Dua belas

1617 Kata
Shasa mengedarkan pandangannya ke segala arah di tempat parkiran. Dia sedang mencari keberadaan seseorang. Sejak tadi dia menghubungi orang itu tapi tidak ada jawabannya. Tak butuh waktu lama menunggu di tempat itu, Shasa mengembangkan senyumnya ketika melihat orang yang ditunggunya melangkahkan kaki ke arahnya. "Ngapain lo dekat motor gue?" "Gue hubungin lo dari tadi nggak ada jawaban," kata Shasa mengalihkan pertanyaan cowok itu. "Mobil gue kan di bengkel langganan elo, tolong anterin gue ke sana dong!" Satria berdecak. Cowok itu mengeluarkan ponselnya dan mengetik sesuatu di sana. "Itu udah gue kirimin alamatnya, lo bisa ke sana sendiri. Sekarang lo minggir, gue mau balik!" "Nggak bisa tolong anterin gue aja? Kan gue belum pernah ke sana." "Nggak bisa!" "Tapi, gue— “ "Udah sana sendirian. Manja amat, udah gede juga." Lalu, Satria melihat Jerry yang datang mengambil motornya. "Minta anterin Jerry sana! Dia tahu tempatnya dan kenal juga sama montir di sana!" Shasa cemberut. "Woy, Jer! Sini lo!" seru Satria. "Ada apa, Bro?" tanya Jerry setelah mendekat. Cowok itu melirik Shasa sekilas, ada apa cewek itu di tempat parkiran berduaan dengan Satria? "Anterin nih cewek! Dia mau ambil mobilnya ke bengkel tempat biasa," ujar Satria. Shasa hanya diam. Melihat ekspresi Shasa yang sepertinya enggan, Jerry menghela napasnya. "Sorry, bro! Gue buru-buru diteleponin nyokap suruh pulang," alibi Jerry. Dia sengaja berbohong. Dia merasa Shasa tidak ingin di antar olehnya. Cewek itu seolah berharap kepada Satria. Sebenarnya dia sangat ingin mengantarkan cewek yang disukainya itu, namun kalau bukan dirinya lah yang diharapkan, lebih baik dia mundur perlahan. Dan membiarkan temannya bersama cewek itu. Lagi pula, dia juga ingin Satria bisa dekat dengan seseorang, sepertinya Shasa orang yang tepat. Mungkin saat ini Satria belum menyadari perasaannya kepada cewek itu, siapa tahu dengan membiarkan mereka berdua dekat bisa mencairkan hati cowok itu. Satria mengernyit. Bukankah waktu malam itu di pulau Jerry mengatakan bahwa menyukai Shasa? Kenapa sekarang dia malah menolak kesempatan untuk berduaan dengan cewek yang disukainya? "Gue balik duluan, gaes!” Jerry balik badan mengambil motornya, meninggalkan Satria yang masih bingung dengan lelaki itu. "Sat," panggil Shasa lagi, setelah Jerry berlalu dengan motornya. "Ya udah, gue anter!" Tidak jauh dari kampus mereka, Satria menghentikan motornya di sebuah toko helm. Dia turun dari motornya. "Tunggu bentar, gue beli helm dulu." Shasa mengangguk. Tidak lama cowok itu keluar dari toko tersebut dengan menenteng satu helm cewek. "Ini buat lo, takutnya ada polisi nanti!" ujar Satria memberikan helm itu kepada Shasa. Cewek itu langsung mengenakannya. "Terima kasih.” "Hmmm." Baru setengah perjalanan, tiba-tiba hujan deras. Bengkel langganan cowok itu memang cukup jauh dari kampus mereka. Satria yang memakai jaket motor tidak begitu basah, beda dengan Shasa yang hanya memakai blouse dilapisi sweater tipis. Cewek itu mulai menggigil kedinginan karena hujan deras kali ini disertai angin yang cukup kencang. Satria yang melihat itu dari kaca spionnya langsung memutar balik motornya. Hingga kemudian dia memasuki suatu tempat yang dirasa aman untuk berlindung dari hujan yang cukup mengerikan saat ini. Apartemennya, kebetulan berada di dekat sini. "Kita mau ke mana?" tanya Shasa setelah cowok itu memarkirkan motornya. "Apartemen gue." Shasa terdiam, dia belum turun dari motor cowok itu. "Nggak usah takut, gue nggak bakalan macam-macam!" ujar Satria yang seakan bisa membaca apa yang sedang dipikirkan cewek itu. Shasa turun dari motor. "Neduh dulu, lo lihat sendiri gimana hujannya." "I-iya," jawab Shasa gugup. Dia berjalan mengikuti langkah kaki cowok itu. Sampai akhirnya berhenti di sebuah pintu. "Masuk!" titah Satria setelah membuka pintu apartemennya. Lalu dia menuju kamarnya, tak lama keluar dengan membawa baju kaos dan celana. "Ganti baju dulu, ini pakai punya adik gue," katanya seraya meletakkan baju itu di atas sofa. "Gue boleh ganti di dalam sana?" tanya Shasa menunjuk kamar yang tadi dimasuki cowok itu. "Ya. Kalau butuh di dalam sana ada kamar mandinya juga." "Oke." Sementara itu, Satria menuju balkon apartemennya untuk merokok sambil menikmati rintikan hujan yang tak kunjung berhenti. *** Satu jam berlalu, hujan pun sudah mulai reda. Satria yang sedari tadi duduk di balkon, mendatangi Shasa yang sedang duduk memainkan ponselnya di atas sofa yang berukuran mini. "Jalan sekarang?" "Boleh." Bel apartemen Satria berbunyi. Cowok itu baru ingat kalau dia sempat memesan makanan sewaktu di balkon. Dia langsung membuka pintu untuk mengambil pesanannya. Setelah pintu terbuka, ternyata yang memencet bel bukanlah kurir yang membawa pesanan makanan, melainkan seorang cewek berseragam putih abu-abu. Cewek itu menyengir dan langsung masuk melewatinya. Satria mengusap hidungnya. Pasti bakalan ditanya macam-macam sama bocah itu. "Duh, udah lama banget nggak ke sini!" seru gadis itu. Tiba-tiba dia mengernyit melihat seorang cewek duduk di sofa. Mereka saling bertatapan, kemudian dia tersenyum. Shasa bingung, tapi dia juga membalas senyuman cewek itu. "Hai Kak! Kenalin, aku Pelangi adiknya Kak Satria,” ucap cewek itu mendekati Shasa. Shasa mendesah legah. Oh… ternyata adiknya. "Gue Sharaza, panggil aja Shasa," jawab Shasa menyambut uluran tangan Pelangi. "Kak Shasa pacarnya Kak Satria?" tanya Pelangi to the point. Satria memijit alisnya. Adiknya satu ini memang sangat kepo, ditambah lagi suka SKSD sama orang baru dikenal juga. "Eh, bukan. Cuma temenan aja, kok." Pelangi menatap Satria dan Shasa bergantian. "Ah, masa? Kak Satria baru pertama kalinya loh bawa cewek ke sini," ujar Pelangi dengan tampang polosnya. "Pulang sana, Ngi! Lo berisik banget," ujar Satria pusing mendengar bacotan adiknya itu. Baru datang sudah bertanya ini itu, seperti dugaannya. "Ya elah kak, baru juga gue nyampe udah diusir aja. Tega amat!" ujar Pelangi cemberut. "Kak Shasa, ke kamar aja yuk! Kita cerita-cerita!" Pelangi menarik tangan Shasa dan menjulurkan lidahnya kepada kakaknya itu. "Etdah bocah, disuruh pulang malah pindah ke kamar!" Keasikan bercerita dengan Pelangi, Shasa jadi lupa akan mengambil mobilnya. "Jadi gitu Kak, ceritanya. Yang sabar aja kalau sama Kak Satria. Tapi dibalik sikap ketusnya, dia baik kok," kata Pelangi setelah selesai bercerita. "Iya, kelihatan.” Shasa tersenyum. “Kalian berapa orang bersaudara? Apa ada lagi selain Satria?" tanya Shasa. "Ada, satu lagi kakak aku, cowok juga. Namanya— “ Ketukan pintu kamar menghentikan ucapan Pelangi. "Pelangi!" panggil Satria terus mengetuk pintu. "Ada apa?" Pelangi segera membuka pintu kamar. "Ajak dia makan! Gue udah pesanin makanan." "Siap bos!" "Habis makan, kita langsung jalan!" ujar Satria menatap Shasa. "Yaah, kak... malaman aja anterin pulangnya. Aku masih mau ngobrol sama Kak Shasa." "Nggak bisa dek, keburu tutup bengkelnya. Mobil dia kan di sana." "Kak Sha, besok aja ambil mobilnya." Shasa tersenyum kikuk mendengar permintaan Pelangi. Shasa mau-mau saja, apalagi dia juga sudah mengabarkan mamanya jika pulang lebih telat karena mobilnya bermasalah. Tapi bagaimana dengan cowok di depannya ini? Tatapan tajam cowok itu membuatnya tak berani menerima permintaan adik cowok itu. Pelangi yang sadar akan hal itu mencubit lengan kakaknya. "Apa sih, Ngi?" Satria geram dengan tingkah adiknya itu. "Nggak mau tahu! Pokoknya Kak Shasa pulangnya malam aja. Kalau nggak, aku bakalan ngambek, nggak mau ke sini lagi!" ancamnya. Satria mengusap wajahnya kasar. Walaupun Pelangi sangat menyebalkan, tapi dia sangat menyayangi saudara perempuan satu-satunya itu. Dia akan melakukan apa saja demi adik semata wayangnya itu. "Sorry, lo jadi pulang kemalaman gara-gara adik gue," ujar Satria sambil berjalan keluar dari lift pada malam harinya. "Enggak apa-apa.” "Besok gue anterin ambil mobil lo!" Shasa tersenyum tipis. "Nggak usah semisal lo nggak bisa juga, lo sibuk kan?" "Nggak.” Shasa menoleh. "Gue nggak sibuk besok." Hujan telah berhenti sejak tadi, namun udara malam ini cukup dingin apalagi ketika naik motor. Satria kembali menggunakan motornya untuk mengantarkan Shasa pulang karena mobilnya sedang dimodifikasi oleh temannya. Cowok itu menghentikan motornya di pinggir jalan, dia membuka jaketnya lalu memberikannya kepada Shasa. "Pakai ini!" "Enggak usah, lo gimana?" "Gue cowok, lo lebih butuh!" Shasa tidak mau berdebat, akhirnya dia memakai jaket cowok itu. Lalu Satria kembali melajukan motornya dengan kecepatan sedang. Shasa tidak tega, dia tahu kalau cowok itu merasa kedinginan juga. Perlahan, dia melingkarkan tangannya di perut cowok itu. Persis seperti apa yang dilakukannya tadi pagi. Satria kaget, namun tidak menolak. Malah tersenyum, sangat tipis. Entah apa yang merasukinya, salah satu tangannya memegang tangan Shasa yang melingkari perutnya. Shasa yang mulai mengantuk, tanpa sadar menyadarkan kepalanya di punggung cowok itu. Satria yang menyadarinya, menurunkan kecepatan motornya. Takut yang diboncengnya terjatuh, dia mempererat genggaman pada tangan cewek itu. Satria tidak tega membangunkan cewek itu. Padahal sudah 10 menit yang lalu sampai di rumahnya. Dilepaskannya tangan Shasa yang masih melingkari perutnya perlahan, kemudian dia turun dan menggendongnya. Rahayu terkejut melihat anaknya tertidur di gendongan seorang cowok. Tapi dia tidak mau berisik sampai membangunkan anak kesayangannya itu. Dia menyuruh Satria untuk mengantar Shasa ke kamarnya. Setelah cowok itu keluar dari kamar anaknya, baru lah dia menginterogasinya. Satria menjelaskan secara rinci dan Rahayu mengangguk paham. "Maaf udah ngerepotin kamu nganterin Shasa, makasih ya Satria!" ujar Rahayu ramah. "Iya nggak apa-apa, Tan. Aku juga minta maaf banget kemalaman nganternya.” *** Bunyi alarm membuat Shasa langsung terbangun dari tidurnya. "Masih jam 5," gumamnya. Terus dia menarik selimut kembali. Satu jam kemudian, mamanya berteriak membangunkannya. "Udah bangun kok, Ma!” seru Shasa dari dalam selimutnya. Siapa coba yang tidak terbangun mendengar teriakan yang suaranya mengalahkan bunyi petasan pada malam tahun baru. Coba aja tidak ada kuliah di pagi hari, bisa lanjut lagi tidurnya. "Eh, kok gue bisa ada di kamar? Seingat gue semalam di motor Satria." Shasa senyum-senyum sendiri membayangkannya. Ternyata walaupun ketus, dia perhatian juga! Shasa menuruni tangga dengan wajah sumringahnya. "Duh... anak mama lagi senang kayaknya!" ledek Rahayu. "Ih, Mama. Biasa aja kok, emang biasanya aku kayak gini juga kan?" Shasa duduk di meja makan. Rahayu hanya tersenyum. "Buruan sarapan, itu udah ada yang nungguin di depan!" ujar Rahayu sambil menuangkan segelas susuu untuk anaknya itu. Shasa mengerutkan alisnya. "Nungguin aku? Siapa?" tanyanya penasaran. "Lihat aja nanti." Shasa bergegas menghabiskan sarapannya. Shasa membuka pintu dan membelalakan matanya melihat cowok yang bertengger di atas motor di depan rumahnya. “Satria?”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN