Asalkan perawan

1661 Kata
CUP. Kecupan itu membuat Maya megerjap kaget. Apalagi ketika bibir paanas Allen menjilat permulaan bibirnya! Ingin sekali Maya tidur dan membuka kakinya, mempersilahkan pria itu untuk menusuknya dengan jantan. “Kamu indah, Maya. Kamu hebat, kamu itu…. Unik,” ucap Allen yang mana membuat Maya menatap dengan matanya yang bulat; terlihat begitu polos. Sedetik setelahnya, Allen langsung menatap dengan kaget. Dia sendiri ketakutan dan mengikis jarak diantara mereka. “Maaf, May. Mas gak bermaksud untuk… menyentuh kamu… tolong lupakan kejadian barusan,” ucap Allen bergegas berdiri dari duduknya. “Tolong lupakan apa yang barusan terjadi. Tolong maafin Mas,” ucapnya menatap sendu Maya yang hanya menatap kebingungan. Menyesal karena telah mengkhianati Mia, Allen bergegas melangkah pergi dari sana tanpa mengatakan apa apa lagi. Maya menatap kepergian Allen sambil menertawakan dirinya sendiri. dia melihat dengan jelas bagaimana Allen menyesali hal tersebut, pasti karena Mia. Membuatnya kesal dan seketika melemparkan vas bunga di meja sambil berteriak, “Anjiiiingg bangsaaaattt Miaaaa!” Karena Maya geram, dia marah pada keberadaan kakaknya. Maya tidak pernah mendapatkan kasih sayang dari orangtuanya. Dan bukankah sekarang waktu yang tepat untuk dirinya mendapatkan hal tersebut, memenangkan Allen setidaknya akan menutupi semuanya. Apalagi tidak lama kemudian, Maya mendapatkan pesan dari Allen. Mas Allen : May, Mas minta maaf atas apa yang terjadi sebelumnya. Tolong lupakan itu, Mas yang salah. Menertawakan dirinya sendiri, ingin sekali Maya merubah wajahnya menjadi Mia. Ddddrrtttt… Drrrrtttt.. Ponselnya berbunyi, dengan malas Maya mengangkatnya. “Hallo, kenapa?” “Eh, kok jawabnya gitu? Kamu lagi BT ya?” Melihat kembali nomor yang tertera, ternyata itu adalah Mia. “Maaf, Kak. Iya lagi bete ada banyak tugas. Kenapa?” “Jangan kecapean, May. Udah kakak peringatin loh kalau kerja sekarang itu bakal bikin kamu capek.” “Gak ada hubungannya kakak, kerja gak memperngaruhi apapun kok. Gimana? kenapa Kakak nelpon?” tanya Maya. “Kakak bakalan lama di luar pulau, dan Kakak yakin kalau Mas Allen bakal makan makanan gak sehat selama kakak di sini, dia juga pasti akan sering minum alcohol. Dia kesal karena kakak tinggal.” “Lalu hubungannya dengan Maya?” “Kamu kan pinter masak, jarak apartemen kalian juga deket,” ucap Mia di sana. Maya sih senang senang saja, tapi bagaimana dengan Allen? Pria itu bahkan langsung meminta maaf saat menciumnya, dan memberi jarak diantara mereka. “May, kamu gak ngilang kan?” “Enggak. Aku sih gak masalah. Tapi Mas Allen nya gimana? nyaman gak sama aku?” “Gampang ih, nanti Kakak yang ngomong sama dia. Kamu nanti ke sana aja ya, bikinin makan malem sama isi kulkas sama sayuran sehat ya. Jangan lupa isi terus container makanan biar dia tinggal angetin kalau udah malem.” “Kakak yang bilang sama dia.” “Oke, mulai nanti malem kamu masakin dia makanan ya? Gak keberatan kan?” “Nggak, Kak. Sekalian aku berangkat kerja juga.” “Oke, makasih sebelumnya kesayangan kakak. I love you.” Maya tertawa mendengarnya. “I love you too.” ***** Allen memijat pelipisnya saat mendengar apa yang diinginkan oleh Mia. Yang benar saja, sehari saja dia bersama Maya membuatnya hilang kendali. Apalagi ini hampir satu bulan. Meskipun mungkin Maya datang dan memasak di apartemen saat dirinya tidak ada. Tapi Allen tidak nyaman, apalagi setelah berciuman tadi. Rasa bibir Maya yang manis, membuat kepala Allen pening dibuatnya. “Makannya kamu cepat pulang, Biar Mas ada yang masakin.” “Kan Mas tau kalau aku aku lagi mencoba menyelamatkan perusahaan Papah aku.” “Gak usah nyelamatin perusahaan dengan cara itu, nikah sama Mas kan udah beres semuanya.” “Gak bisa segampang itu,” ucap Mia di sana, dia menghela napasnya dalam. “Aku mau pakai kehalianku sendiri Mas, membuktikan diri kalau aku bisa.” “Gak perlu membuktikan, cukup menikah dengan Mas aja orangtua kamu bangga dengan pilihan itu.” “Mas, aku gak mau bahas itu lagi ya.” “Maaf, Sayang,” ucap Allen, dia benar benar tidak ingin kehilangan Mia. “Oke, lakuin apa yang kamu mau.” “Mas Sayang, kan kamu tau kenapa aku kayak gini. Aku juga dalam prosess melupakan mantan kekasih aku, supaya aku seutuhnya buat kamu.” Allen hanya tersenyum. “Beresin kerjaannya, dan cepet pulang.” “Oke, aku bilang kok sama Maya buat datengnya diantara jam tiga atau jam empat sore biar gak ketemu sama kamu. Aku udah kasih pinnya.” Tidak ada pilihan yang bisa Allen ambil. “Oke, Mas paham.” Setelah panggilan tertutup, Allen menghela napasnya dalam. Dia tidak bisa lagi menghindari Maya. Meskipun rasa cintanya pada Mia begitu besar, tapi keberadaan Maya benar benar mengganggu. Diibaratkan dengan sebuah Mutiara biasa tapi belum pernah dilihat oleh Allen. Tampilannya lebih cantik Mia, tapi sesuatu yang biasa tapi tidak pernah dia lihat itu menjadi sesuatu yang menarik. “Lu kenapa?” tanya seseorang yang memasuki ruangan Allen. “Kenapa mukanyaa ditekuk?” “Gue gak ada jadwal buat ketemu sama lu,” ucap Allen menatap tajam sosok di depannya; Rendy, sang sahabat sekaligus partner bekerjanya. Rendy punya perusahaan yang lumayan besar dan memasok bahan bangunan untuk setiap pembangunan real estate yang dilakukan oleh Allen. “Gimana sama Mia?” Bahkan Rendy mengetahui segala cerita tentang Allen. “Dia ke luar pulau lagi, heran gue sama dia. Padahal tinggal nikah sama gue, perusahaannya beres kan?” “Gimana ceritanya lu bisa suka sama dia segitunya? Padahal mantan lu yang dulu juga gak kalah cantik sama Mia. Di luaran sana juga banyak yang lebih cantik dari Mia.” “Gak tau, kalau bisa milih gue juga gak mau sama Mia. Tapi dia punya pesona tersendiri, dia itu baik banget.” “Gue belum tau, kenapa?” tanya Rendy sambil mendudukan kursinya di sofa, dan mengangkat kakinya ke atas meja. Bersantai dengan laluasa. Dan Allen mulai menceritakan bagaimana dia pernah menyuruh orang untuk mengikuti Mia secara diam diam, ternyata Mia selalu menyempatkan diri menyisihkan uang untuk membantu anak anak yang kurang mampu. Yang membuat Allen jatuh cinta padanya hanya dalam waktu yang sangat singkat, Mia punya hati yang sangat tulus terlepas bagaimana ada banyak orang yang lebih darinya di luar sana. Allen juga menceritakan tentang adik dari Mia yang begitu mengganggunya akhir akhir ini, apalagi Allen secara tidak sengaja melihat tubuh telanjang Maya. Terlebih lagi, sosok itu sangat beda jauh dengan Mia yang perfeksionis, cantik, mandiri dan juga elegant. Maya adalah sosok yang rapuh, pendiam dan juga sangat polos. Bahkan saat ciuman terjadi, Maya hanya menatap dengan matanya yang bulat, dan itu membuat Rendy tertawa karenanya. “Adek kakak kok bisa jauh beda gitu ya?” “Gak paham gue, polos banget anaknya,” ucap Allen. “Tapi kalau polos kayak gitu, artinya dia pasti virgin. Lu belum pernah nusuk cewek virgin kan?” Allen terdiam sejenak. “Masih original. Emang lu gak tertarik sama adeknya aja? Daripada nunggu kakaknya lama banget.” “Gue lebih suka Mia.” “Oke, Maya buat gue ya. Mau sama yang perawan tingting biar asik. Mana polos modelan gitu.” “Gak usah macem macem sama dia,” ucap Allen memperingati, dengan memberikan tatapan tajamnya. ***** Jadwal kuliah Maya sekarang didominasi siang hari. Jadi sebelum ke kampus, dia selalu menyempatkan diri ke apartemen Naomi untuk menceritakan keluh kesahnya tentang perkembangan dalam menggoda. “Terusin, lu harus polos pokoknya. Jangan maen maen jadi cewek binal. Udah gitu aja.” “Gue capek polos mulu, maunya langsung nyulik dia terus gue tunggangin deh.” “Hahahaha.” Naomi tertawa seketika. Ternyata perempuan paling culun dan polos di kampusnya itu memiliki pemikiran yang sangat diluar perkiraan. “Nonton b*kep coba biar kalau nanti nyoblos ada referensi.” “Udah, tiap malem sepulang kerja gue nonton. Capek banget kalau harus kerja. Dari jam lima sore nyampe jam 10 malem.” “Resiko, buat dapet Allen.” “Gue mau keluar aja rasanya.” “Heh, nanti Kakak lu curiga,” ucap Naomi memperingati. Dia memberikan rokok yang tengah dia isap pada Maya yang duduk menatap keluar balkon. “Apaan nih?” tanya Maya kaget. “Nyobain gak? Jangan cupu lah jadi orang.” “Gue mau Cobain, tapi mau yang steril. Bukan bekas bibir lu.” Kembali tertawa, Naomi memberikan rokok baru. Bahkan dia membantu Maya untuk menyalakannya. Matanya tidak lepas dari Maya yang menghisap dan menikmatinya. “Gimana rasanya?” “Kayak makan asap anjir.” “Hahahahaha, enak kagak? Gue ada yang rasa strawberry.” TING TONG. Bel apartemen berbunyi, membuat Maya menoleh. “Siapa?” “Temen gue, mau gue kenalin sama lu. Biar lu ada referensi buat ngeladenin cowok.” Saat pintu terbuka, Maya melihat laki laki yang menjulang tinggi, wajah yang tampan dan dia Yakini kalau sosok itu seusia dengannya. “Kenalin, ini Dennis temen gue. Dan Denni, ini Maya temen gue,” ucap Naomi. “Dia ketua genk motor yang suka bikin kebingsingan di depan Gedung rektorat kan?” tanya Maya. Yang membuat tawa Naomi dan Dennis pecah seketika. “Lu terkenal uy.” Dennis mendekati Maya yang kembali focus memainkan ponsel sambil merokok. “Anjirlah, masih gak nyangka kalau dalemnya seorang anak cupu kayak gini.” “Lu kenal gue? Apa emang gue terkenal di kalangan lu semua nyampe punya julukan buat gue?” Dennis hanya tertawa dan melangkah melewati Maya, dia terfokus pada Naomi. Mendekap pinggang sosok itu dan mencium bibirnya. “Harus gue apain itu cewek?” “Ajarin biar gak cepu cepu amat.” “Dia emang gak cepu deh. Eh, masih virgin gak sih?” Naomi malah mengelus pipi sosok itu kemudian keduanya kembali berciuman. Maya yang melihatnya sengaja menyenggol kaleng kue. PRAANKKK! “Tau diri kalau mau berduaan kayak gitu.” Naomi kembali focus pada pria di depannya. “Jadi, gue butuh sudut pandang lu tentang cewek polos yang narik perhatian cowok. Si Maya ini punya cowok yang dia suka, tapi dia mau tetep keliatan polos dan imut.” “Asal lu virgin, pasti cowok dah mau sama lu. Senakal nakalnya cowok pasti maunya sama yang masih polos lah, yang masih original.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN