"Terima kasih udah nganterin gue pulang," kata Shasa seraya melepas sabuk pengaman yang dikenakannya.
Cowok itu mengangguk.
"Besok mau berangkat bareng nggak? Gue jemput," tawar si pengemudi.
Shasa tersenyum. "Enggak usah, besok gue bawa mobil sendiri," tolak Shasa halus.
Si pengemudi yang tak lain adalah Jerry, tersenyum tipis mendapati penolakan Shasa.
"Sha?"
"Ya, kenapa?" tanya Shasa yang sudah akan membuka pintu mobil.
"Itu... eum... tar malam gue boleh telfon lo nggak?” Jerry masih berusaha mengingat pembicaraan dengan Satria semalam, bahwa temannya itu tidak menyukai Shasa. Jerry akan maju kalau begitu.
Lagi-lagi gadis itu tersenyum. "Maaf banget ya Jer, kayaknya gue pengen cepat-cepat istirahat malam ini. Capek banget.”
"Oh, ya udah deh. Tapi tar kapan-kapan gue boleh telepon?”
"Lihat nanti-nanti aja, ya?”
Shasa segera turun dari mobil Jerry. Dia tahu kalau cowok itu menyukainya karena mendengar percakapan dua orang itu semalam, jadi dia berusaha untuk menolaknya secara halus. Dia tidak mau menebar harapan yang akan membuat cowok itu salah paham nantinya. Cukup sekali ini dia diantarkan pulang oleh Jerry. Sebetulnya tadi Shasa merasa enggan, namun dia takut kelamaan menunggu taxi online di tempat yang tidak begitu dikenalnya. Makanya dia menerima ajakan cowok itu untuk pulang bersama.
Shasa mengernyit ketika melihat sebuah mobil di dekat rumahnya. Kayak pernah lihat mobilnya.
Begitu Shasa memasuki rumahnya, dia melihat kehadiran orang lain di rumahnya.
"Guntur?"
"Hai, Sha!" sapa cowok itu sumringah.
"Guntur, om tinggal dulu, ya? Itu Shasanya udah pulang," ujar Herman, papanya Shasa bangkit beranjak dari sana.
"Ada apaan ke sini?" tanya Shasa to the point, tapi berusaha untuk tidak terlihat jutek.
"Dari hari Jum’at sampai tadi pagi gue hubungin lo, tapi nggak bisa. Gue— “
"Ada perlu apa?" potong Shasa.
"Rencananya gue mau ajakin lo jalan hari Sabtu kemarin. Eh, taunya dari hari jum'at lo gak bisa dihubungin. Ya udah gue ke sini, mau ajakin lo secara langsung hari ini."
"Lagi di pulau, susah sinyal di sana."
"Iya sih, tadi bokap lo udah cerita kalau lo ke pulau. Emang susah sinyal di sana, jaringan yang bisa digunakan di setiap pulau biasanya beda-beda juga."
"Iya. Lo udah dari tadi?"
"Belum lama, baru 1 jam-an," jawab Guntur sambil melirik jam tangannya.
"Tur, sorry banget. Gue capek, mau istirahat."
"Ya udah, lo istirahat ya. Gue juga mau balik."
Shasa lega, setidaknya cowok satu ini cepat pekanya, dia diusir secara tidak langsung. Shasa sangat lelah, ingin beristirahat. Belum lagi moodnya yang dari semalam tidak kunjung membaik.
"Sabtu depan free nggak? Jalan yuk, Sha!" ajak Guntur yang belum menyerah. Minggu ini boleh gagal karena Shasa pergi acara kampus, buat selanjutnya dia mencoba berusaha kembali. Cewek mana yang bisa nolak cowok kayak gue?
"Yah, weekend depan gue ada janji ke Bandung sama sahabat gue," jawab Shasa asal. Padahal dia belum ada janji dengan siapa pun.
Raut wajah Guntur langsung berubah.
"Nggak apa-apa, kalau ada waktu entar kabarin gue aja.”
Shasa hanya menjawab dengan sebuah deheman. Gue nggak ada waktu buat jalan sama elo atau cowok manapun!
***
Pagi ini mobil yang dikendarai Shasa tiba-tiba mogok. Padahal jarak ke kampusnya hanya tinggal 10 menit lagi menggunakan mobil. Mana mata kuliah pagi ini dosennya killer, bisa-bisa dia tidak diizinkan masuk kalau telat. Dosen cewek memang lebih sadis terhadap sesama cewek juga.
Shasa melirik jam tangannya, tinggal 15 menit lagi mata kuliah pertamanya dimulai. Dari tadi dia sudah berusaha untuk menghubungi montir langganannya, tapi tidak diangkat. Apa gue tinggalin di sini mobil gue? Eh tapi, kalau ada apa-apa gimana?
Diambang kepasrahan, Shasa mendongakkan kepalanya ketika sebuah motor ducati merah berhenti di dekatnya. Pengendara motor itu membuka kaca helmnya.
"Naik!" titah si pengendara motor.
Shasa melengos, jujur dia masih kesal kepada cowok itu.
"Mau naik nggak? Gue tinggal nih!"
Menyebalkan sekali cowok di dekatnya ini. Shasa gengsi, namun dia takut ketelatan.
Shasa mengerucutkan bibirnya. Dia tampak menggemaskan sekali.
"Mobil gue gimana?"
Satria yang merupakan pengendara motor itu berdecak. Dia mengeluarkan ponselnya dan menghubungi seseorang.
"Bentar lagi mobil lo dibawain ke bengkel langganan gue!"
"Bener?”
”Nggak percayaan amat. Inget waktu di gunung nggak?”
”Hmmm.”
“Ya udah, buruan naik!" seru Satria lagi, tidak sabaran.
"Nggak ada helm lagi?" tanya Shasa ketika sudah duduk di boncengannya.
"Nggak ada."
"Emangnya nggak apa-apa? Entar ada polisi gimana?”
"Bawel lo!" Satria langsung menancap gas motornya. Shasa reflek melingkari tangannya ke perut cowok itu. Andai Shasa tahu, cowok itu tersenyum tipis dibalik helmnya.
Tak lama mereka pun memasuki kawasan Kampus Anggrek. Lalu Satria terus melajukan motornya ke tempat parkiran.
"Turun!”
"Eh-iya!" Shasa malu saat menyadari letak tangannya. Dia langsung menariknya segera dari pinggang Satria dan bergegas turun. "Makasih atas tumpangannya.”
Satria tidak menyahut. Dia langsung melepas helmnya dan melenggang pergi menuju Fakultas Teknik.
Dasar es batu belagu, untung ganteng! Loh, kok gue malah bilang dia ganteng? Kan dia nyebelin.
"Alhamdulillah enggak telat." Shasa menarik napas lega ketika tiba di dalam kelas. Dia langsung duduk di bangkunya. Di dekatnya ada Dian yang sepertinya sudah datang dari tadi. Sedangkan Rania hari ini tidak masuk karena sakit, kelelahan usai dari pulau.
"Tumbenan lo datang telat, untung aja belum masuk itu dosen galak," ujar Dian.
"Mobil gue mogok tadi, apes benar dah pagi ini," keluh Shasa.
"Terus gimana sekarang? Mobil lo udah bener?"
"Belum."
Dian mengernyit. "Terus? Lo tinggalin mobil lo di pinggir jalan?"
"Nggak juga. Dibawa ke bengkel langganannya si es."
"Kok bisa?"
Shasa menjelaskan kronologisnya kepada Dian. Cewek itu terkekeh.
"Gila, itu cowok nggak bisa ketebak banget. Waktu hari pertama di pulau gue perhatiin dia kayak yang care gitu sama lo. Habis itu malah dingin lagi."
Raut wajah Shasa langsung berubah mengingat itu.
"Dii, gue mau tanya sama lo. Jawab yang jujur!”
"Iya, mau tanya apa emang?"
"Menurut lo, gue menarik nggak? Umm... maksud gue, ada yang kurang menarik nggak dari diri gue?"
"Ngapain lo tanya kayak gitu?" tanya Dian mengernyit.
Shasa tidak langsung menjawabnya, dia bertanya seperti itu karena ingat perkataan Satria yang mengatakan bahwa dirinya bukanlah tipe cowok itu. Dia ragu untuk bercerita hal itu kepada Dian.
"Nggak kenapa-kenapa, cuma pengen tahu aja."
"Lo itu perfect, Sha! Semua cewek juga pasti pengen kayak lo. Udah cantik, pintar, baik, ramah, paket komplit deh! Cowok mana coba yang nggak tertarik sama lo?"
Buktinya Satria nggak tertarik sama gue! Dan gue bukanlah tipe cewek yang dia sukai.
Shasa memaksakan senyumnya.
"Gitu ya, Dii?"
Dian menatap sahabatnya curiga.
"Lo kenapa? Pasti ada sesuatu sampai lo tanya kayak gini."
"Enggak, cuma pengen tahu aja," elak Shasa.
Dian tahu ada yang disembunyikan oleh sahabatnya itu.
Pada siang hari di kantin fakuktas teknik.
"Oy bro! Beneran nggak tuh, gosip yang gue dengar?" tanya Jerry kepada cowok yang nampak acuh sambil memainkan ponselnya.
Cowok itu lantas berhenti memainkan ponselnya dan melirik Jerry.
"Maksud lo?"
"Heboh banget loh, seorang Satria memboncengi seorang cewek! Baru pertama kalinya terjadi di kampus ini," ledek Jerry cekikikan.
"Apa?!" teriak Teddy dan Alfi serentak. Beberapa pasang mata menoleh, mereka berada di kantin yang lumayan ramai saat ini.
Satria berdecih. Secepat itukah gosip dirinya memboncengi seorang cewek menyebar seantero kampus.
"Wah, pangeran es kita udah ada yang cairin hatinya nih!" sahut Teddy.
"Udah nggak beku lagi, man!" timpal Alfi terkekeh.
"Bentar lagi kita dapat PJ nih! Asiiiiik... makan-makan sepuasnya, secara seorang Satria gitu yang punya pacar!" sahut Teddy lagi.
"Siapa yang punya pacar?" tanya Satria. Dia heran dengan teman-temannya yang asal menyimpulkan sesuatu yang belum jelas.
"Loh, tadi siapa emang yang lo boncengin? Bukan pacar lo?" tanya Jerry penasaran.
"Gebetan lo!" jawab Satria santai.
Jerry langsung terdiam, lain dengan Tedyy dan Alfi yang masih mencerna ucapan yang dikeluarkan cowok itu.
"Cuma bantuin dia, mobilnya mogok di jalan dan kebetulan gue lewat," sambung Satria menjelaskan karena tidak mau temannya itu salah paham. Bagaimana pun dia mengerti kalau Jerry sangat menyukai cewek itu.