Iblis yang Terlahir Kembali

1758 Kata
POV 3   Achila dan Alexio kembali dari Kota Plataia. Mereka tak menemukan apa pun. Bahkan, jejak Darien—ras Akila yang mereka cari—tak meninggalkan jejak sedikit pun. Padahal, mereka sudah berkunjung ke sebuah rumah yang persis seperti dalam foto waktu itu. Namun, yang tersisa hanya rantai yang mengikat Darien. Setelah itu, tidak ada apa pun. Mereka kebingungan setengah mati hingga akhirnya memutuskan menyudahi pencarian. “Achila, jangan bersedih. Aku tahu bagaimana perasaan—“ “Tidak, Alexio! Kau tidak mengerti. Darien adalah penyelamatku. Aku benar-benar merasa kehilangan sesuatu.” Achila menutup wajah dengan kedua tangan, menyembunyikan kesedihan. “Ayo, kita lanjutkan perjalanan kita.” Alexio membakar sebatang rokok, tetapi berhenti ketika ia mendengar suara baling-baling helikopter. Ia mendongak kemudian. Dilihatnya beberapa helikopter milik militer Kota Plataia menuju ke arah timur. “Perasaanku jadi tidak enak,” kata Alexio sembari menyesap rokoknya dalam-dalam. “Kenapa?” Lantas Achila menolehkan pandangan ke arah Alexio. “Lihat, helikopter militer Kota Plataia menuju ke arah timur,” jawab Alexio. Pandangannya masih mendongak ke atas sana. “Jangan-jangan mereka sedang menuju kota ....” Achila bernada rendah. “Ayo, kita harus secepatnya kembali, Achila.” Alexio menatap Achila dengan lamat, kemudian disambut anggukan oleh si gadis kumal. *** “Kau—“ “Ada apa? Apa kau terkejut melihatku sesehat ini?” Darien menyorotkan tatapan membunuh kepada pria berkumis tebal di hadapannya. Ada dendam yang sangat dalam terpatri di wajahnya. “Tidak mungkin. Seluruh tubuhmu bahkan sudah melepuh dan berubah hitam. Bagaimana bisa kau—“ “Kau tidak perlu tahu bagaimana aku tidak bisa mati. Kau hanya perlu tahu bahwa aku sudah di sini. Aku siap untuk membunuh kalian semua.” Lantas Darien menyeringai. Tangannya mengangkat, lalu mencekik pria berkumis tebal itu. Sementara itu, pria berkumis tebal tak tak dapat bernapas. Ia berontak dan berusaha melepaskan cengkeraman Darien dari leher. Tidak bisa. Bahkan salah satu militer telah melepas tembakan hingga mengenai perut Darien beberapa kali. Akan tetapi, peluru yang menancap itu tak dapat memberikan lelaki tersebut rasa sakit. Meskipun berlubang, akhirnya menutup kembali. “Le-le ... lepaskan ....” Pria berkumis tebal terus memberontak dengan tenaga yang tersisa. Namun, kali ini Darien benar-benar tidak dapat diajak berkompromi. Ya, lihat bola mata birunya perlahan berubah hitam. Bahkan sklera matanya ikut berubah hitam. “Sir! Aku tidak yakin dia benar-benar Darien yang kita kenal. Dia sangat berbeda dari Darien yang biasanya. Aku sangat yakin.” Antonius berkomentar tiba-tiba. “Aku juga berpikir begitu, Antonius. Aku tidak merasakan jiwa lembut seorang Darien padanya. Tidak mungkin. Apakah hasrat iblisnya mulai menampakkan diri? Seperti yang kita semua tahu, dia berasal dari ras Akila.” Acacio menggeleng tak percaya sembari menatap lamat-lamat adegan di hadapan. “He! Turunkan dia!” Salah satu militer memekik memberanikan diri sembari membidik Darien. Pria ras Akila tersebut menoleh ke arah si militer berkulit hitam. Menatap dengan tajam. Seringainya tampak lebih lebar. Aura yang terpancar dari Darien kini lebih mirip seperti Gola—si monster tak berperasaan. Lihat, betapa matanya telah berubah hitam pekat sepenuhnya. “Le ... lepaskan—“ Akhirnya, Darien memilih untuk memutuskan leher pria berkumis hingga darah mengucur deras. Pria berkumis kini telah menjadi mayat yang kepala dan badannya terpisah. Darien bermandikan darah. Tak sedikit pun ada penyesalan yang terlihat di benaknya. Malah, seringai di wajahnya semakin jadi. Beberapa pasukan militer yang tengah membelalak melihat kejadian mengerikan tadi, akhirnya melepaskan tembakan. Puluhan peluru menancap di tubuh Darien, tetapi sedikit pun tidak membuat Darien merasa kesakitan. Kemampuan regenerasinya telah berkembang pesat. Bahkan, dalam hitungan detik, lukanya kembali menutup. “Dia bukan manusia! Dia monster! Ayo, lari! Selamatkan diri!” Militer berkulit hitam—yang merupakan komandan pasukan—memekik, berlari dan berusaha menyelamatkan diri. “Kalian tidak akan bisa lari dariku, Sialan! Kalian semua akan mati di sini!” Darien mengambil ancang-ancang, kemudian melesat lari seperti peluru menuju pria berkulit hitam, si komandan militer. Seperti biasa, Darien selalu mengincar leher lawan, kemudian mencekiknya hingga putus, bergelimang darah segar. “Tidak mungkin! Dia bukan Darien!” Achila yang baru saja datang, lantas bergeming melihat adegan mengerikan yang dilakukan Darien. Faktanya, Achila dan Alexio memang pernah melihat hal tersebut di Bukit Naulus. Akan tetapi, di waktu itu mata Darien tak berubah hitam. Hanya hasrat membunuhnya yang melonjak naik. Sekarang, Achila dan Alexio yang melihat Darien, seperti ingin mengatakan bahwa Darien lebih mirip seperti iblis. Achila membekap mulut rapat. Sedangkan, air mata telah menggantung di pelupuk. Alexio mengelus punggung Achila sembari berkata, “Aku yakin Darien ada di dalam sana.” “Lihat! Matanya bahkan tidak indah seperti bagaimana Darien terlihat. Darien yang aku kenal memiliki mata biru yang indah. Bukan seperti itu.” Achila menggeleng. “Tunggulah di sini, Achila. Aku akan ke bawah tanah untuk menemui Dokter Elasmus.” Alexio lalu melangkah pergi. *** “Alexio? Kapan kau kembali dari Kota Plataia? Dan apakah kau sudah tahu jika—“ “Iya, Dok. Keadaan di luar benar-benar kacau. Tapi, bukan itu yang ingin aku bicarakan denganmu, Dok.” “Lantas?” Dokter Elasmus mengerutkan dahi, lalu membenarkan posisi duduknya. Alexio kemudian terduduk pada sebuah kursi kayu di hadapan meja sang dokter. “Ini tentang Darien, Dok.” Seketika itu, Dokter Elasmus mengembuskan napas pelan. Dari yang tampak, sang dokter memang mengetahui sesuatu. “Darien? Apa dia sudah kembali?” “Benar, Dok. Tapi ... keadaannya benar-benar—“ “Sudah saya duga, Alexio.” Dokter Elasmus memotong. “Maksudmu apa, Dok?” “Saya sudah tahu bahwa Darien tidak akan mati semudah itu. Apakah kau lupa kalau Darien adalah jenis yang langka dari ras Akila?” “Tentu saja, aku tidak lupa, Dok. Tapi, kenapa? Bahkan ketika aku melihat keadaan para prajurit di luar sana. Tubuh mereka melepuh dan berubah menjadi abu akibat dari racun monster itu.” “Gola, si monster yang bisa menyebarkan racun kemusnahan, merupakan ras Akila yang gennya berhasil dicangkok dan dijadikan senjata pemusnah oleh petinggi Kota Plataia. Gola merupakan kartu truf Kota Plataia ketika ras Akila sudah tidak bisa diandalkan,” tutur Dokter Elasmus. “Kalau begitu, apa hubungannya dengan Darien, Dok? Aku masih tak bisa mengerti kenapa Darien bisa hidup kembali setelah mati.” “Kau sudah salah menduga, Alexio. Di foto waktu itu, Darien sebenarnya tidaklah mati. Tubuhnya hanya terlihat gosong.” Dokter Elasmus menghela napas panjang. “Gola merupakan ras Akila murni, ketika para profesor menjadikannya bahan percobaan untuk pencangkokan gen dengan hewan laut paling beracun di dunia. Hewan laut yang disebut sebagai Box Jellyfish itu memiliki gen racun yang sangat kuat. Mereka hanya dapat ditemukan di laut hitam arah utara Daratan Asterovos. “Itulah mengapa Gola dapat mengendalikan racun dan menyempurnakannya dengan kekuatan miliknya yang disebut dengan decomposer and destruction. “Mengingat bahwa Gola berasal dari ras Akila yang sangat kompeten, maka dengan menyebarkan racun ke dalam gen Darien, yang merupakan ras Akila jenis terlangka, tentu saja bakteri di dalam tubuhnya melahap racun Gola, lalu memprosesnya menjadi makanan untuk perkembangbiakan sel-sel darahnya.” “Tapi, kenapa Darien saat ini terlihat lebih mirip seperti iblis, Dok? Matanya berubah hitam pekat. Dan berdasarkan apa yang aku lihat, dia sudah bukan Darien yang kita kenal.” “Sudah saya katakan, itu karena gen Darien yang melahap racun Gola. Jiwa iblis Darien telah dipancing keluar oleh racun yang disebarkan Gola.” “Kalau begitu, bagaimana kita bisa mengembalikan Darien seperti semula? Aku kasihan dengan Achila. Gadis itu benar-benar terpukul akibat kehilangan Darien. Dan sekarang, ia sangat sedih menyaksikan Darien telah berevolusi sepenuhnya menjadi iblis kejam.” “Maaf, Alexio. Saya tidak tahu cara mengembalikan Darien seperti semula.” *** Kota Eleusina masih diselimuti duka. Walaupun Darien datang membawa harapan untuk penduduk kota, tetapi akhirnya para penduduk juga takut dengan kelakuan Darien yang terkesan begitu sadis. Kini, Darien tengah bertarung melawan Gola, si monster pemusnah. Sementara itu, Achila masih bergeming dengan tatapan hampa sembari memikirkan cara untuk membuat lelaki Akila itu sadar. “DARIEN!” Achila menyerukan nama lelaki Akila yang tengah bertarung itu, tetapi sayang tak digubris olehnya. Memang, meski Darien telah berubah menjadi seorang iblis keji, ia tidak akan pernah menyentuh siapa pun yang tidak bersalah. Namun, Achila mengerti betapa Darien tidak ingin melakukan hal-hal kejam seperti yang dilakukan Iblis Gola pada semua pasukan Kota Plataia. Achila tahu Darien menginginkan sebuah kedamaian. Darien menginginkan bersihnya dunia dari perang. Dan tentu saja, alasan mengapa Darien tidak ingin terlibat lagi dengan Kota Plataia ialah bahwa Darien telah membenci segala bentuk kekerasan. “Achila, percuma saja kau memanggilnya. Jiwa Darien yang kita kenal sudah sepenuhnya dilahap oleh hasratnya sendiri. Dan aku ataupun Dokter Elasmus tidak tahu caranya membuat Darien sadar kembali.” Alexio yang baru saja berdiri di samping Achila, lantas menjelaskan seraya memegang pundak gadis tersebut. “Tapi, Alexio—“ “Jika kau terus-terusan berteriak, aku takut iblis Darien akan melukaimu—“ “Mana mungkin!” Achila memotong sebab tak terima dengan perkataan Alexio. “Kau lihat sendiri ‘kan waktu di Bukit Naulus waktu itu? Darien sangat terpukul karena sudah membabi buta. Dan kau semestinya tahu bahwa Darien tidak akan pernah melukai kita, sahabatnya.” Saking tidak terimanya, Achila sampai-sampai tidak sadar membentak Alexio. Membantah perkataan lelaki itu. “Oke. Maafkan aku. Aku mengaku perkataanku salah. Tapi, kau juga lihat sendiri kalau di hadapan kita saat ini bukan sosok Darien, Achila. “Lihat! Dia sama persis seperti monster yang entah apa namanya—“ Belum selesai Alexio berkata-kata, tamparan keras mendarat di pipi kanannya. Alexio membelalak. “Aku tidak menyangka kau akan berbicara seperti itu! Menyamakan Darien dengan monster buruk rupa itu. Aku kecewa padamu, Alexio.” Achila kemudian melangkah pergi dari hadapan Alexio. Gadis kumal berjalan lebih dekat ke arena pertarungan yang terjadi antara Darien dengan Gola. “DARIEN! KAU DENGAR AKU?!” Achila mencoba berteriak untuk ke sekian kali. Mencoba membangunkan jiwa Darien yang betapa cinta dengan kedamaian. Darien yang tengah bertarung dengan Gola akhirnya menolehkan pandangan, menatap Achila. Hanya beberapa saat, hingga akhirnya Darien kembali melanjutkan pertarungannya dengan Gola. ‘Oh, tidak, Darien. Ayolah ....’ Achila bersimpuh lemas sebab diabaikan lelaki ras Akila tersebut. ‘Aku bersumpah akan menyelamatkanmu, Darien.’ Tanpa ada keraguan, Achila bangkit dan melangkah untuk menggapai Darien. Achila kasihan, simpati, iba, dan merasa pilu ketika mengenang hari-hari yang pernah dilewatinya bersama dengan Darien. Bahkan mimpi-mimpi untuk mewujudkan perdamaian dunia itu belum terwujud sepenuhnya. Mereka masih jauh dari harapan itu. ‘Darien, kita akan mendamaikan dunia ini bersama-sama.’ Tersisa beberapa meter lagi untuk tiba di hadapan Darien, Achila menghentikan langkah. Ia merasa bahwa sebuah tangan menepuk bahunya secara tiba-tiba. Entah siapa. Begitu Achila menoleh ke belakang, keningnya mengerut memandangi seseorang yang tak asing di penglihatannya. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN