Sang Dewa yang Terlahir Kembali

1657 Kata
POV 3   “Hei, jaga jarak dengan makhluk itu!” Julio berteriak memperingatkan pasukannya demi menghindari hal buruk terjadi seperti salah satu kawannya. “Iblis itu benar-benar berbahaya,” desis Alexio yang berada di tengah-tengah pasukan. Semua pasukan waspada akan pergerakan iblis di hadapan mereka. Belum ada yang berani maju dan mencoba untuk mencari kelemahan Percobaan 036. “Kenapa, Manusia? Apa kalian takut?” Percobaan 036 menjilat setetes cairan merah yang tersisa di sela-sela jari tangannya yang dipenuhi kuku panjang dan runcing. “Kau benar-benar iblis!” Julio menatapnya dengan tajam, lalu memberanikan diri mendekati Percobaan 036. “Aku akan melawanmu.” Seketika itu, makhluk iblis milik Kota Plataia tersebut tertawa renyah sambil mendongakkan kepala ke langit yang turun hujan. “Kau luar biasa! Keberanianmu patut diacungi jempol, Manusia. Baiklah, lawan aku!” Percobaan 036 membentuk kuda-kuda. Ia kemudian mengacungkan tangan, lalu mengisyaratkan Julio untuk menyerang. Setelah beberapa waktu saling bertukar pandang, Julio memutuskan untuk menyerang lebih dulu. Namun, dalam sekejap mata Percobaan 036 hilang dalam pandangannya. Julio terheran dan memeriksa sekitar. Benar-benar lenyap tak tersisa. “Ke mana dia?” gumam Julio sambil mengedarkan pandangannya. “Julio, awas di belakangmu!” teriak Alexio yang sedari tadi ikut memperhatikan ke mana Percobaan 036 menghilang. Dan sekarang iblis tersebut melesat dengan cepat untuk menyerang Julio. Julio berbalik arah, sialnya ia kalah cepat. Meski begitu, Julio berhasil menangkis cakar-cakar panjang yang diarahkan ke wajahnya walau lengannya kini tergores dan berdarah. “Boleh juga kau, Manusia.” Iblis itu semakin bersemangat. Kini ia bertambah serius, bagai api menyala-nyala di matanya. Lantas, dalam sekejap ia menghilang lagi bagai ditelan bumi. “Benar-benar makhluk yang merepotkan!” gerutu Julio yang kemudian menyobek pakaiannya dan mengikat lengannya yang berdarah. “Julio, hati-hati,” peringat Alexio sementara ia dan pasukan lainnya tetap waspada. Julio mengangguk hingga terus memutar badannya demi memperkirakan arah datangnya Percobaan 036. “Ah!” Namun, iblis tersebut malah mengincar pasukan Julio yang tengah berkumpul di satu titik. Satu per satu tumbang, terpental, serta bersimbah darah. Alexio yang tengah menyaksikan, lantas membelalak dan menjauh dari kerumunan pasukan. Mereka berpencar kemudian. “Berpencar!” teriak Alexio sembari berlari ke arah barat. “Biadab!” Julio mulai geram. Tatapannya lebih mengerikan dari sebelumnya. Lelaki bermata biru itu menghela napas panjang, memejamkan kedua mata, lalu akhirnya berkonsentrasi untuk merasakan hawa keberadaan Percobaan 036. Dengan napas yang teratur serta tingkat konsentrasi yang tinggi, Julio mulai merasakan ke mana Percobaan 036 melesat pergi. Dalam penerawangan Julio, iblis tersebut sebenarnya hanya berputar-putar demi mencari titik terbuka untuk mendaratkan serangannya. Julio kini mengerti bahwa sebenarnya makhluk itu tidak menghilang, bahwa ia hanya bergerak dengan sangat cepat. Maka jika dilihat dengan mata telanjang, iblis itu tampak seperti menghilang. “Datang!” Tak mau kalah cepat, Julio berbalik badan sembari mengayunkan tinjunya yang kemudian tepat mengenai wajah Percobaan 036. Ia terpental, akhirnya terempas di tanah. Makhluk tersebut bangkit sembari memegangi wajahnya yang babak belur akibat terkena serangan keras Julio. “Aku tidak akan tertipu oleh trikmu untuk kedua kalinya!” ucap Julio yang kemudian memahat seringai di wajahnya. “Huh! Begitu, ya?” Percobaan 036 meludah ke samping kanan. “Jangan senang dulu, Manusia! Itu hanya dua puluh lima persen dari seratus persen kecepatanku yang sesungguhnya.” Julio cukup terhenyak. Awalnya ia memang tidak percaya. Namun, setelah membandingkan kecepatan Percobaan 036 yang dapat ia halau dengan kecepatan yang dapat membelah satu pasukannya di awal beberapa saat yang lalu, maka apa yang dikatakan iblis tersebut bukanlah gertakan semata. “Oh, kau pintar juga mulai menyadarinya.” Kini Percobaan 036 kembali mengambil ancang-ancang. “Julio, hati-hati! Kalau kau terluka oleh serangannya, kau tidak akan bisa menyembuhkan diri!” peringat Alexio yang berada beberapa meter di belakang Julio. “Ap-apa?!” Lelaki bermata biru tersebut menatap Alexio tak percaya. “Sayang seperti itulah kenyataannya. Lihat, pasukan kita terluka dan tidak bisa menyembuhkan diri,” jelas Alexio sembari menunjukkan beberapa pasukan yang terluka cukup parah. Sebagiannya terkapar tidak berdaya. Julio menolehkan tatapan dengan perlahan ke arah makhluk yang diciptakan oleh Kota Plataia tersebut. “Tidak mungkin. Kalau begitu, kau pasti adalah ras Akila juga,” katanya. “Ras Akila? Huh! Jangan samakan aku dengan manusia rendahan seperti kalian, Manusia! Aku adalah makhluk yang sudah mencapai tingkat tertinggi dari evolusi.” Percobaan 036 tertawa bergelak. “Dan kalian tidak akan bisa mengalahkan makhluk terhormat sepertiku.” Dengan perasaan geram, Julio memungut sebilah pedang. Ia tatap pedang yang diselimuti oleh tetesan darah itu dengan lamat. “Coba kita buktikan saja,” ucapnya kemudian seraya membentuk kuda-kuda kesatria berpedang. “Tidak peduli apa senjatamu, Manusia. Kalian hanya akan menjadi bangkai. Dan aku akan memakan kalian agar bertambah lebih kuat. Hahaha!” “Jangan banyak omong! Cepat, majulah!” “Oh, kau tidak ingin menyerah? Baiklah, aku akan melawanmu dengan kekuatan penuh.” Keheningan menyelimuti medan perang. Hujan kembali mengguyur lebat dari sebelumnya. Acacio yang sedari tadi menyaksikan pertarungan antara Julio dan Percobaan 036 yang berlangsung sengit, terus berdoa di dalam hati. Julio menarik napas pelan, pada detik berikutnya berlari ke arah Percobaan 036. Menghilang. Tidak, tepatnya melesat dengan kecepatan tinggi dan berhasil menerjang Julio dari depan hingga tersungkur. Belum saatnya untuk menyerah, Julio kembali bangkit. Ia ayunkan pedang secara membabi buta. Tak berpengaruh pada Percobaan 036 yang kembali menerkam Julio dari arah belakang. “Hahaha! Kau lihat, Yang Mulia? Pasukan bantuanmu pada akhirnya hanya akan menjadi bangkai di tempat usang ini!” Anderson membuka mulut, kembali melontarkan olokan yang membuat hati Acacio mengutuk. Setelah hujan beberapa waktu ini mengguyur medan perang. Petir dan guntur memekakkan telinga. Pertanda apa yang diberikan sang langit? Baikkah? Atau mungkin semua akan segera sirna dalam sekejap? Tubuh Julio kian lemas karena dibantai habis-habisan oleh makhluk hitam pekat tersebut. Wajah lelaki bermata biru itu bahkan sudah dipenuhi dengan luka sayat. Namun, ia bangkit kembali dengan menyangga tubuhnya menggunakan pedang. Tenaganya kian berkurang. Bahkan berjalan pun sudah mulai lunglai. “Cukup! Aku akan menghabisimu!” Percobaan 036 kembali bergerak dengan seratus persen kecepatan. Julio hanya bisa pasrah karena sebentar lagi ia akan menemui ajalnya. Namun, sebuah kilatan berwarna ungu dari langit mengalihkan perhatian Julio. Percobaan 036 ikut terhenti karena merasa aura intimidasinya telah kalah oleh sesuatu yang besar. Semua pasukan beserta Anderson menatap langit. Alisnya saling bertautan, menandakan kebingungan sedang menyelimuti. Beberapa saat halilintar ungu berpendar di seluruh jagat, hujan mulai reda. Awan hitam tertiup angin sehingga langit berubah cerah. Embun-embun beterbangan di udara. “Sepertinya Dewa mengabulkan permohonanku,” kata Acacio yang terkekeh haru. Anderson menatap pemimpin Kota Eleusina tersebut dengan penuh kebencian. “Jangan membual, b*****t!” Meski begitu, Acacio tetap terkekeh. Bahkan walau sebuah tendangan dari Anderson mengenai wajahnya kemudian, ia tetap tertawa seperti orang gila. “Apa yang terjadi?” Alexio bertanya-tanya. Sedangkan Julio masih menatap langit yang kini tiba-tiba berubah cerah. Ia tersenyum pasrah sebelum akhirnya roboh tak sadarkan diri. “Cahaya itu. Aku yakin cahaya ungu itu adalah cahaya yang sama semenjak kedatanganku di kota ini beberapa waktu yang lalu,” batin Anderson. Ia mulai bimbang akan sesuatu yang mungkin bisa berdampak buruk pada rencananya. “Kau pasti takut, kan?” Acacio membuka mulutnya lagi. Ia begitu bahagia melihat wajah Anderson yang diselimuti keheranan dan kebimbangan. “Huh? Takut? Kau berpikir aku takut dengan kalian? Jangan bercanda!” Anderson memekik murka. “Amarahmu adalah tanda-tanda bahwa kau sudah mulai resah akan kehadiran Dewa yang sebenarnya.” “Jangan bicara tentang Dewa! Mereka tidak ada! Hanya bualan saja!” Dengan penuh emosi, Anderson kembali menghardik Acacio yang tak punya tenaga sama sekali untuk melawan. “K-kenapa kau sangat membenci Dewa?” tanya Acacio yang tengah ditendang berkali-kali oleh Anderson. Panglima congkak itu terhenti. Seketika matanya hampa. Ia pandangi kedua tangannya. “Dewa itu tidak ada. Mereka bahkan tidak bisa melakukan apa-apa saat seorang bocah kecil kelaparan. Adakah mereka datang ketika seorang bocah kecil dihardik massa? Tidak ada. Maka jelas jawabannya, Dewa itu tidak ada,” jelas Anderson dengan lirih. Ya, ia baru saja menerawang masa kecilnya yang kelam. Masa kecilnya yang dipenuhi oleh rasa kelaparan dan penderitaan. “Bocah kecil?” desis Acacio. “Ya, bocah kecil yang selalu kelaparan. Bocah kecil yang masa anak-anaknya tidak pernah merasakan apa itu bahagia.” Anderson bersimpuh di tanah yang basah. Ingatan pahit itu telah mampu membuat maniknya berkaca-kaca. “Apakah bocah kecil itu adalah kau?” tanya Acacio. “Yah. Aku pernah percaya pada Dewa. Namun, nyatanya mereka hanya b******n yang selalu bersembunyi dari pandangan manusia. Ketika bocah kecil itu menangis, tidak ada yang datang menghapus air matanya atau memberikan sapu tangan.” Anderson mulai bangkit sembari menyapu cairan bening di maniknya. “Dan setelah itu, bocah kecil tidak percaya lagi dengan keberadaan Dewa. Ia percaya, Dewa adalah manusia yang paling kuat dan bisa bertahan hidup hingga tua.” “Huh! Omong kosong!” Acacio tidak setuju dengan pernyataan Anderson. “Kita buktikan di sini. Akankah Dewa itu ada dan benar-benar akan datang menyelamatkan kalian, Para Sampah!” Panglima berambut pirang itu lantas kembali menyeringai. “Hei, Percobaan 036! Habisi lelaki perkasa itu dan semua pasukannya!” “Tidak perlu memerintahku! Akan kubasmi mereka semua hingga tak tersisa!” Meski terkapar tak sadarkan diri, tetapi iblis hitam tersebut tetap mengincar Julio untuk dijadikan santapan lezatnya. Akan tetapi, ketika sedikit lagi tangannya dapat menggapai pria Akila tersebut, sebilah cahaya berwarna ungu kembali terpancarkan dari langit. Menyilaukan sehingga membuat Percobaan 036 menepis cahaya itu dengan menutup kedua matanya. Tak lama kemudian setelah cahaya benar-benar menghilang, sesosok pria dengan zirah cemerlang, bertanduk, serta terpahat angka 666 pada dahi hadir di hadapannya dengan membawa sebuah pedang indah bermata dua. Semua pasukan yang masih bertahan hidup lantas terpana dengan sosok itu. “Siapa dia?” “Apakah dia ada di pihak kita?” Semuanya bertanya-tanya, tak terkecuali Alexio yang berada jauh di sana. Sementara itu, tak butuh waktu lama bagi Acacio untuk mengenal siapa pria berzirah yang berdiri dengan gagah itu. “Darien. Dialah Dewa yang sesungguhnya.” Anderson membelalak. Lidahnya kelu. Aura yang benar-benar kuat. Indah dan tidak mengintimidasi. Sang Dewa yang terlahir kembali.   ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN