DUNIA MANUSIA BUAS

1612 Kata
013 DUNIA MANUSIA BUAS Tidak jauh di depan terlihat perbukitan raksasa gagah berdiri menjadi benteng alami untuk pemukiman di belakangnya. Beberapa pria muda dengan gagah bersiaga di puncak-puncak memperhatikan sekeliling. ''Mereka adalah para penjaga desa, '' ujar Halvir sambil menunjuk beberapa orang yang tampak berdiri di atas sebuah tebing, ''Di belakang mereka, ada desa tempatku tinggal.'' ''Desa?!'' pekik Anindira dengan mata berbinar, ''Ada banyak orang?'' ''Eum,'' jawab Halvir singkat sambil mengangguk. ''Kak, turunkan aku!'' pinta Anindira, sambil menepuk-nepuk bahu Halvir, ''Aku akan jalan sendiri...'' ''TIDAK!'' jawab Halvir tegas. ''Kak...'' rengek Anindira memanggil Halvir. ''Kau melakukan perjalanan jauh. Kau lelah, Aninidira!'' seru Halvir tegas, mengacuhkan Anindira yang merajuk, ''Akan kubawa kau memeriksakan diri dulu kepada Hans.'' Anindira hanya bisa bersungut, dengan dahi berkerut, dia menyerah tidak bisa membantah Halvir. Wajah bersungut Anindira tampak menggemaskan di mata Halvir yang merasa senang melihat wanitanya tetap sehat dan ceria meski kelelahan setelah perjalanan yang memakan waktu berbulan-bulan. ***** Beberapa saat kemudian mereka berdua telah memasuki gerbang desa. Para penjaga menyapa ramah dan penuh hormat pada Halvir. Mereka melihat ke arah Halvir lalu sesaat kemudian saling melirik di antara mereka sendiri. Mereka merasa penasaran tapi tidak ada yang mendekat atau bertanya untuk mencari tahu. Halvir membawa wanita bersamanya bukan hal baru di sini. Tapi yang membuat mereka bingung adalah sikap Anindira yang santai dan penuh senyum ceria. ''Anindira, berhenti tersenyum pada mereka!'' ''Ha?!'' pekik Anindira yang bingung dengan peringatan Halvir, ''Aku hanya membalas sapaan mereka...'' ''Mereka menyapaku bukan dirimu!'' ''Kalau begitu, aku yang menyapa mereka...'' ''Hentikan, kau kan membuat mereka salah paham!'' ''Hanya menyapa, apa yang bisa membuat salah paham?!'' Anindira terus menyahut ucapan-ucapan Halvir yang menyamarkan kecemburuannya dengan peringatan yang tulus agar Anindira berhati-hati karena kesalahpahaman untuk tindakan sepele Anindira, benar adanya. Meski, siapa yang akan berani, meski itu salah paham sekali pun, jika wali utamanya adalah Halvir yang seorang *Safir. ***** ''Apakah masih jauh?'' ''Apanya?'' ''Desanya...'' ''Kita sudah memasukinya sejak tadi.'' ''Hah! Lalu dimana orang-orangnya?'' ''Sebagian di rumah, sebagian pergi keluar melakukan tugasnya masing-masing.'' ''Sejak tadi aku belum melihat adanya rumah...'' ''Kita juga sudah melewati beberapa tadi...'' ''Hah, dimana?!'' sahut Anindira sambil tengak-tengok ke sana ke mari, ''Aku tidak melihatnya...'' ''Kau melihat kemana?'' tanya Halvir heran dengan arah pandangan mata Anindira, ''Di atas!'' ''Ha?!'' pekik Anindira sambil segera mendongak ke atas mencari-cari dengan serius sampai memicingkan mata. ''Akan sulit bagimu untuk melihatnya, kami mendirikan rumah jauh di ketinggian.'' ''Bagaimana pun aku melihat tidak kulihat ada bangunan, di pohon. Sebetulnya di ketinggian berapa meter kalian mendirikan rumah?!'' ''Tiga puluh meter paling rendah.'' ''Tiga puluh?! Seharusnya aku sudah bisa melihatnya...'' ''Bukan berati di setiap pohon yang kau lihat acda rumah di situ, Anindira. Pikirkan juga privasi kami!'' Lagi-lagi ada kata yang tidak di mengerti oleh Anindira. Terlihat jelas di ekspresi bertanya di wajahnya. Halvir tersengeh melihat ekspresi tidak mengerti sekaligus penasaran bercampur dengan rasa jengkel karena merasa Halvir mempermainkannya. ''Kita sampai di salah satu rumah,'' ujar Halvir berdiri di depan sebuah pohon raksasa. Ucapan Halvir membuat Anindira yang penasaran segera mendongak ke atas mencari-cari bangunan yang sejak tadi mengusik rasa ingin tahunya. ''HANS!'' panggil Havir sambil mendongak ke atas, ''Bisa aku naik?'' tanya Halvir meminta izin. ''Kak, apa bisa terdengar?'' tanya Anindira dengan wajah heran. Anindira merasa bingung, jaraknya sekitar lima puluh meter tapi memanggil dengan suara yang biasa saja. ''Eum,'' jawab Halvir mengangguk santai, ''Pendengaran kami tajam, tapi dia...'' ujar Halvir sambil membuat mimik seolah sedang menunjuk dengan matanya, ''Pendengarannya jauh di atas rata-rata.'' ''Kita naik, dia sudah menjawab...'' ujar Halvir memberitahu. ''Hans aku masuk...'' Halvir kembali meminta izin ketika sampai di depan pintu rumah. Anindira terpukau dengan rumah yang tampak kokoh terbuat dari papan kayu. Dia tahu jika ada salah satu suku di negaranya juga mendirikan rumah di atas ketinggian hingga puluhan meter. Tapi, kecuali melihat di media televisi, dia tidak pernah melihatnya secara langsung. Sekarang, dia malah memasuki salah satu bangunan yang berada di ketinggian lebih dari lima puluh meter. ''Ya,'' jawab si empunya rumah singkat mempersilahkan tamunya untuk masuk. Halvir menurunkan Anindira setelah mereka memasuki rumah. Tapi sebelumnya, sekali lagi Halvir meminta izin Hans agar Anindira bisa duduk di atas tempat tidur. Hans mengangguk menjawab Halvir, memberinya izin. ''Siapa?'' tanya Hans ramah. ''Anindira,'' jawab Halvir datar. ''Dari mana?'' tanya Hans lagi, ''Aku tidak pernah melihatnya.'' ''Aku menemukannya,'' jawab Halvir singkat. ''Hm,'' Hans mengangkat alisnya sambil tersenyum, ''Lagi-lagi kau menyelamatkan wanita?!'' ''Eum,'' jawab Halvir singkat dengan wajah acuh seperti biasa. ''Lagi?'' tanya Anindira di dalam hati. Ada sensasi tidak nyaman di hatinya tapi Anindira berusaha mengacuhkannya. Dia tidak sadar kalau yang mencubit hatinya barusan adalah perasaan cemburu. ''Di mana?'' tanya Hans sambil menghampiri Anindira untuk memeriksa keadaannya. ''Di HUTAN LARANGAN,'' Halvir menjawab dengan santai. Mata Hans melotot, segera saja dia melirik ke arah Halvir sambil menunjukkan ekspresi tidak percaya. ''Di perbatasan *HUTAN LARANGAN.'' Halvir memperjelas ucapannya menjawab pertanyaan dari ekspresi Hans. ''Halvir, kau tahu bagaimana bergurau sekarang?!'' Hans masih tidak bisa mempercayainya meski dia tahu kalau Halvir tidak berbohong tapi masih sulit baginya untuk menerimanya begitu saja. ''Kau yakin telingamu tidak sedang bermasalah?!'' Halvir membalas nyinyiran Hans dengan santai. ''Tapi... Hutan Larangan yang sangat berbahaya! Bahkan untuk para pria, bagaimana mungkin bisa ada wanita di sana?!'' ''Tapi aku menemukan Anindira di sana. Bukan di dalam, tapi di perbatasan... dia hampir saja memasukinya.'' ''Yang benar?!'' ''Eum,'' angguk Halvir datar. ***** HUTAN LARANGAN. Hutan yang hanya bisa dimasuki oleh mereka yang kuat. Paling rendah oleh kelas *Emerald, itu pun tidak jarang berakhir dengan kematian. Banyak pria tewas setelah memasukinya. Di dalamnya terdapat monster-monster buas yang entah bagaimana tidak pernah melewati perbatasan antara dunia 'hutan larangan' dan dunia ‘hutan biasa’ yang terpisah walau terlihat berdampingan. Para monster Hutan Larangan tidak bisa keluar dan memasuki Hutan Biasa. Tapi, para Manusia Buas dengan leluasa bisa memasukinya. Hanya saja, untuk keluar dan kembali ke Hutan Biasa itu adalah bagian tersulit saat mereka sudah memasuki Hutan Larangan. Para *Manusia Buas terdiri dari beberapa peringkat yang menunjukkan kekuatan mereka. Peringkat itu teridentifikasi dari warna bola matanya. Mereka yang lahir tanpa bakat alami/spesial memiliki warna bola mata beragam tapi tampilannya seperti bola mata manusia pada umumnya. Sedang mereka yang telah naik peringkat/pindah level akan memiliki mata yang berkilau indah seperti batu mulia yang telah di asah. Di mulai dari Tingkat paling rendah; *Emas bola mata berwarna keemasan *Berlian bola mata berwarna kristal bening *Emerald bola mata berwarna hijau *Amethyst bola mata berwarna ungu *Safir bola mata berwarna biru *Ruby bola mata berwarna merah Peringkat *Safir dikenal sebagai level tertinggi, walau ada Ruby. Tapi karena hampir tidak pernah terlihat selama beberapa abad, karenanya saat ini *Safir yang diakui di berbagai wilayah. Bukan hanya itu, kepekatan dari warna itu sendiri menunjukkan kestabilan kekuatan yang telah dicapai. Semakin pekat dan gelap warnanya, itu artinya mereka baru saja naik level. Sebaliknya, semakin terang dan jernih warna bola matanya artinya kekuatannya sudah semakin stabil dan bersiap untuk bisa memasuki level selanjutnya. Kecuali untuk peringkat *Safir. Kebanyakan para Manusia Buas, rata-rata hanya bisa sampai di peringkat *Emerald. Mereka yang sudah memasuki peringkat *Emerald akan sangat sulit untuk bisa naik ke level berikutnya. Ada cara lain yang biasa digunakan, itu adalah HUTAN LARANGAN. Tapi, itu sangat berbahaya, selain karena lompatan perpindahan naik level yang mendadak akan sangat berbahaya, jika mereka tidak segera menerima perawatan yang benar. Monster-monster yang ada di sana juga adalah satu dari banyak risiko dan konsekuensi dari perpindahan level. Monster di HUTAN LARANGAN sangat berbahaya. Mereka kuat, cepat, ganas, dan besar. Mereka yang memasuki HUTAN LARANGAN berarti siap mati. Entah di makan MONSTER HUTAN LARANGAN atau mengalahkan mereka. Tapi, saat tiba waktunya, mereka HARUS SIAP menghadapi konsekuensi lompatan naik level SENDIRIAN. Tanpa perawatan dan bantuan. Karena semua hal itu, makanya, dikatakan mereka yang telah berhasil kembali dari HUTAN LARANGAN adalah TERBAIK DARI YANG TERBAIK. Walau begitu, belum tentu mereka bisa segera naik level di HUTAN LARANGAN, karena hanya sangat sedikit dari mereka yang bisa selamat dari HUTAN LARANGAN bisa segera masuk ke peringkat selanjutnya. HUTAN LARANGAN bukan hanya untuk menaikkan peringkat saja, tapi mereka juga butuh HUTAN LARANGAN untuk bisa bertahan hidup di DUNIA MANUSIA BUAS yang sangat keras dan ganas. Ada juga keuntungan lain dari memasuki Hutan Larangan dan menaklukan monster. Yaitu, jantung monster yang dikalahkan akan ter-eliksir menjadi sebuah *Amber. Yang paling umum adalah *Amber emas. *Amber kecil yang bisa digunakan untuk menambah energi. *Amber yang rata-rata berwarna kuning keemasan. Semakin tajam dan semakin terang warnanya, maka semakin unggul kualitasnya begitu juga semakin tinggi level monster yang berhasil ditaklukan semakin bagus kualitas *Ambernya. Yang kedua adalah, *Amber hijau, *Amber yang sangat langka, amber itu digunakan untuk mempertahankan regenerasi usia yang bisa bertahan sampai tiga puluh tahun sekali kita memakannya. Tapi setelah waktu tiga puluh tahun tercapai, harus ada jeda minimal tiga tahun sampai kita memakan *Amber hijau berikutnya. Dan yang terakhir, yang ketiga adalah, *Amber merah, *amber yang bisa digunakan untuk menetralisir segala jenis racun. Baik *Amber hijau atau pun *Amber merah, kedua jenis Amber itu hanya dimiliki oleh Monster berlevel tertinggi yang tentunya sangat sulit untuk bisa mendapatkannya. Halvir adalah seorang *Safir. Peringkat yang langka karena sulit di capai. Di Desa Hutan Biru, hanya Halvir yang berperingkat *Safir. Ada enam Tetua pemimpin Klan, salah seorang di antaranya berasal dari Klan yang sama seperti Halvir, Klan Jaguar. Di desa, hanya ada Tujuh orang yang mencapai peringkat *Amethyst. Satu peringkat di bawah *Safir. Mereka adalah enam tetua pemimpin Klan dan satu orang lagi rekan berpasangan salah satu tetua pemimpin klan. Satu *Safir dan tujuh *Amethyst, mereka berdelapan sangat dihormati. Bukan hanya karena kekuatan mereka, tapi juga kebijaksanaannya. Halvir lebih kuat dari para tetua, meski begitu dia menghormati kepemimpinan para tetua. Tapi dia tidak tunduk pada mereka. *** ### Info, rumah-rumah di Desa Hutan Biru terinspirasi dari rumah SUKU KOROWAI di PAPUA.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN