POV 3
“Kau ....”
“Achila.”
“Bukankah kau—“
“Biar aku yang mengurus Darien. Tetaplah di sini dan jangan ke mana-mana,” ucap lelaki berotot kekar dengan mata biru yang sama seperti milik Darien.
“Tapi—“
“Kau tinggallah di sini. Ini hanya sebentar.”
Julio, yang merupakan ayah Darien, berjalan menuju sang anak yang sedang bertarung membabi buta melawan Gola. Sepertinya Julio tahu bagaimana cara mengembalikan kesadaran Darien seperti semula.
“Apakah Anda mengenal pria itu, Sir?” tanya Antonius.
“Tidak, Antonius. Tapi ... aku seperti tidak asing dengan wajahnya. Dia mirip sekali dengan Darien, lelaki Akila itu. Mungkinkah dia ada hubungan darah dengan Darien, ya?” Acacio memandangi Julio dengan lamat. Ada kecurigaan di dalam hatinya.
Dari postur tubuh serta beberapa ciri-ciri anggota tubuh Julio memang sangat mirip dengan Darien. Tidak dimungkiri, Julio memang merupakan ayah kandung Darien yang selama ini menghilang dari Daratan Asterovos.
“Achila? Kau tak apa? Dan ... siapa pria itu?” Alexio yang menghampiri Achila lantas bertanya heran melihat pria bermata biru tampak akrab dengan gadis tersebut.
“Dia ....”
“Siapa? Aku tidak asing dengan wajahnya. Mungkinkah dia ada hubungan darah dengan Darien?” tukas Alexio sembari terus menatap Julio yang hampir saja tiba di tempat Darien berada.
“Aku juga berpikir begitu, Alexio.”
“Jika benar dia ada hubungan darah dengan Darien, ini akan menjadi mudah bagi kita. Aku yakin dia bisa mengembalikan Darien seperti semula, Achila.” Alexio mengangguk pelan, menatap Achila dengan keyakinan tinggi. Kemudian, Achila pun mengangguk menyetujui.
Darien masih bertarung dengan Gola secara membabi-buta. Ya, Darien telah kehilangan akal sehat. Ia kini lebih mirip seperti ras Akila yang sebenarnya. Akan tetapi, ada satu perbedaan, terletak di kedua matanya yang berubah hitam pekat.
Gola mengayunkan senjata, lalu melayangkannya ke arah Darien. Namun, Darien mampu menghindar dengan sangat cepat. Kecepatan larinya seperti kilat. Hanya beberapa detik saja, ia mampu berada di belakang tubuh raksasa Gola. Lelaki Akila tangguh itu pun kemudian melompat setinggi kepala Gola, menghantam Gola dengan kekuatan penuh. Hasilnya, Gola terpental beberapa meter hingga roboh mengenai beberapa rumah warga di sekitar.
Belum. Darien belum puas dengan apa yang baru saja ia lakukan kepada Gola. Seringainya semakin merekah dengan jelas, memperlihatkan taring tajam miliknya. Mirip seperti iblis.
Darien bersiap melesat ke arah Gola. Namun, mendadak seorang pria—Julio—menghentikan langkah Darien. Julio tak segan-segan mencekik leher Darien, mengangkatnya, lalu merobohkan tubuh anaknya di atas tanah dengan keras. Debu-debu di tanah kering itu beterbangan.
Darien menatap Julio dengan amarah. Ia meraum geram, memperlihatkan taring yang tajam. Sebaliknya, Julio hanya menatap sang anak dengan perasaan pilu. Simpati sebab melihatnya mampu dikuasai hasrat kuat ciri khas Akila.
“Lihatlah dirimu, Nak! Bagaimana bisa kau sampai dikuasai hasrat keji itu?”
Darien hanya menjawab dengan raum amarah yang setiap detiknya semakin melejit. Ia sudah tak tahan ingin mencincang pria bermata biru tersebut.
Julio menggeleng. “Ayo, bangunlah!”
Darien lantas bangkit dengan antusias.
“Oh, apa kau sudah siap melawan ayahmu sendiri?”
Darien terdiam sejenak. Mata hitam pekatnya berubah biru seperti semula, tetapi hanya beberapa saat saja hingga kemudian menghitam kembali. Dia kembali mengaum.
“Oh, kau terkejut? Ya, aku ayahmu, Darien. Akulah Julio, yang telah sekian tahun menelantarkan hidupmu di sangkar busuk itu.” Lantas Julio tersenyum kecut.
Mendengar pernyataan tersebut, air muka Darien semakin menyeramkan. Ia kemudian mengaum panjang. Murka. Melayangkan tinju ke arah Julio. Akan tetapi, tenaga Darien ternyata belum dapat menyamai kuatnya sang ayah.
Lelaki bermata biru menangkis tinju Darien dengan sangat mudah, kemudian dipelintirnya tangan sang anak. Julio melayangkan tendangan, tepat di perut Darien hingga tubuh kekar itu terpental, terempas pada tembok tinggi pintu masuk Kota Eleusina.
“Apa?!” Acacio membelalak menyaksikan bahwa Darien diombang-ambingkan dengan begitu mudah oleh Julio. Ia tak dapat membayangkan seberapa kuat Julio. Ya, ketika membayangkan kekuatan Darien saja yang melampaui kekuatan manusia biasa, itu sudah cukup mustahil baginya. Dan kini, seseorang yang lebih kuat dari iblis Darien pun mampu membuat sang pemimpin membelalakkan mata.
“Aku tidak menyangka ada seseorang yang jauh lebih kuat dari Darien. Lihat, orang itu bahkan tidak perlu menggunakan tenaga banyak untuk membuat Darien roboh.” Alexio berkomentar sembari kedua mata tak lepas menyaksikan pertarungan anak dan ayah itu.
“Tidak ....” Sementara itu Achila mendesis, menggeleng menyaksikan pertarungan itu. Dia terlihat seperti takut akan sesuatu buruk terjadi.
“Kau kenapa, Achila? Kenapa wajahmu begitu takut?” tanya Alexio, memperhatikan wajah Achila dengan bingung.
“Ini tidak seharusnya terjadi. Darien bisa mati jika melawan orang itu.”
“Apa yang kau bicarakan, Achila? Dia mirip sekali dengan Darien. Aku yakin dia salah satu anggota keluarga Darien. Aku juga yakin kalau dia berniat untuk—“
“Tidak!” Achila memotong, menatap Alexio dengan tajam. “Darien memang harus diselamatkan, tapi tidak dengan jalan kekerasan.”
Alexio termangu kemudian. Berpikir bahwa apa yang dikatakan Achila ada benarnya juga.
“Kalau begitu, bagaimana caranya kita mengembalikan kesadaran Darien? Katakan padaku, Achila. Apa kau tahu sesuatu?”
“Darien hanya butuh penawar. Dia butuh kasih sayang, bukan kekerasan.” Achila berjalan dengan niat menuju tempat Darien berada.
“Hei, Achila! Kau mau ke mana?” Alexio mencoba membuat langkah Achila berhenti, tetapi tak berhasil. Gadis kumal itu tetap berjalan tak peduli apa pun.
“Ayo, seranglah ayahmu, Nak!” Julio mengulurkan tangan kanan, mengisyaratkan pada Darien untuk secepatnya mengambil tindakan.
Lelaki jenis Akila keempat itu segera mengambil langkah cepat. Seperti melakukan sebuah teleportasi, kemudian berada di belakang Julio dengan sekejap mata.
Tidak semudah itu. Julio yang telah berpengalaman dalam hal pertarungan tak dapat dikelabui dengan teknik murahan seperti yang dilakukan anaknya.
Julio berbalik badan tiga kali lebih cepat dibandingkan gerakan tinju Darien. Melayangkan tinju mengenai wajah sang anak hingga terpental beberapa meter. Tergeletak di atas tanah berdebu.
Julio menampakkan seringai di wajah. “Kau masih terlalu cepat seratus tahun untuk dapat mengalahkanku, Nak.” Ia berjalan perlahan ke arah Darien.
“Aku akui tenagamu sangat besar. Kekuatan di dalam tubuhmu sangat berbahaya. Tapi, tetap saja kau hanya bocah ingusan yang tak pernah belajar cara bertarung yang benar.”
Julio meremas pakaian Darien yang lusuh, memaksa sang anak untuk berdiri, lalu melayangkan tinju puluhan kali di wajah Darien.
Lihat, betapa malangnya lelaki Akila itu dihajar habis-habisan oleh ayahnya sendiri. Darah telah memenuhi lekuk wajah Darien. Raut mukanya sudah tak berdaya menahan tinju demi tinju. Namun, mata hitam Darien belum juga berubah normal. Ia masih iblis yang keji, meskipun tak berdaya kini.
Achila yang tengah melihat tragedi memilukan itu, lantas meneteskan air mata. Ia merasa terpukul melihat Darien disiksa Julio sementara tak berdaya melawan sedikit pun. Achila tak dapat melakukan apa pun. Ia berhenti, menangis sepilu-pilunya sembari membekap mulut rapat-rapat.
Darien mencoba melawan. Berlari dan menerjang, tetapi dengan mudah dihalau Julio. Lagi-lagi Darien berada di genggaman Julio. Tercekik hingga tak dapat bernapas. Dia terengah-engah.
“Jika seperti ini, maka tak ada cara lain lagi selain membunuhmu, Nak. Kau telah m*****i jenis Akila keempat. Kau tidak pantas menyandang gelar itu. Maafkan ayahmu, ini demi mendamaikan dunia. Jika kau tetap hidup sebagai Akila yang berhasrat tinggi dan membabi-buta, dunia akan semakin kacau. Maaf, ayahmu ini ingin mewujudkan mimpi itu. Aku akan minta maaf pada ibumu nanti. Kau memang harus dilenyapkan dari dunia ini.”
Darien yang tengah mendengar penuturan sang ayah, meraum berontak. “Tak perlu berontak. Hanya sebentar. Ini tak akan sakit.” Julio mengeluarkan sebilah pisau sepanjang 10 sentimeter yang terselip di pinggang. Diacungkannya pisau mengilap tersebut, tepat di jantung Darien.
“TIDAAAK!”
Tangan Julio berhenti. Dia menoleh, lalu melihat pemilik jerit menggelegar barusan. Ternyata Achila. Julio mengerutkan dahi.
Achila terus mendekat dengan wajah pilu. “Jangan lakukan itu pada Darien. Aku mohon!” Achila bersimpuh beberapa meter di belakang Julio.
“Kenapa, Achila? Jangan bilang kalau kau—“
“Aku mencintainya ....”
“Tidak mungkin. Dia sangat berbahaya, dan dia bisa saja membunuhmu kapan pun.”
“Tidak! Darien tidak seburuk yang kau pikirkan. Karena dia ... karena dialah yang telah menyelamatkan hidupku.” Derai air mata kembali menetes.
“Lantas apa yang terjadi di bukit itu? Aku menduga semua itu adalah ulah Darien. Aku melihat banyak bangkai militer dengan kepala yang tak utuh. Bahkan hingga isi kepala mereka berceceran di mana-mana.” Julio melepaskan Darien, mengempaskannya di atas tanah.
Tanpa pikir panjang, Achila berlari menggapai tubuh tak berdaya lelaki Akila yang telah menyelamatkan hidupnya itu. Mendekapnya dengan penuh kasih sayang sembari menyerukan namanya.
“Achila, kau bisa terbunuh jika terlalu dekat dengan—“
“Tidak! Kaulah yang keji! Siapa kau sebenarnya? Ada hubungan apa kau dengan Darien?”
Julio mengembuskan napas pelan. “Akulah ayahnya.”
Achila terkejut mendengar pernyataan Julio. Matanya membelalak. Tidak dapat dipercaya. Lelaki bermata biru yang ia kenal beberapa tahun silam ternyata merupakan ayah Darien yang selama ini hilang.
“J-jadi kau ....”
“Benar, Achila. Akulah ayah Darien. Aku juga seorang Akila.”
“Tapi kenapa kau ingin membunuh anakmu sendiri?”
“Kau tidak akan mengerti, Achila. Aku sudah lama ingin memusnahkan semua ras Akila yang punya hasrat membunuh tinggi seperti Darien. Dunia bisa makin hancur olehnya.”
“Kau yang tidak mengerti, Julio!” Achila bernada tinggi, menatap lamat Julio.
“Apa maksudmu?”
“Kau tidak mengerti betapa Darien sangat ingin bertemu denganmu. Bahkan, ia sampai rela mengorbankan nyawa demi melintas di Daratan Asterovos. Karena perasaan rindunya padamu, dia telah sekian kali melewati pertarungan dan bahaya. Kau sungguh tidak mengerti pengorbanan anakmu sendiri.”
“Ya, aku pernah mendengar cerita itu dari salah satu petinggi kota. Tapi, jika dia terus hidup dengan hasrat seperti itu, dia akan tumbuh menjadi iblis yang bisa menghancurkan seluruh dunia.”
“Aku tak percaya seorang ayah berpikir akan membunuh anaknya. Kau sangat jahat. Kaulah iblis itu, Julio, bukan Darien.” Achila menghela napas panjang. Menghapus derai air mata di wajahnya. “Darien hanya butuh kasih sayang. Selama ini, ia bercucur keringat demi mencari kasih sayang yang hilang itu. Apa kau tidak mengerti juga? Semua itu ia lakukan untuk bertemu denganmu, Julio!”
Julio menunduk.
“Itu benar, Julio.”
Seseorang menimpali, hingga membuat Julio menolehkan.
“P-Pak Tua?!”
***