Setelah menutup panggilan video dari Miranda itu, Roy segera menyambar jas kerjanya dan mengambil kunci mobil. Roy bergegas meninggalkan lagi perusahaannya dan segera menuju ke hotel di mana Miranda sedang menunggunya saat ini. Ia hanya tertarik pada informasi tentang rahasia Lisa yang ditawarkan oleh Miranda itu pada awalnya. Namun, siapa sangka otaknya terus saja memikirkan pemandangan tubuh Miranda yang dibalut pakaian seksi dan sangat transparan tadi. Pakaian itu sukses memperlihatkan bagian tubuh indah Miranda yang harusnya tersembunyi dengan rapi.
Pikiran Roy melayang pada tubuh itu dan sesuatu di bawah sana terasa semakin sesak berada pada tempatnya. Seolah memberontak minta segera dikeluarkan dari tempat yang cukup sempit itu. Roy tidak mengerti sama sekali kenapa si ‘akang’ itu bisa bangun, hanya karena memikirkan dan membayangkan posisi tubuh Miranda dalam panggilan video tadi. Ia sama sekali tak habis pikir, karena selama ini saat bersama Lisa ia tidak terlalu bersemangat seperti itu. apalagi semenjak Lisa semakin sibuk pada dunia bisnisnya dan sudah sangat jarang mereka melakukan hubungan intim.
Tidak sampai lima belas menit, Roy sudah berada di depan pintu kamar hotel yang ditunjukkan Miranda padanya di mana wanita itu berada dan sedang menunggunya dengan penuh harap.
Roy memencet bell dan tidak lama kemudian, pintu kamar itu terbuka. Miranda tampak berdiri di depan pintu dengan linger merah menyala dan sangat jelas menerawang ke bagian tubuh dalamnya. Dua gundukan kenyal yang sangat besar itu terlihat sangat menggoda karena tidak memakai bra. Sementara bagian intinya terbalut dengan sebuah g-string berwarna senada dengan linger yang ia kenakan. Roy menelan salivanya melihat pemandangan eskotic yang terpampang nyata di depannya.
Dengan jelas, Miranda seperti sedang menyuguhkan makanan lezat untuk kucing yang sedang kelaparan. Namun, tentu saja Roy masih bisa menggunakan akal sehatnya meski hanya setengah. Ia menatap Miranda yang tersenyum genit padanya dengan menggigit satu jari dengan sengaja. Lipstick merah cerah itu menambah kesan seksi dari sikap yang ditunjukkan Miranda pada Roy.
“Masuk lah, Roy. Aku sudah menunggumu sejak tadi,” ucap Miranda mempersilakan Roy untuk masuk dan menggeser tubuhnya ke dinding.
Roy masuk dengan langkah tegap dan tidak sekali pun menoleh ke belakang. Ia percaya bahwa tidak ada yang mengikutinya saat ini, apalagi Lisa yang sudah bisa dipastikan sedang sibuk dengan bisnisnya itu. Roy sebenarnya sudah mulai lelah dengan sikap Lisa yang tidak pernah mau diminta untuk istirahat sejenak karena itu bisa membantu tubuhnya agar bisa lebih siap untuk program hamil. Namun, rasa cinta Roy pada Lisa membuatnya memilih untuk mengabaikan semua masalah yang sebenarnya bisa menjadi pemicu retaknya hubungan mereka sebagai suami istri itu.
“Silakan duduk, Roy. Aku akan menuangkan anggur merah ini untukmu,” ucap Miranda dan segera menuang anggur pada gelas kecil, lalu menyodorkannya pada Roy.
“Jangan berbasa basi lagi, informasi apa yang kau punya tentang Lisa?” tanya Roy yang langsung pada inti permasalahannya.
“Sabar lah, Roy. Kenapa kau terburu-buru sekali?” tanya Miranda dan duduk di atas paha Roy.
“Aku tidak suka membuang-buang waktu,” balas Roy dan menenggak anggurnya untuk menutupi kegugupan yang sebenarnya sudah berhasil menguasi dirinya saat ini.
Tangan Miranda menjelajah wajah Roy dengan sangat lembut. Jari jemari yang lentik itu berjalan dengan penuh gairah hingga sampai ke batas bibir Roy yang basah usai menenggak anggur hingga tandas.
“Kau sangat pintar, Roy. Kalau gitu, ayo kita mulai sekarang,” ajak Miranda dan semakin menggesekkan pantatnya pada paha Roy.
“Apa maksudmu, Miranda?”
“Bukan kah sudah jelas yang aku katakan tadi? Aku akan memberitahu segalanya setelah kau mengizinkan aku memberikanmu kepuasan yang mungkin saja, tidak pernah lagi kau dapatkan dari Lisa.”
“Kau mengkhinati sahabatmu sendiri dengan mencoba merayuku, Miranda!”
“Aku tidak peduli lagi pada persahabatan itu, Roy. Lisa sendiri yang sudah membuatku seperti itu. Aku sangat kasian padamu, Roy. Tapi, rasanya aku tidak pantas untuk mengasihani lelaki sepertimu. Itu sebabnya aku melakukan semua ini.”
Tangan Miranda sudah berada di d**a bidang Roy yang masih terbungkus sebuah kemeja putih. Perlahan jari lentik itu membuka satu persatu kancing kemeja yang dikenakan oleh Roy, dan hal itu tidak mendapat perlawanan dari Roy.
Saat ini Roy duduk pada sebuah kursi sofa berwarna coklat dan mulai menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi. Miranda melihat bahwa sepertinya Roy sudah masuk dalam permainannya dan mulai menikmati sentuhan tangan yang ia berikan. Hingga tak terasa, kemeja itu sudah habis terbuka dan memperlihatkan tubuh kekar Roy. Dadanya yang bidang dan berulu membuat Miranda semakin sulit menahan gairahnya untuk berada dalam kukungan Roy, lelaki yang sudah lama ia dambakan itu.
Miranda menyentuh d**a Roy dan mulai menggeser sedikit duduknya, Miranda sedikit menurunkan wajahnya dan menghirup aroma napas Roy yang khas. Ia mencoba untuk menjangkau bibir Roy, tapi masih belum sampai. Tanpa disangka, sebelah tangan Roy mulai bekerja dengan meremas p****t Miranda yang sangat montok dan menggoda iman itu.
Roy memejamkan mata dan mulai menikmati setiap sentuhan yang diberikan oleh Miranda. “Ough … Miranda! Kau sungguh tidak akan menyesali semua ini nantinya?” tanya Roy di sela rasa nikmat yang menjalar di tubuhnya.
“Tentu saja tidak, Roy. Aku … bahkan akan selalu memintamu untuk menerima pelayanan dariku,” jawab Miranda di samping telinga Roy.
Setelah mendengar jawaban dari Miranda itu, Roy membuka matanya dengan nyalang. Menatap sejenak wajah Miranda yang sudah sangat menggairahkan di matanya. Tanpa pikir panjang lagi, Roy langsung membalikkan keadaan. Hingga tubuh Miranda yang tadinya duduk berpangku padanya, kini berada di bawah tubuhnya. Roy menghimpit tubuh Miranda di atas sofa itu dan mengukung tubuh wanita itu dengan kedua tangannya yang sangat kekar.
“Kalau begitu, aku tidak akan sungkan lagi. Kau yang sudah datang dan menawarkan dirimu padaku, Miranda. Mana mungkin seorang lelaki bisa menolak terlalu lama sajian lezat yang disuguhkan di depan matanya,” ungkap Roy dan langsung melahap bibir Miranda dengan sangat rakus. Seakan akan ia sudah lama tidak mendapatkan cumbuan dan lumatan dari bibir seorang wanita.
Miranda tidak menyia-nyiaka kesempatan yang datang padanya itu, karena memang sudah lama ia menunggu saat di mana Roy akan memasuki dirinya dengan penuh gairah yang tak tertahankan. Miranda membalas cumbuan dan lumatan yang diberikan oleh Roy dengan sangat bersemangat. Tidak lupa, kedua tangan Miranda bekerja membuka kancing dan resleting celana yang masih dikenakan oleh Roy dan Roy membantu Miranda dengan melorotkan celana itu hingga tercampak di lantai kamar hotel.
Tampak dengan nyata barang pusaka milik Roy yang sudah berdiri keras dan panjang. Sangat besar membuat Miranda menenggak saliva menahan rasa kagumnya.
“Kau takut? Apakah ini ukuran yang sangat besar untukmu?” tanya Roy yang sudah mulai menjelajahi tangannya di daerah perbukitan kembar yang kenyal dan besar itu.
“Aku tidak sabar merasakan bagaimana benda pusakamu itu mengobrak abrik bagian intimku, dan aku sudah tidak sabar untuk menjerit, mendesah kenikmatan karenamu, Sayang,” jawab Miranda dan langsung menangkap batang kemaluan Roy, lalu ia arahkan ke dalam mulutnya untuk ia berikan pemanasan dan juga agar benda itu menjadi licin. Sehingga tidak akan terasa sakit dan sulit saat memasuki keintimannya nanti.