Shilla terus menangis walau sudah menceritakan kejadian yang dialaminya kepada Shasa.
"Gue harus gimana, Sha? Gimana kalau dia nggak mau nikahin gue? Gue udah nggak suci lagi.”
Shasa menahan sesak didadanya. Baru saja Shilla menceritakan tentang kejadian yang menimpa dirinya. Sungguh Shasa tidak menyangka cowok yang disukainya itu bisa-bisanya berbuat hal keji kepada sepupu kesayangannya. Apa benar Satria seperti itu? Melihat bagaimana tatapan Satria kepada Shilla, sepertinya cowok itu enggan melihat sepupunya itu. Atau… Satria kesal hingga melampiaskan rasa sakit hatinya dulu yang belum hilang kepada Shilla?
Entah lah. Shasa hanya bisa menerka-nerka, tak tahu pasti gimana yang sebenarnya. Di sisi lain, Shilla selama ini tak pernah berbohong padanya. Shasa mendekap Shilla sembari mengusap-usap punggung sepupunya itu.
"Yang sabar, ya! Gue yakin dia bakal nikahin elo..." ucap Shasa sambil terus mengusap punggung Shilla. Sementara itu, Shilla tersenyum miring di belakangnya.
Secepatnya gue akan miliki Satria seutuhnya. Apapun akan gue lakuin walau dengan cara kotor sekali pun.
Dan pada keesokan harinya, Shilla diajak bertemu oleh Satria.
"Aku senang kamu ngajakin aku ketemu," ucap Shilla saat tiba di sebuah cafe.
"Hmmm."
"Kamu udah pesan makan? Kalau belum, aku pesanin. Kamu mau apa?”
"Nggak usah," jawab cowok itu dingin. "Gue cuma mau ngomong bentaran doang sama lo.”
"Mau ngomong apa?" tanya Shilla sambil meletakkan menu makanan yang dari tadi dipegangnya. Selera makannya tiba-tiba menghilang, takut Satria mengatakan suatu hal yang tidak diinginkannya.
"Gue belum siap nikah sama lo.”
"Sat, gimana kalau aku— “
"Hamil maksud lo?" potong Satria sambil tersenyum sinis. "Tapi gue benar-benar nggak ngerasa ngelakuin hal itu sama lo. Enggak ada tanda bekas lo juga di kasur gue. Jangan coba-coba nipu gue.”
"Enggak semua perempuan kehilangan virginnya mengeluarkan darah. Kamu enggak sadar saat ngelakuin itu sama aku. Sekarang, aku udah nggak suci lagi. Gimana nantinya kalau nggak ada orang yang mau nerima aku sebagai istri?”
Shilla mulai meneteskan air matanya.
Satria memejamkan matanya sejenak. Lalu, membukanya perlahan. "Oke, kita tunangan dulu... " ujarnya sambil menghela napasnya berat.
"Tapi kita bakalan nikah habis itu, ‘kan?”
"Hmmm.”
"Ya udah, aku mau kita tunangan secepatnya. Gimana kalau minggu depan?"
"Apa? Nggak! Nggak bisa! Jangan seenaknya aja lo ngatur-ngatur.”
"Lebih cepat lebih baik, buat jaga-jaga juga takut akunya positif.”
"Gue masih kuliah.”
"Aku nggak masalah. Lagian kamu juga udah mapan, punya pendapatan sendiri dari dulu kita SMA. So, apa lagi yang mesti dipertimbangkan?"
"Nggak semudah itu" Satria berdecak kesal mendengar penuturan cewek itu.
"A-aku cuma mau kamu nikahin aku… " Shilla mulai terisak kembali.
***
Satria meringis menahan kesakitan akibat tamparan dan pukulan dari papanya.
Hari ini dia terpaksa pulang ke rumah menemui kedua orang tuanya. Mau sekesal apapun dia terhadap mereka yang terlihat pilih kasih, bagaimana pun mereka adalah darah dagingnya sendiri. Yang melahirkan dan membesarkannya.
Cowok itu terkejut, ketika tiba di rumahnya, sang papa yang menatapnya tajam. Heru melempar amplop berwarna coklat dengan keras ke arahnya, yang membuat isinya bertebaran. Satria membelalakkan matanya. Tanpa aba-aba Heru langsung menampar kedua pipinya dan memukul anaknya itu.
"Pa, aku bisa jelasin.”
"Apa maksud kamu? DASAR ANAK NGGAK TAHU DIRI! BISA-BISANYA KAMU NGELAKUIN HAL MEMALUKAN SEPERTI ITU!" teriak Heru di depan muka anaknya itu. Sedangkan Anggun, sang mama hanya diam duduk di ruang tamu. Dia bersikap acuh seolah tak menghiraukan keributan di dekatnya.
"Itu nggak seperti yang papa pikir. Dengarin penjelasan aku dulu.”
"Sudah!! Kurang jelas apalagi?"
"A-aku... "
"KENAPA? MAU NGELES? EMANG YA, NGGAK ADA YANG BISA DIBANGGAIN DARI KAMU! BISANYA CUMA BIKIN MALU KELUARGA! BEDA DENGAN KAKAK KAMU.”
Rahang Satria mengeras, dia mengepalkan kedua tangannya. Ini... Inilah hal yang paling tidak disukainya, dibandingkan dengan sang kakak. Dia merasa selalu buruk di mata kedua orang tuanya. Padahal mereka tidak pernah tahu apa yang dilakuin anak tertua mereka itu.
Seharusnya mereka bangga dengan Satria, dari sekolah cowok itu sudah terlihat mandiri, bisa menghasilkan uang sendiri. Hanya saja waktu itu, kelakuannya yang sering bolos dan keluar masuk ruang BK membuat kedua orang tuanya kesal.
"Papa nggak mau tahu, kalian harus segera menikah sebelum foto itu tersebar luas.”
Satria yang sedang menunduk menahan amarahnya langsung mendongakkan kepalanya.
"Nggak bisa gitu, Pa. Aku masih kuliah, lagi juga aku nggak yakin ka— “
"Nggak usah ngebantah! Minggu depan kalian tunangan dulu!” titah Heru, kemudian berlalu meninggalkan Satria yang terduduk di lantai. Cowok itu melirik mamahnya, namun Anggun hanya diam tanpa ekspresi.
Dari meja makan, Guntur tersenyum miring. Rencana gue berhasil. Nggak ada lagi yang bisa halangin gue buat milikin Shasa, batin cowok itu menyeringai.
"Kak, bangun!" ujar Pelangi menjulurkan tangannya. Adiknya itu dari tadi mengintip dari celah pintu kamarnya. Dia tidak berani mendekat karena papahnya sedang dalam keadaan emosi. Bisa-bisa dia nanti ikut kena getahnya, diomelin juga kalau berani ikut campur.
Satria tersenyum simpul menerima uluran tangan Pelangi. Adiknya yang sangat dia sayang.
"Aku percaya, kakak enggak seperti yang papa bilang tadi," ucap Pelangi ketika sudah berada di kamar kakaknya itu. Satria tersenyum mendengarnya.
"Terima kasih, Dek. Kakak senang kamu percaya sama kak." Satria mengacak-acak rambut adiknya itu.
Di lain tempat, Shasa menahan rasa sesak didadanya. Dia tidak bisa tidur malam ini. Baru saja, sebelum tidur, Shilla mengatakan bahwa minggu depan dia akan bertunangan dengan Satria. Shilla sangat senang saat mendapatkan kabar dari cowok itu kalau dia menerima bertunangan dengan Shilla minggu depan.
Inikah yang namanya cinta? Kenapa rasanya begitu sakit? Baru pertama kalinya jatuh hati kepada seorang cowok, malah harus patah hati seperti ini.
Shasa tidak mengelak lagi, dia yakin telah jatuh dalam pesona cowok berparas tampan itu. Dia hanya bisa memendamnya, bahkan sekarang harus mengubur jauh-jauh perasaannya itu. Karena dia tidak ingin merebut orang yang sangat disayangi sepupunya itu, bahkan sebentar lagi mereka akan resmi bertunangan.
Resiko jatuh cinta. Harus siap menghadapi yang namanya patah hati jika tidak sesuai dengan harapan kita.
Shasa menghela napasnya pelan. Dia mengambil ponselnya yang ada di atas nakas. Dia mengerutkan keningnya ketika melihat ada tanda pesan masuk dari orang yang belakangan ini selalu ada dipikirannya.
Cowok Es
Besok lo kuliah?
Tidak seperti biasanya yang senang ketika mendapatkan pesan dari cowok itu, kali ini berbeda. Shasa ragu untuk membalasnya. Namun hatinya berkata ingin. Akhirnya dia mengetik balasannya.
Shasa
Kenapa emang?
Cowok Es
Penting.
Shasa mendengkus. Cowok satu ini, suka seenaknya kalau ngomong. Singkat, padat dan terkadang tidak jelas karena irit kosakata yang digunakannya.
Shasa
Kuliah
Cowok Es
Oke
Shasa
Ada apa emangnya?
Cowok Es
Ketemu
Shasa
Maksud lo?
(read)
Dia gregetan sekali rasanya membaca pesan dari Satria. Apa coba maksud cowok itu? Mengajak ketemu? Tapi pesan terakhirnya cuma dibaca aja. Dasar cowok nggak jelas!
Keesokan harinya...
Satria tengah bersandar di motornya menunggu Shasa di parkiran kampus. Tadi dia menelfonnya dan cewek itu mengiyakan ajakannya untuk bertemu. Satria ingin menjelaskan semuanya kepada Shasa. Pasti sepupu cewek itu sudah bercerita terlebih dahulu, namun entah kenapa dia hanya ingin Shasa percaya kalau dia tidak melakukan apapun terhadap Shilla. Dia tidak ingin Shasa menjauhinya. Entahlah, tiba-tiba dia sangat takut cewek itu menjauh darinya.
"Siapa hayoo?"
Satria melepas kasar tangan yang menutup matanya dari belakang. Dia sangat hafal sekali dengan suara itu.
"Lo? Ngapain lo ke sini?" tanyanya kesal.
"Mau ketemu tunangan aku lah, nggak salah kan?"
Satria jengah dengan tingkah Shilla yang semakin menjadi-jadi. "Gue ada urusan sama teman gue, jadi sekarang gue harap lo pulang dari sini,"
"Nggak mau! Lagian mama kamu nyuruh kita fitting baju buat tunangan minggu depan.” Shilla tersenyum lebar.
Satria berdecak kesal. Hingga kemudian ponselnya berbunyi, ada panggilan masuk dari mamanya.
Walaupun hubungan mereka kurang baik, Satria tetap masih mau menjawab telepon dari orang tuanya.
"Hallo, Ma?
".......... "
" Iya, ada.”
".......... "
" Tapi, Ma… aku ada janji sama teman.”
".......... "
"Oke.”
Satria menutup teleponnya. Dia menghela napasnya kasar. Sedangka Shilla sudah pasti senang, pasti mamanya Satria meminta anaknya itu untuk fitting baju pertunangan mereka berdua.
"Naik!" titah Satria yang sudah berada di atas motornya. Shilla tersenyum penuh kemenangan. Akhirnya cowok itu mau juga ke butik bareng dengannya. Dari kejauhan Shilla melihat Shasa berjalan menuju parkiran. Dia pun segera melingkarkan kedua tangannya di pinggang cowok itu.
"Lepas nggak!" bentak Satria.
"Nggak mau!" Shilla mempererat pelukannya. Dengan terpaksa Satria menyalakan motornya dan melaju meninggalkan parkiran.
Sementara itu, Shasa yang baru saja datang tersenyum getir melihat Satria memboncengi sepupunya itu.
Maksud lo apa ngajakin gue ketemu? Pamer kemesraan sama Shilla?
Shasa berlari meninggalkan lapangan parkir. Hingga kemudian dia menabrak seseorang karena terus berlari sambil menahan air matanya agar tak menetes. Masih