nasib Sean yang kini tengah memanas setelah mendengar kalimat yang Yuri lontarkan.   “….” Sean tak bersuara. Yang membuat Yuri benar-benar merasa bersalah dan tak enak hati.   “Um… t-tidak apa jika Nii-chan tidak bisa. Yuri hanya—“   Cup…!   Belum sempat Yuri melanjutkan kalimatnya, bibir Sean sudah lebih dulu mendarat sempurna di bibir sang empunya. Yuri, tentu saja terbelalak ketika mendapat kecupan ringan tersebut.   “Nii-chan…,” panggil Yuri lirih dengan d**a bergemuruh.   “Sudah.” Sean, menjauhkan kembali wajahnya setelah berkata.   “T-tapi… Yuri tidak bisa—“   “Bisa.”   “Nii-chan salah meletakkan bibir,” protes Yuri dengan kening berkerut menatap Sean menyalahkan.   “Sama saja.”   “Yuri tidak bisa merasakannya langsung.”   “Bisa.”   “Bukankah Yuri yang merasakan? Mengapa Nii-chan yang kukuh?”   “Tidak boleh?”   “Bukan begitu… akan tetapi—“   “Diam,” potong Sean yang benar-benar sudah dibuat pusing dengan semua perkataan yang Yuri lontarkan terhadapnya.   “Tapi Nii-chan, Yuri masih ingin berbicara,” ujar Yuri dengan keningnya yang berkerut.   “Kubilang diam!” bentak Sean tanpa sadar yang membuat Yuri sontak kaget dengan matanya yang terbelalak tak percaya.    “M-maafkan Yuri Nii-chan,” cicit Yuri pelan sembari mengalihkan pandangannya ke arah lain agar Sean tak dapat melihat manik matanya yang mulai berkaca-kaca. Yuri benar-benar menyesal, seharusnya ia tak perlu banyak bicara yang mengakibatkan sang 'kakak' menjadi marah padanya. Ah, dia merasa benar-benar buruk saat ini. Entah, namun hatinya begitu sakit setiap kali mendengar bentakan Sean. Namun tetap, Yuri dapat menerimanya penuh karena memang ini murni merupakan kesalahannya.   “….” Sean tidak menanggapi. Kini, pemuda dingin itu kembali menancapkan gas menuju arah rumah sakit. Sesekali, ia mendengar rintihan lirih dari Yuri yang menyebut namanya di sela isak tangis. Namun Sean memilih untuk tetap acuh tak ingin menanggapi Yuri terlebih dahulu.   ***   Setelah sampai di parkiran rumah sakit, Sean langsung memarkirkan mobil miliknya dan hendak turun guna masuk ke dalam rumah sakit. Namun saat Sean melepas seatbelt, ia melirik Yuri sejenak yang tengah terlelap dengan helaian rambut yang menutupi wajah manis itu.   “Yuri,” panggil Sean tanpa berniat untuk mengguncang bahu Yuri yang mungil.   “Bangun.” Kini, barulah Sean mengguncang bahu tersebut pelan. "Eunghh... Nii-chan...." Hanya melenguh, Yuri pun kembali tertidur setelah memanggil sang 'kakak' yang kini tengah berusaha membangunkan dirinya.   “Ck.” Sean mendecak kemudian tangannya terulur guna menyingkirkan helaian rambut panjang yang menutupi wajah Yuri. Sean sempat tersentak melihat mata bengkak dan wajah sembab Yuri yang terbilang cukup parah.   Sean merasa iba. Ia pun lantas mendekatkan diri ke wajah pemuda yang tengah tertidur lelap itu kemudian,   Cup…!! Cup…!!   Sean, dengan lembutnya mengecup kedua kelopak mata Yuri yang terlihat sangat sembab. Setelahnya, ia menatap lekat wajah cantik nan manis itu. Entah, namun Sean merasakan bahwa sudut bibirnya sedikit terangkat sehingga menampilkan sebuah senyuman tipis yang terhias di wajah dinginnya.   Sean, merupakan pemuda dingin yang sangat jarang tersenyum sejak dulu. terakhir ia senyum adalah saat dirinya masih menduduki kelas 2 SD. Dan kini, hanya karena sosok Yuri, senyum yang telah menghilang selama bertahun-tahun lamanya pun perlahan kembali.   “Ini gila,” gumamnya dengan raut wajahnya yang kembali datar, sedatar triplek. Setelahnya, Sean pun memutuskan untuk langsung keluar dari mobil miliknya dan kini menuju pintu dimana Yuri berada.   Sean, dengan gerakan perlahan mengangkat tubuh Yuri dan membawanya masuk ke dalam rumah sakit. Ia, berusaha sekeras mungkin agar Yuri tidak terbangun nantinya agar ia bisa kembali tenang. Bagaimana tidak? Sean saat ini memang belum sempat melihat serta mendengar semua ocehan Yuri saat terbangun nanti. Ya, mungkin lebih tepatnya Sean khawatir Yuri akan kembali meminta yang tidak-tidak pada dirinya nanti. ~~ Bersambung ~~
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN