"Lo tau hot news di kampus kita nggak, Jer?" tanya Teddy. Dia bertanya kepada Jerry tapi matanya melirik Satria yang sedang fokus dengan ponselnya. Cowok itu tampaknya tidak tertarik dengan apa yang akan dibicarakannya.
"Apa tuh?"
"Lo tahu ketua BEM kita?"
"Ya tahu lah, dia terkenal gitu. Udah pintar, ganteng dan katanya ramah juga," jawab Jerry. "Emang kenapa tiba-tiba lo nanya dia?"
"Katanya dia lagi dekatin Shasa loh," lanjut Teddy sambil mengeraskan volume suaranya. Mereka berdua melirik Satria dan menahan tawanya.
Satria terkejut, namun dia berusaha tetap tidak peduli mendengar ucapan temannya. Dia pura-pura sibuk dengan ponselnya. Tak heran juga jika cowok ketua BEM itu menyukai cewek seperti Shasa. Satria akui jika cewek itu cantik dan menarik, namun bukan berarti Satria juga menyukainya.
"Cocok dong! Mereka berdua itu serasi, couple goals!"
"Iya, sih. Tapi nggak tahu Shasanya mau apa nggak sama dia."
"Lah, kenapa? Kurang apa coba cowok kayak gitu? seru Jerry.
"Entahlah... gue rasa Shasa suka sama seseorang, lo ingat kan waktu di pulau?"
"Gimana, ya? Kalau gue jadi Shasa, ogah banget suka sama cowok yang enggak peka-an, toh masih banyak cowok lain yang lebih juga."
Jerry melirik Satria sekilas, dia mendapatkan cowok itu tengah menatapnya juga dengan tatapan yang tak dimengerti Jerry.
"Betul, gue setuju sama lo!" timpal Teddy. Kalau gue jadi dia nih, gue langsung jadiin pacar kali! Susah nyari cewek tipe kayak Shasa gitu."
"Mau gimana lagi, dianya nggak jelas. Nggak ngerti sama pemikirannya. Atau jangan-jangan dia gamon sama mantannya," sindir Jerry.
Teddy cekikikan sendiri di dalam hatinya. Mereka menyindir Satria secara terang-terangan.
"Direbut orang lain, baru nyaho tuh orang! Dipikir dia doang yang keren?" sindirnya tajam.
Satria berhenti memainkan ponselnya dam menatap kedua temannya bergantian.
"Unfaedah banget omongan lo berdua." Satria geleng-geleng kepala dan kemudian bangkit dari duduknya.
"Lah, ngapa lo yang sewot?" sahut Jerry.
Satria tidak menjawab, dia malah berlalu masuk ke dalam ke ruangan kecil yang ada di toko miliknya.
Jerry dan Teddy langsung ber-high five, mereka tertawa puas melihat tingkah temannya itu.
"Mudah-mudahan dia cepat mikir."
***
"Lo mah enak, Kak, bisa pulang sama orang yang lo suka. Lah gue? Kemarin gue ditinggal!" gerutu Shilla mengerucutkan bibirnya.
"Derita lo!" Guntur tertawa keras. "Lagian lo maksa banget, pakai cara halus dong! Mau gue kasih tahu caranya?"
"Gimana? Gue ada ide." Guntur menyeringai licik.
Guntur menggeser kursinya ke samping Shilla dan membisikkan sesuatu di telinga cewek itu.
"Boleh juga tuh ide lo!" katanya menyeringai. "Lo juga jangan lupa, terus dekatin sepupu gue."
"Engga usah ngajarin, gue jauh lebih berpengalaman dari pada lo! Cewek modelan Shasa gitu bakalan takluk sama gue," ujar Guntur dengan sombongnya.
Shilla mencibir. "Jangan sombong dulu, dia beda dari cewek yang lainnya. Enggak semudah yang lo pikirin."
"Kalau gitu, kapan kita akan melakukan rencana selanjutnya?" tanya Guntur tidak sabar.
"Soon! Gue juga nggak bakalan lama di Jakarta. Makanya gue pengen manfaatin waktu yang ada untuk bisa mengambil hati dia kembali. Supaya gue bisa tenang nanti di sana."
Guntur mengerutkan keningnya. "Lo nggak menetap di sini?"
"Nggak bisa, orang tua gue nggak bisa ninggalin pekerjaan mereka di sana. Jadi, gue nggak punya siapa-siapa di sini kecuali keluarganya Shasa,"
"Terus, lo ngapain datang ke sini kalau ujung-ujungnya pergi lagi?"
"Gue cuma mastiin pemilik hati gue. Semisal dia mau balikan lagi, kita bisa LDR. Dan gue janji akan pulang tiap ada kesempatan,"
"Gue nggak yakin lo beneran cinta atau cuma sekedar obsesi buat balikan lagi sama adik gue," ucap Guntur kemudian.
"Ini bukan obsesi! Gue beneran cinta dan sayang sama dia!" seru Shilla tidak terima.
Guntur terkekeh. Tidak salah dia mengajak mantan pacar adiknya ini untuk kerja sama.
Dan keesokan harinya, Shilla tersenyum senang setelah mendapatkan pesan dari Guntur. Cowok itu mengirimkannya alamat apartemen Satria.
Sebelumnya cowok itu tidak pernah tahu dimana tempat tinggal adiknya itu. Dia mengorek informasi dari Pelangi, adik bungsunya. Tadinya cewek itu enggan memberitahunya, namun akhirnya dia keceplosan saking asiknya bercerita, dipancing oleh kakak tertuanya itu. Di keluarganya memang cuma Pelangi yang tahu, karena dia sangat dekat dengan Satria. Bahkan kedua orang tua mereka pun tidak ada yang tahu. Guntur berkata pada Pelangi jika ingin memperbaiki hubungannya yang kurang baik dengan Satria.
Dari kecil Satria selalu memanjakan Pelangi, tak heran jika adiknya itu kalau ada apa-apa bercerita padanya. Bukan kepada Guntur atau pun orang tua mereka.
"Gue harus secepatnya mulai rencana ini!" gumam Shilla.
Shasa keluar dari kamar mandi dan menghampiri sepupunya itu. "Udah bangun? Mau ikut gue ke kampus nggak?" tawarnya sambil mengenakan pakaian.
"Enggal deh, nanti gue ada janji sama teman."
"Oh. Nanti sore lo ada acara nggak?"
"Eum... belum ada."
"Ke mall yuk! Pengen puas-puasin jalan bareng lo sebelum nantinya lo balik!" ujar Shasa antusias.
"Oke deh, nanti kabarin gue aja semisal gue masih di luar."
***
Satria mengerutkan keningnya mendengar bunyi bel apartemennya. Masih jam 9, siapa yang bertamu pagi ini? Tidak mungkin Pelangi atau temannya. Adiknya pasti sedang ada di sekolah, kalau temannya kuliah rasanya tidak mungkin. Rata-rata masih tidur jam segini, mengingat tidak ada kuliah hari ini karena dosennya mendadak keluar kota. Tidak banyak yang tahu alamat tempat tinggalnya, hanya beberapa orang saja seperti Pelangi, Jerry, Teddy, Alfi, Andra teman SMAnya dan yang terakhir Shasa. Satria yang baru saja menyeduh kopi, bergegas ke kamarnya mengambil kaos oblong, mengenakannya, lalu berjalan membuka pintu.
"Lo?!"
"Hai, aku boleh masuk?" tanya Shilla sambil tersenyum manis.
"Dari mana lo tahu alamat apartemen gue?" Satria sangat kesal. Masih pagi kedatangan tamu yang sangat tidak diharapkannya. "Sepupu lo yang ngasih tahu?" tuduh cowok itu. Siapa lagi yang akan memberitahu Shilla, selain Shasa?
Shilla menggeleng. Dia kecewa, ternyata Shasa tahu tempat tinggal mantan kekasihnya itu, kenapa tidak memberitahunya? Apa maksudnya? Jadi mereka berdua benar-benar dekat. Berarti Satria pernah mengajak sepupunya itu ke tempat ini. Sejauh mana hubungan mereka? Begitu banyak pertanyaan yang berputar di kepala Shilla.
Tanpa permisi, Shilla langsung menerobos masuk ke dalam apartemen cowok itu. Dia duduk di sofa dengan santai. Satria berdecak kesal melihat tingkah Shilla yang seenaknya saja.
"Siapa suruh lo masuk?" tanyanya tajam.
"Oh, aku nggak dibolehin masuk nih? Tapi sepupu aku kok kamu bolehin?" balas Shilla tidak terima.
Satria tidak menjawab pertanyaan cewek itu. "Mau apa lo ke sini?"
Shilla tersenyum. "Santai dong, duduk dulu sini! Jangan marah-marah terus."
"Gue nggak ada waktu ngeladenin cewek kayak lo!"
Lagi-lagi cewek itu hanya tersenyum mendengar perkataan pedas Satria.
"Aku bawain kamu minuman kesukaan kamu nih, juice alpukat!" ujar sambil memperlihatkan dua botol minuman di dalam kantong plastik yang dibawanya.
"Lo minum aja sendiri, gue nggak mau!"
"Sat, aku cuma bawain kamu ini. Enggak ada maksud lain. Aku ingat dulu waktu masih sekolah kamu suka banget."
"Ya udah, sini gue minum! Entar habis itu lo pulang!" seru Satria jengah.
"Iya."
Satria langsung meneguk minuman itu sampai setengahnya. "Udah. Sekarang lo cepatan pulang!" Satria mengibaskan tangannya mengusir Shilla.
"Oke." Shilla bangkit dari duduknya dan berjalan ke arah pintu. Tiba-tiba dia berbalik badan,
"Kenapa lagi lo?" tanya Satria kesal dengan berkacak pinggang
"Eum... maaf, aku boleh ke kamar mandi bentar nggak? Kebelet."
"Ya udah sana, buruan!"
Shilla tak kunjung keluar dari kamar mandi, hingga Satria menggedor pintu kamar mandi. "Buruan! Lo ngapain lama amat?"
"Sabarrr!!! Perutku mukes banget," teriak Shilla menyahuti dari dalam kamar mandi.
Satria memegangi kepalanya. Rasanya berat sekali, dia merasa sangat mengantuk.
"Kamu kenapa?" tanya Shilla yang keluar dari kamar mandi beberapa saat kemudian.
"Nggak apa-apa," jawab Satria. "Lo pulang sana!" usirnya sambil memegangi kepalanya. Dia berjalan gontai menuju kamar.
Shilla mengikuti langkah Satria. Dia memapahnya berjalan menuju ranjang. Satria tidak menolak, kepalanya terlalu pusing dan mengantuk berat. Shilla tersenyum miring setelah merebahkan cowok itu di atas kasur. Kemudian dia menghubungi seseorang setelah memastikan Satria telah memejamkan matanya tak berdaya di atas kasur.
"Hallo, lo di mana?"
"........."
"Ya udah buruan naik ke atas!"
Tak lama, cowok yang dihubunginya pun datang. Shilla segera membukakan pintu untuknya.
"Enggak nyangka, gercep juga lo!" kata cowok itu setelah masuk ke dalam apartemen milik Satria.
"Iya dong, gampang soal beginian," balas Shilla menyombongkan diri.
"Di mana dia?"
"Itu di kamar. Buruan bantuin gue!"
Setelah membuka pakaiannya, Shilla ikut berbaring di samping Satria yang sedang tertidur pulas, efek obat tidur yang dimasukkannya ke dalam minuman cowok itu. Dia menarik tangan cowok itu untuk merangkulnya.
"Buruan lakuin tugas lo! Waktu kita nggak banyak, nanti dia keburu bangun!" seru Shilla gregetan melihat cowok yang bekerja sama dengannya itu masih berdiri di depan pintu.
Cowok itu mengangguk. Dia mulai menjalankan rencananya.
Dua jam kemudian, Satria terbangun dari tidurnya. Dia terkejut mendengar suara isakan tangis di sebelahnya. "Shilla?"
Satria ingin bangkit dari tidurnya, dia lagi-lagi terkejut menyadari bahwa dia berada di dalam selimut yang sama dengan Shilla. Dia tidak mengenakan apa pun.
"Kamu jahat! Kamu udah nodai aku... " Shilla menangis sambil memegang selimut yang menutupi tubuhnya erat.
Satria memegangi kepalanya, mencoba mengingat apa yang terjadi.
"Nggak... gue nggak mungkin melakukan hal menjijikkan kayak gitu!"
"Ta-pi itu kenyataan, kamu lakuin itu ke aku."
Satria mengusap wajahnya kasar, dia segera mengenakan pakaiannya. "Gue nggak percaya!!!"
Shilla langsung berlari, dia memeluk cowok itu dari belakang.
"Aku mau kamu tanggung jawab, aku mau kita segera menikah. Kamu tadi juga enggak pakai pengaman."
Satria menggelengkan kepala, sulit rasanya mempercayai hal tersebut. Dia melepaskan tangan Shilla yang melingkar di pinggangnya.
"Jangan mimpi! Gue nggak ngerasa ngelakuin apapun sama lo."
"Kamu nggak sadar, Sat! Aku udah berusaha menolak tapi kamu tetap memaksanya."
Satria menatap kasurnya yang terlihat berantakan. "Kasih gue waktu!"
"Oke. Jangan lama-lama! Aku malu kalau keluarga besar sampai tahu ini."
"Hmmm."
***
"Shilla ke mana sih? Katanya mau diajakin ke mall," gumam Shasa sambil terus mengecek ponselnya. Sudah beberapa kali menelepon dan mengirimkan pesan kepada sepupunya itu, namun tidak ada balasan juga.
Berkali-kali Shasa mengintip dari jendela kamarnya ke arah jalanan di depan rumahnya untuk memastikan sepupunya itu. Hingga sebuah notifikasi masuk ke ponselnya. Pasti dari Shilla nih!
Raut wajah senangnya seketika berubah menjadi kecewa ketika membuka pesan dari aplikasi chat miliknya. Dari nomor tidak kenal. Pemilik itu mengirimkan begitu banyak foto. Tidak terasa air matanya menetes melihat foto yang dikirim orang itu. Pantesan nggak balas pesan gue. Tapi, siapa yang mengirimkan foto itu?
Suara motor yang sangat dikenalnya berhenti tepat di depan rumahnya. Shasa menyibak gorden jendelanya. Air matanya tambah mengalir deras menyaksikan Shilla yang baru saja turun dari motor Satria.
Mereka sepertinya sudah balikan, bahkan sampai berduaan di dalam kamar. Bodoh, Sha, ngapain lo ngarep sama cowok kayak gitu?